Jumat, 21 September 2007

'Tantangan' dari Sang Proklamator

"Siapa yang bisa lebih besar dari mereka di Indonesia?” tanya perupa Sunaryo Sutono kepada SP soal Soekarno-Hatta di kediamannya yang asri, beberapa waktu lalu.  

Bagi perupa berusia 64 tahun, sosok kedua proklamator Indonesia itu memang tidak dapat dilepaskan dari sejarah negara ini. Khusus untuk presiden pertama Indonesia yang dilahirkan dengan nama kecil Kusno Sosrodihardjo, Sunaryo memiliki kesan tersendiri. “Itu idola saya,” ujarnya. 

Aura kekaguman terhadap Soekarno itu sudah ditunjukkannya semenjak dia masih duduk di kelas dua sekolah dasar. Selain membuat gambar - yang kemudian dibubuhi kumis oleh teman-temannya - Sunaryo juga sempat ngotot meminta agar dibuatkan setelan jas dengan empat kantong di bagian depan dan berwarna putih sebagai hadiah Lebaran.  

“Ternyata baju itu memang dirancang sendiri olehnya. Soekarno ingin agar bangsanya yang sudah mengalami penjajahan, rakyatnya tidak minder. Makanya mengenakan baju yang gagah seperti itu.”  

Kenangan masa lalu Sunaryo tentang kekagumannya pada Soekarno dan Hatta ternyata menjadi tantangan tersendiri baginya di masa kini. Dia diberi tanggungjawab untuk 'menuangkan' kekagumannya dalam bentuk patung. 

Sekitar dua tahun lalu, rombongan Direktur Angkasa Pura datang ke kediamannya. Mereka memaparkan ide tentang pembuatan patung proklamator di wilayah Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Meski demikian, Sunaryo harus mengikutsertakan idenya dalam beauty contest terkait rancangan patung tersebut.  

“Saya tidak menganggap ini sebagai proyek, tapi tantangan. Ada dua yang lain dalam beauty contest itu,” tegas dia sembari membenarkan posisi kacamatanya.  

Saat masih duduk di bangku akhir perkuliahannya di Seni Rupa Institut Teknologi Bandung, Sunaryo melibatkan diri dalam pembuatan ornamen makam Soekarno di Blitar. Baru pada tahun 1978, makam itu dipugar dan dibangun, selesai pada tahun 1979. Tepat pada haul Bung Karno, 21 Juni 1979, Soeharto meresmikan bangunan makam. Konon, itu adalah kedatangan pertama Soeharto ke makam Soekarno semenjak tahun 1970. 

Beberapa tahun ke belakang, Sunaryo diminta untuk membuat desain relief perjalanan Soekarno semenjak dilahirkan sampai akhir hayatnya. Relief berukuran panjang sekitar 40 meter dan tinggi 2,5 meter itu dipasang pada dinding di wilayah makam tersebut.  

“Saya tadinya tidak mau, karena malas urusan administrasi birokrasi dalam proyek. Kalau yang sekarang (patung Soekarno-Hatta), tantangan buat saya,” ujarnya sembari menceritakan kalau akhirnya relief perjalanan itu dia buat dan diresmikan oleh presiden kala itu, Megawati. 

Untuk membuat model yang diminta oleh PT Angkasa Pura II, perupa kelahiran Banyumas, 15 Mei 1949 itu menghabiskan waktu sekitar satu bulan untuk memancing idenya. 

Menurut dia, Soekarno-Hatta itu adalah dua jiwa dalam satu tubuh Indonesia. Pembuatannya tidak boleh hanya sekedar penanda, melainkan sebagai sebuah perwakilan dari gagasan atau cita-cita yang ingin disampaikan oleh keduanya ketika masih hidup.  

“Seperti ideologi. Kalau hanya sebagai greeter (penyambut) di Indonesia, sangat mengecilkan artinya. Makanya harus menghadap ke Jakarta, untuk membekali mereka yang akan pergi ke luar negeri dengan semangat nasionalisme,” terang ayah dari tiga orang anak ini.  

Setelah ditunjuk sebagai pembuatnya, dia pun memanggil dua orang yang dianggapnya mirip dengan Soekarno-Hatta. Mereka berdua disuruh mengenakan pakaian seperti jas dan disuruh berdiri dengan berbagai posisi. Intinya, Sunaryo menginginkan agar kesan Bung Karno yang dinamik dan Bung Hatta yang selalu 'hati-hati' dalam melangkah bisa tergambarkan dengan baik.  

Kedua model itu dia suruh bergaya. Yang Soekarno diminta agar menunjuk dan melihat jauh ke depan sembari tetap memegang tongkat komando. Sedangkan Hatta, melangkah dengan kehati-hatian sembari membawa buku. Berbagai gaya itu diabadikan oleh seorang fotografer yang memotret dari berbagai arah. “Saya hanya mengamati dari jauh,” imbuhnya. 

Bagi Sunaryo yang pernah menyaksikan pidato Bung Karno secara langsung pada masa kecilnya, patung itu harus dapat menggambarkan Soekarno sebagai seseorang yang bergelora dan memiliki cita-cita tinggi. Di sampingnya Hatta, ia gambarkan sebagai pemikir yang penuh perhitungan, realistis, dan memiliki kehidupan sederhana.  

Akhirnya, dia memutuskan penggambaran Soekarno yang tepat adalah saat berdiri tongkat komando di kanannya sembari tangan yang satunya menunjuk jauh ke depan. Ide dasar berubah ketika ditawarkan ke PT Angkasa Pura II. Tongkat komando diapit di kiri sembari tangah kanannya menunjuk ke depan.  

“Patung ini seakan bicara, di sana! Sebagai arahan masa depan dan cita-cita bangsa. Tongkat komando itu dalam militer di tangan kiri bukan kanan, sebagai gambaran kepemimpinan yang terus memberi semangat dan inspirasi tentang masa depan kemerdekaan dan demokrasi.” 

Sedangkan Hatta, berjalan mendampinginya dengan kaki kanan tertekuk sedikit sebagai gambaran kehatian-hatiannya sembari mengamit buku. Sebagai cendekiawan, tubuh Bung Hatta adalah pemikiran dan pandangan-pandangan kritis rasional serta penuh perhitungan. Tubuh yang tenang, sederhana, dan menunjukkan kerendahan hati terlihat dari busananya yang bersahaja. 

Akhirnya setelah bergulat dengan ide dan kreasinya selama 1,5 tahun, perupa yang membuat Monumen Sudirman (Jakarta), Monumen Jogja Kembali (Yogyakarta), Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Dasasila Bandung, serta Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Bandung) ini mampu menyelesaikan tantangannya yang diberikan kepadanya dengan harga senilai Rp 4 miliar. “Saya tidak lihat biaya.” 

Dalam berkarya, dia dibantu oleh beberapa orang stafnya. Untuk pengecoran, dia melibatkan 20 orang pekerja. Masing-masing terbagi tugas dalam menggotong dan membakar. Sebelum ke bentuk asli, dibentuk terlebih dulu model skala 1:5.

Tinggi patung Bung Karno 7.8 meter, sedangkan Bung Hatta sedikit lebih pendek. Sementara landasannya sendiri setinggi 4.8 meter sehingga total tinggi monumen sekitar 12.6 meter. Landasan patung yang terbuat dari batu granit, sedang patungnya terbuat dari perunggu.  

Untuk memfungsikan monumen ini sebagai landmark, di sekelilingnya dibuat kolam air mancur. “Sebagai petunjuk, selain air mancur ada juga patung. Selain itu untuk simbol gerak-gelora kehidupan dua simbol tersebut,” katanya. 

Petunjuk ini penting karena patung tersebut berada di jalur cepat. Idealnya patung itu dilihat dari jarak 40 meter. Sunaryo menuturkan ukuran patung itu disesuaikan dengan master plan dari Angkasa Pura yang bakal menata kawasan tersebut.  

Buat Sunaryo, yang pernah menyalami Soekarno usai berpidato di Purwokerto saat usianya masih sangat muda, dia juga mengalami kesulitan dalam menggarap patung yang sudah diresmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 29 Agustus 2007 lalu.  

“Bagian hidung Soekarno itu paling sulit menggarapnya, namun ada berbagai dokumentasi yang dapat membantu. Saya harap monument ini dapat mengabadikan sesuatu. Karena buat saya auranya (Soekarno-Hatta) itu nge-fans,” ungkap dia sembari tertawa. [SP/Adi Marsiela]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...