Kamis, 05 Februari 2009

Dari Ujungberung ‘Menginvasi’ Australia

 
…You may say Im a dreamer,
but Im not the only one,
I hope some day you'll join us,
and the world will be as one.

Imagine all the people
Sharing all the world...

Lirik lagu Imagine karya John Lenon ini memang bisa dipersepsi atau menjadi inspirasi buat banyak orang. Tidak terkecuali grup musik cadas asal Ujungberung, Bandung, Burgerkill.

Dengan aransemen ulang, Vicki sang vokalis membuka lagu ini lewat sentuhan jarinya di atas tuts keyboard. Ebenz (gitar), Andris (drum), Agung (gitar melodi), dan Ramdan (bas) yang berpakaian serba hitam tampak berusaha mengikuti nada-nada kelam dan berat yang mengiringi warna suara Vicki.

Burgerkill memilih untuk menciptakan keharmonisan suara saat mereka bersama-sama menyanyikan bagian refrain dari lagu tersebut. Geraman yang menjadi ciri khas dari grup musik tersebut seakan tertahan ketika mereka membawakan lagu ini pada Rabu (4/2) malam dalam dinginnya ballroom Grand Hyatt Regency, Bandung.


Hentakan bas yang keluar dari double pedal Andris juga mewarnai lagu ini di bagian akhir. Meski terkesan suram, petikan melodi dari gitar akustik Agung seakan memberikan harapan buat mereka yang mendengarnya.

Mungkin, harapan itu pula yang coba diserap oleh anak-anak Burgerkill ketika mereka membawakan lagu ini sebagai penutup dalam acara bertajuk Burgerkill “The Invasion of Noise” - Western Australia Tour 2009: Fund Raising. Sebelumnya, mereka juga memainkan tiga lagu miliknya, “Angkuh”, “We Will Bleed”, serta “Tiga Titik Hitam” yang tentu saja dalam format akustik juga.

Acara yang dibuka oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Yusuf Macan Effendi ini memang sengaja digelar untuk mengumpulkan modal buat Burgerkill manggung di Australia.

Tidak tanggung-tanggung, grup peraih penghargaan “Best Metal Production” dari Yayasan Anugerah Musik Indonesia tahun 2004 untuk albumnya “Berkarat” ini menjual ‘tiket masuk’ sebesar Rp 1,75 juta atau Rp 500 ribu per orang. Namun, inti dari acara itu sendiri adalah pelelangan barang-barang ‘bersejarah’ milik Burgerkill.

Berdiri pada bulan Mei 1995 dan mengusung musik agresif yang super cepat, Burgerkill berhasil menjual CORT Bass Guitar Burgerkill, poster raksasa sampul album “Beyond Coma and Despair”, serta satu Sneakers (sepatu kets) “Burgerkill The Invasion of Noise - Western Australian Tour 2009″ dengan harga total Rp 20 juta.

Dalam pelelangan yang dipandu oleh Edi Brokoli itu, barang yang laku paling tinggi harganya adalah poster raksasa bergambar sosok tengkorak dengan bunga api dan profil pistol di sekelilingnya. Poster ini dibeli oleh Dede Yusuf, sapaan akrab wakil gubernur dengan harga Rp 10 juta tanpa persaingan berarti dari undangan dan tamu lainnya. “Itu poster sudah ikut keliling tur Jawa-Bali,” kata Eben.

Barang kedua yang dilelang adalah gitar bas yang merupakan instrumen pertama yang dibeli oleh uang kas grup musik itu. Harga penawaran gitar berwarna hitam itu dibuka pada angka Rp 5 juta dan langsung disambut oleh Ridwan Kamil, arsitek yang juga Ketua Bandung Creative City Forum.

Tidak lama, harga gitar ini naik setengah juta rupiah setelah ditawar oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Agustiar. Namun, akhirnya gitar ini tetap menjadi milik Ridwan setelah memenangkan ‘pertarungan’ di angka Rp 6 juta. “Bas ini akan saya taruh di dinding rumah agar bisa memberi inspirasi untuk banyak hal.”

Barang terakhir yang ditawarkan oleh Edi adalah sebuah sepatu kets berwarna dasar hitam dan merah. Dibuat dalam waktu dua hari oleh Tegep Boots, sepatu itu menjadi barang rebutan peserta lelang. Mulai dari harga Rp 2 juta, akhirnya sepatu itu dilepas kepada Chronic, salah satu distro di Bandung dengan harga Rp 4 juta.

Ditambah dengan hasil penjualan tiket, maka Burgerkill berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 42, 250 juta dari total kebutuhan sekitar Rp 130 juta. Ebenz mengungkapkan hasil itu merupakan dukungan dari semua pihak agar mereka bisa mewakili Indonesia tampil di luar negeri. “Sebelum ke sana juga kita akan ada acara bertemu teman-teman di Bandung untuk pamit dan manggung dulu di Bali.”

Ajakan tampil di negeri kangguru itu berawal dari tingginya animo penggemar musik cadas di sana terhadap album ketiga Burgerkill, Beyond Coma And Despair yang dirilis Xenophobic Distributions Australia. “Undangan itu sudah sejak Agustus 2008,” kata Ebenz.

Grup musik yang merilis single pertamanya lewat kompilasi cakram padat “Masaindahbangetsekalipisan” bersama grup lainnya seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell pada awal tahun 1997 ini, rencananya bakal tampil antara lain di Prince of Whales Hotel (Bunbury), Railway Hotel (Fremantle), Aboriginal Cultural Exchange (Pemberton Heritage Park), Amplifier Bar (Perth), Players Bar (Mandurah), dan HQ Club (Leederville). “Semuanya di Australia bagian barat.”

Dalam penampilannya di sana, Ebenz mengatakan bakal melengkapi aksi panggungnya dengan tayangan visual budaya Indonesia berupa pencak silat dan debus. “Karena kami juga ingin mempromosikan Indonesia,” paparnya.

Semoga saja hal itu dapat mereka wujudkan, seperti semangat dan harapan yang ada di lagu karya John Lennon. …Imagine all the people, sharing all the world... [SP/Adi Marsiela]

5 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...