Berangkat ke Pangandaran, ada acara Pangandaran Tersenyum, Selasa (10/7) kemarin. Di acara itu pemerintah mengundang pengisi acara seperti Naif, Time Bomb, Andi /rif, dan lainnya. Maklum, 17 Juli 2006, atau sehari setelah ada festival layang-layang internasional, Pangandaran dihempas tsunami.
ironis memang, pemerintah mengajak masyarakat atau calon wisatawan datang ke Pangandaran, tapi di sana masih ada sekitar 34 kepala keluarga yang tidur dan hidup di tenda-tenda pengungsian. Lokasi kamp pengungsian itu beberapa ratus meter sebelum gerbang masuk Pangandaran. Serba salah memang, mengajak wisatawan datang agar pelaku pariwisata, tukang pecel, tukang sewain sepeda, papan selancar, tukang pijet, tukang makanan, tukang baju, nelayan, koki, dan lainnya bisa hidup tapi di bagian depan masih ada yang tidak bisa bekerja. Rumah saja tidak ada.
Di sana sempet kenalan sama Slamet. Umurnya 30 tahun, kerjanya dua kali dalam sehari menaiki 37 batang pohon kelapa yang ada di pantai barat. Dia pembuat gula kelapa. Setiap sari yang diambilnya dari tunas dikumpul sebelum dibuat jadi gula. Harganya Rp 5000 per kilogram. Prosesnya sama seperti buat gula aren.
Kenalan sama nelayan yang setelah tsunami ini jarang menjual ikannya ke tempat pelelangan ikan. Kata dia, sesudah tsunami banyak nelayan yang tidak punya modal beli alat tangkap ikan seperti jaring dan sebagainya. Makanya ada tengkulak yang kasih bensin, alat tangkap, buat mereka melaut. hasilnya, ikan dijual ke tengkulak ga ke pelelangan. Padahal kalau ke pelelangan yang dikelola koperasi, hasilnya bisa ditabung buat beli alat penangkap ikan. perahu ga jadi masalah, soalnya pemerintah sudah bantu perahu, kalau ada waktu datang ke sana pasti liat kondisi semrawutnya perahu. di gang-gang juga ada perahu.
yang punya hotel juga aneh. tau masih sedikit yang datang, eh begitu ada masa libur, langsung harga dinaikkin...serba salah emang.
tapi ya seperti itu kondisinya di sana.
Pangandaran memang menarik untuk dikunjungi lagi.
2 komentar: