Senin, 17 Desember 2007

Kebebasan Menalar Cinta

Tema cinta ternyata memiliki ruang tersendiri di kalangan pemerhati dan pembuat film indie. Setidaknya, enam dari delapan film karya finalis yang ditampilkan dalam gelaran LA Lights Indie Movie 2007 menjadikan cinta sebagai benang merah (yang tidak disengaja), ketika film-film itu diputar dalam kegiatan roadshow-nya di Bandung, baru-baru ini.

Dengan menggunakan moto Film Gue, Cara Gue, para sineas muda dari empat kota yang tersaring dalam ajang itu berusaha menafsirkan cinta dengan gaya dan caranya masing-masing. Lihat saja film Naughty Matahari, yang mengisahkan penggalan hidup Azumi, seorang remaja yang baru saja masuk ke SMA. Sehari-hari, Azumi yang merupakan keturunan Indonesia-Jepang ini diasuh oleh ibunya. Namun, sekali dalam sebulan, sang ibu yang mengaku bekerja sebagai penari itu harus meninggalkan anak semata wayangnya untuk pergi mencari uang di luar negeri.

"Saya ingin seperti ibu," demikian yang tertanam di benak Azumi. Pasalnya, hasil jerih payah sang ibu, membuat Azumi hidup berkecukupan. Malah berlebihan. Azumi terlibat pergaulan bebas tanpa ada kontrol dari orang tua.

Namun itu semua, berbalik 180 derajat ketika Azumi melihat penampilan ibunya dalam sebuah film dewasa yang sengaja diputar pacarnya, sesaat sebelum keduanya melakukan hubungan seks di luar nikah. Ternyata, profesi yang dijalani ibu Azumi di luar negeri adalah pemain film dewasa.

Sutradara sekaligus penggagas film tersebut, Yuliasri Perdani tampaknya ingin menyindir rasa cinta para orang tua yang sering meninggalkan anaknya dengan harta tanpa kasih sayang.

"Ibu saya sering ke luar negeri, tapi nggak seperti itu. Ibu saya ikut konferensi. Suka terpikir juga, ngapain ya ibu saya kalau di luar negeri. Dari situ muncul ide liar saya yang jadi ide cerita film ini," kata mahasiswi dari Bandung ini menjelaskan asal muasal ide cerita tersebut.

Cinta dengan rasa yang lain coba diungkapkan secara visual oleh sutradara Willina Widiyarini lewat karyanya Jalan Kan Kuseberangi. Ide cerita yang dibangunnya cukup sederhana namun sangat mengena.

Tono, sebagai tokoh utama dalam film ini memiliki trauma yang mendalam ketika harus menyeberangi jalan. Pasalnya, dia ditinggalkan ibunya meninggal dunia ketika tengah menggandeng dirinya menyeberang jalan.

Masalah muncul ketika Tono jatuh cinta terhadap seorang gadis yang ada di seberang jalan, tempatnya sehari-hari berjalan. Lewat gaya bertutur komedi, Willina mencoba menggambarkan bagaimana cara Tono menghadapi ketakutannya. Setiap malam, Tono berlatih menyeberang jalan dengan bantuan seorang tukang ojek. Alhasil, dia mampu berjalan sendirian tanpa ada yang menemani.

Film Pendek

Gaya komedi yang tidak berlebihan ditambah akting pemerannya, menjadikan film ini sebagai salah satu karya dari Yogyakarta yang cukup diminati oleh sebagian besar penonton. Gelak tawa dan tepuk tangan kerap menyelingi adegan di film ini.

Tidak hanya yang sederhana, cinta yang dibumbui tingkah laku ekstrim mengarah ke psikopat juga terwakilkan lewat film Dami bukan Dummy.

Cerita ini dimulai dengan sebuah rumah yang cukup mewah namun hanya dihuni oleh seorang remaja pria. Namun, rasa cinta yang berlebihan terhadap mantan kekasihnya, membuat pria ini cenderung memiliki kelainan jiwa. Dia sering membiarkan rumahnya dimasuki maling. Bukan tanpa maksud. Setiap maling yang masuk akan dibekuk olehnya dan kemudian dipaksa mengenakan pakaian seksi milik mantan kekasihnya.

Akting natural Sapta Pasta sebagai pemeran utama membawa penonton ke dunia yang lain. Dingin dan tidak berperasaan. Terlebih ketika, dia memaksa korbannya berpose tidak senonoh.

Cukup menarik menyaksikan film-film pendek ini. Terlebih jika kita mengetahui delapan film yang diputar itu sudah ada dalam bentuk ide mulai bulan Juli 2007. Kala itu panitia menggelar acara di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.

Di setiap kota, sekitar 200 pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum mendaftar menjadi peserta dengan modal ide cerita. Mereka mengikuti workshop yang meliputi penyutradaraan film pendek, penulisan naskah populer untuk film pendek, aspek manajemen film beranggaran kecil dan tips teknis untuk membuat film murah.

Film indie dapat berupa film pendek dan film panjang. Namun, PT Karya SET Film (SET Film), rumah produksi penggagas dan pelaksana kegiatan tersebut memilih ranah film pendek.Dari setiap kota, para peserta diseleksi menjadi 50 orang. Untuk penyaringan itu masing-masing harus membuat sinopsis pendek ide cerita dan mempresentasikannya kepada tim produser film yang menilainya dalam tahap Meet the Producers.

Lima puluh peserta terpilih kemudian diseleksi lagi menjadi tinggal 10 orang. Sepuluh peserta tersebut dipecah menjadi dua kelompok, sementara dari 10 ide cerita mereka dipilih dua cerita terbaik. Dua kelompok tersebutlah yang berhak memfilmkan dua ide cerita terbaik itu dengan dana Rp 15 juta per kelompok dari panitia.

Delapan kelompok dengan delapan film pendek akan masuk ke tahap akhir untuk menjadi Best Movie (satu film), Favorite Movie (satu film pilihan penonton lewat SMS), dan Best Jury Prize (satu film terbaik versi dewan juri). Januari 2008 para pemenang lomba itu akan diumumkan.

Delapan film pendek itu adalah Mata Sinar dan Sumbo (Jakarta); Dami Bukan Dummy dan Naughty Matahari (Bandung); 1000 Shura dan Anak-anak itu Terlahir dari Doa (Surabaya), serta Cinta dalam Sepotong Es Krim dan Jalan Kan Kuseberangi (Yogyakarta). [SP/Adi Marsiela]

Published: 13/12/07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...