Jumat, 10 Juli 2015

Membongkar Kota dari Pulosari


Vincent Albert Samoel Rumahloine, 30 tahun punya cara lain membaca perkembangan Kota Bandung. Lewat 18 foto keluarga di Kampung Pulosari, RT09/RW15, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Vincent menghadirkan kenyataan kehidupan di kota yang perputaran uangnya mencapai Rp7,7 triliun dalam triwulan pertama 2015.


Foto-foto tersebut dia bingkai dengan tajuk “Family Portrait”. Karya ini merupakan bagian ke dua dari proyek pribadinya yang dia beri judul “Melainkan Tentang Kamu”.

Seperti judul pameran tunggalnya, foto-foto yang Vincent hasilkan memang berupa foto keluarga. Idealnya, sebuah foto keluarga itu menampilkan keluarga inti dengan senyum di wajah objeknya. Seiring perjalanannya, lulusan Seni Keramik Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) ini sadar, konsep ideal itu hanya bayangannya belaka.

“Karena ternyata banyak juga keluarga yang bermasalah. Ada yang membesarkan anak sendiri, ada yang cerai, ada yang mengadopsi anak. Ternyata konsep keluarga itu benar-benar cair. Makanya konsep saya juga berubah,” ujar dosen desain grafis di Institut Teknologi Harapan Bangsa ini.

Tengok saja karya favoritnya, Sarinah dan Agus. Foto itu memperlihatkan Agus yang sedang mencium pipi ibunya. Foto itu mengambil latar di bawah Jalan Layang Pasteur Surapati. Mata Agus terpejam saat difoto. Sarinah yang menggunakan hijab seperti hendak menghadiri pengajian, merespon tindakan anaknya dengan senyum.

“Itu foto pertama saya di saat kacau. Hari pertama, tidak ada yang bisa saya foto, tapi kebetulan Agus dan ibunya bersedia. Waktu itu, saya datang, Agus langsung mencari ibunya. Ada lima foto, sedang berdiri, duduk, memeluk, dan mencium. Saya ambil yang sedang mencium,” kata Vincent yang mengenal Agus saat dia tinggal di Pulosari selama 1,5 bulan.

Agus, sambung Vincent merupakan potret salah satu pemuda yang kerap nongkrong di dekat lapangan ujung Kampung Pulosari. Perkenalannya itu membantu dia dalam proses pengambilan foto. “Saya ngobrol di sana kalau malam sampai kenal dengan Agus. Dia bilang memang nakal tapi kalau sudah dimarahin sama ibunya, tidak akan melawan,” tutur Vincent menirukan Agus.

Buat mengapresiasi karya-karya Vincent ini, pengunjung harus masuk ke dalam lingkungan Pulosari. Karya-karya, yang dicetak di atas kertas HVS ukuran A3 dan ditempel hingga berukuran 130x90 sentimeter, itu disebar dan ditempel di dinding rumah yang berdempetan.



Menikmati karya-karya ini seperti masuk ke dalam labirin di tengah kota. Lembabnya gang yang kurang terpapar matahari, aroma ikan asin, suara anak-anak kecil riuh rendah berkejaran, serta jemuran yang ada di depan mata merupakan bagian dari pengalaman mengapreasi pameran ini.

“Sengaja biar yang datang juga harus berinteraksi dengan masyarakat. Ya punten-punten kalau lewat karena memang seperti itulah kehidupan di sini. Kalau pameran di galeri, mungkin orang-orang di sini bingung harus seperti apa. Tapi biar saja orang-orang yang biasa ke galeri datang ke sini. Biar tidak ada batas atau rasa sungkan,” kata Vincent.

Salah satu contohnya adalah foto Neng dan Nunung, anaknya. Kedua perempuan ini berpose di ujung dapur yang juga bagian dari ruang keluarga, sekaligus ruang tamu dan tempat tidurnya. Makanya jangan heran kalau ada baso goreng yang menjadi barang jualan mereka, colokan listrik, kalender dari partai politik hingga poster film animasi Frozen di latar belakang fotonya.

Rata-rata rumah di Pulosari memang seperti itu karakternya. Memanfaatkan ruang semaksimal mungkin. Meski demikian, mayoritas objek yang difoto oleh Vincent memberikan senyuman malah sampai ada yang kelihatan giginya. “Saya perlihatkan foto-foto yang akan saya perbesar. Warga yang memilih sendiri. Sama seperti lokasi penempelan foto itu dibantu kawan-kawan Karang Taruna dan komunitas di sini,” imbuh Vincent,

Pilihan warna hitam putih seperti hasil fotokopi. Lokasi pemasangan foto yang dibiarkan terpapar hujan atau sinar matahari, mendekatkan karya-karya ini pada keseharian masyarakat di sana. Foto-foto itu rentan jika tidak ada yang menjaga. Sementara masyarakat di sana terbukti bisa mempertahankan diri dari berbagai dinamika kehidupan di kota. Namun bukan berarti peran serta pemerintah tidak diperlukan untuk membantu warga di sana.

Perlu proses tiga bulan bagi Vincent buat mendapatkan foto-foto itu. Satu persatu pintu rumah dia sambangi. Bersama Erna Susilawati, warga Pulosari sekaligus rekan Vincent di komunitas Rumah Cemara, mereka menceritakan proyeknya dan meminta kesediaan keluarga di sana untuk diabadikan momennya.

“Tidak semua juga bersedia. Ada yang alasan keluarga sedang tidak lengkap, ada juga yang sedang ribut, jadi kita menyingkir saja,” kenang Vincent dibenarkan Erna.

Perkenalan Vincent dengan tempat itu sudah berlangsung sejak 11 tahun silam. Saat itu, Jalan Layang Pasteur-Surapati baru berdiri. Berbekal kamera pinjaman dari kakaknya, mahasiswa baru ini berkeliling mencari objek foto human interest. “Dari sana mulai tertarik sampai akhirnya bisa berkegiatan lagi di sini,” ungkap Vincent mengenang perjalanannya menjadi relawan Rumah Cemara, organisasi berbasis komunitas yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS dan pecandu narkoba sejak tahun 2012 lalu.

Kawasan Pulosari sebuah wilayah di dekat pusat kota yang beresiko untuk penyebaran HIV/AIDS dan obat-obatan terlarang. Makanya tidak heran jika pada masa lalu, kolong jalan layang itu terkenal sebagai daerah pencurian, perjudian, hingga tawuran.

Inisiatif masyarakat yang membentuk komunitas guna menjaga lingkungan seperti Komunitas Kuya Gaya juga menarik perhatian Vincent. Apresiasinya itu dia sampaikan lewat karya berukuran 17x2,5 meter di bantaran Sungai Cikapundung. Karya itu memuat foto, setengah badan, tujuh orang pegiat komunitas di sana seperti Mang Han, Mang Ebek, Dian, Geboy, dan Jojo. “Mereka luar biasa. Membersihkan sungai dan berkegiatan yang intinya menggalang kepedulian anak muda, buat saya ini inspirasi,” imbuh Vincent.

Pameran ini sedianya digelar hingga hari Sabtu, tanggal 20 Juni 2015 lalu. Namun Vincent menyerahkan semuanya kepada warga di sana. Karena sebelum pameran selesai juga, sudah ada beberapa foto yang berpindah dari dinding di luar jadi masuk ke dalam rumah. “Mungkin mau dikoleksi, bebas-bebas saja,” kata Vincent yang salah satu fotonya dipamerkan dalam ajang OFFM Public Art Panels, Frankfurt, Germany saat ini. [Adi Marsiela]

1 komentar:

  1. Halo Ibu dan Bapak

    Apakah Anda mencari pinjaman? , baik untuk bisnis atau untuk pelaksanaan peluncuran proyek, baik untuk membeli Anda apartemen atau membayar utang. Saya seorang pemberi pinjaman pribadi yang menawarkan jasa saya pinjaman antara individu swasta di bidang-bidang berikut:

    - PINJAMAN PRIBADI
    - REAL ESTATE LOAN
    - PINJAMAN HIPOTEK
    - AUTO LOAN
    - PINJAMAN REDEMPTION OF DEBT
    - PINJAMAN MODAL KENAIKAN
    - PINJAMAN LAIN

    Tingkat bunga kami adalah 2%, Anda dapat menghubungi kami melalui email: mariamsuleimanloanfirm@gmail.com untuk pinjaman Anda hari ini.

    Ibu Mariam.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...