tag:blogger.com,1999:blog-12086260206540970722024-02-20T14:11:41.903-08:00marsielaadihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.comBlogger60125tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-80127543874823770622015-07-10T03:13:00.001-07:002015-07-10T03:13:14.192-07:00Membongkar Kota dari Pulosari<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3>
Vincent Albert Samoel Rumahloine, 30 tahun punya cara lain membaca
perkembangan Kota Bandung. Lewat 18 foto keluarga di Kampung Pulosari,
RT09/RW15, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Vincent menghadirkan
kenyataan kehidupan di kota yang perputaran uangnya mencapai Rp7,7 triliun
dalam triwulan pertama 2015.</h3>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-hansi-font-family: Cambria;">Foto-foto tersebut dia bingkai dengan tajuk “Family Portrait”. Karya
ini merupakan bagian ke dua dari proyek pribadinya yang dia beri judul “Melainkan
Tentang Kamu”.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Seperti judul pameran
tunggalnya, foto-foto yang Vincent hasilkan memang berupa foto keluarga. Idealnya,
sebuah foto keluarga itu menampilkan keluarga inti dengan senyum di wajah
objeknya. Seiring perjalanannya, lulusan Seni Keramik Fakultas Seni Rupa dan
Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) ini sadar, konsep ideal itu hanya
bayangannya belaka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">“Karena ternyata banyak juga
keluarga yang bermasalah. Ada yang membesarkan anak sendiri, ada yang cerai,
ada yang mengadopsi anak. Ternyata konsep keluarga itu benar-benar cair.
Makanya konsep saya juga berubah,” ujar dosen desain grafis di Institut Teknologi
Harapan Bangsa ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZUlgJtZOLjL98ZDjwvn-H8ZUXKk74lCiKjIm-h6MSuELJOyQcebVUWw8iIcbgdIYAtTk2lhAZ_eAlobY_AHZ_4y4n1CkCgJMlSO2pboCbt1Uk4scUujZnWYmuWr-VsQvaeMTmfD_seFzE/s1600/22+pameran+foto+keluarga-adi4.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZUlgJtZOLjL98ZDjwvn-H8ZUXKk74lCiKjIm-h6MSuELJOyQcebVUWw8iIcbgdIYAtTk2lhAZ_eAlobY_AHZ_4y4n1CkCgJMlSO2pboCbt1Uk4scUujZnWYmuWr-VsQvaeMTmfD_seFzE/s200/22+pameran+foto+keluarga-adi4.jpg" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tengok saja karya favoritnya,
Sarinah dan Agus. Foto itu memperlihatkan Agus yang sedang mencium pipi ibunya.
Foto itu mengambil latar di bawah Jalan Layang Pasteur Surapati. Mata Agus
terpejam saat difoto. Sarinah yang menggunakan hijab seperti hendak menghadiri
pengajian, merespon tindakan anaknya dengan senyum.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">“Itu foto pertama saya di saat
kacau. Hari pertama, tidak ada yang bisa saya foto, tapi kebetulan Agus dan
ibunya bersedia. Waktu itu, saya datang, Agus langsung mencari ibunya. Ada lima
foto, sedang berdiri, duduk, memeluk, dan mencium. Saya ambil yang sedang
mencium,” kata Vincent yang mengenal Agus saat dia tinggal di Pulosari selama
1,5 bulan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Agus, sambung Vincent merupakan
potret salah satu pemuda yang kerap nongkrong di dekat lapangan ujung Kampung
Pulosari. Perkenalannya itu membantu dia dalam proses pengambilan foto. “Saya
ngobrol di sana kalau malam sampai kenal dengan Agus. Dia bilang memang nakal
tapi kalau sudah dimarahin sama ibunya, tidak akan melawan,” tutur Vincent
menirukan Agus. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Buat mengapresiasi karya-karya
Vincent ini, pengunjung harus masuk ke dalam lingkungan Pulosari. Karya-karya,
yang dicetak di atas kertas HVS ukuran A3 dan ditempel hingga berukuran 130x90
sentimeter, itu disebar dan ditempel di dinding rumah yang berdempetan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgESxbyDOM436mycNIkbWIj8zjnkSlcW9ZgEB_0jQzKiavvcrjzBxgJNf2dfAch42mCvpiMAKJEYOpmklP4DWHOOyYFxJhLdlhfvBJV9fhS9Iu1polMiIRp0xGAIOGgBg-ScZ5x7ccfI4Yl/s1600/IMG_0110.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgESxbyDOM436mycNIkbWIj8zjnkSlcW9ZgEB_0jQzKiavvcrjzBxgJNf2dfAch42mCvpiMAKJEYOpmklP4DWHOOyYFxJhLdlhfvBJV9fhS9Iu1polMiIRp0xGAIOGgBg-ScZ5x7ccfI4Yl/s200/IMG_0110.JPG" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Menikmati karya-karya ini
seperti masuk ke dalam labirin di tengah kota. Lembabnya gang yang kurang
terpapar matahari, aroma ikan asin, suara anak-anak kecil riuh rendah
berkejaran, serta jemuran yang ada di depan mata merupakan bagian dari
pengalaman mengapreasi pameran ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">“Sengaja biar yang datang juga
harus berinteraksi dengan masyarakat. Ya punten-punten kalau lewat karena
memang seperti itulah kehidupan di sini. Kalau pameran di galeri, mungkin
orang-orang di sini bingung harus seperti apa. Tapi biar saja orang-orang yang
biasa ke galeri datang ke sini. Biar tidak ada batas atau rasa sungkan,” kata
Vincent.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjn6vqBWri8F3EvDxNHZGvHhk8aWY50HsIUGvp5B5Otpz6PHfl3kdUEqd1Aj-4l98exjXYJsqosuI73iBaPcvOSZLVFXcMfmz-ZFMdVHIZR0xoGEoQeB62wWSua2AAOxfQUvtMBvRDFdQfy/s1600/22+pameran+foto+keluarga-adi2.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em; text-align: justify;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjn6vqBWri8F3EvDxNHZGvHhk8aWY50HsIUGvp5B5Otpz6PHfl3kdUEqd1Aj-4l98exjXYJsqosuI73iBaPcvOSZLVFXcMfmz-ZFMdVHIZR0xoGEoQeB62wWSua2AAOxfQUvtMBvRDFdQfy/s320/22+pameran+foto+keluarga-adi2.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Salah satu contohnya adalah foto
Neng dan Nunung, anaknya. Kedua perempuan ini berpose di ujung dapur yang juga
bagian dari ruang keluarga, sekaligus ruang tamu dan tempat tidurnya. Makanya
jangan heran kalau ada baso goreng yang menjadi barang jualan mereka, colokan
listrik, kalender dari partai politik hingga poster film animasi Frozen di
latar belakang fotonya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Rata-rata rumah di Pulosari
memang seperti itu karakternya. Memanfaatkan ruang semaksimal mungkin. Meski
demikian, mayoritas objek yang difoto oleh Vincent memberikan senyuman malah
sampai ada yang kelihatan giginya. “Saya perlihatkan foto-foto yang akan saya
perbesar. Warga yang memilih sendiri. Sama seperti lokasi penempelan foto itu
dibantu kawan-kawan Karang Taruna dan komunitas di sini,” imbuh Vincent,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Pilihan warna hitam putih
seperti hasil fotokopi. Lokasi pemasangan foto yang dibiarkan terpapar hujan
atau sinar matahari, mendekatkan karya-karya ini pada keseharian masyarakat di
sana. Foto-foto itu rentan jika tidak ada yang menjaga. Sementara masyarakat di
sana terbukti bisa mempertahankan diri dari berbagai dinamika kehidupan di
kota. Namun bukan berarti peran serta pemerintah tidak diperlukan untuk
membantu warga di sana. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Perlu proses tiga bulan bagi Vincent
buat mendapatkan foto-foto itu. Satu persatu pintu rumah dia sambangi. Bersama
Erna Susilawati, warga Pulosari sekaligus rekan Vincent di komunitas Rumah
Cemara, mereka menceritakan proyeknya dan meminta kesediaan keluarga di sana
untuk diabadikan momennya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">“Tidak semua juga bersedia. Ada
yang alasan keluarga sedang tidak lengkap, ada juga yang sedang ribut, jadi
kita menyingkir saja,” kenang Vincent dibenarkan Erna. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF_J10xFkUa1O9tTSr9xuk50z8WPdgqQaGedTbjzgPizCMLIX7GJOe8ZmSKY9y5Bm6EASxps1xUy4gbv7Bz-w69Ehd-Av_73EUEYq2Ixga9zoQc7t9t6DwP6sLxr3j_tGLb882pHAc-5dF/s1600/22+pameran+foto+keluarga-adi3.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF_J10xFkUa1O9tTSr9xuk50z8WPdgqQaGedTbjzgPizCMLIX7GJOe8ZmSKY9y5Bm6EASxps1xUy4gbv7Bz-w69Ehd-Av_73EUEYq2Ixga9zoQc7t9t6DwP6sLxr3j_tGLb882pHAc-5dF/s200/22+pameran+foto+keluarga-adi3.jpg" width="200" /></a><span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Perkenalan Vincent dengan tempat
itu sudah berlangsung sejak 11 tahun silam. Saat itu, Jalan Layang
Pasteur-Surapati baru berdiri. Berbekal kamera pinjaman dari kakaknya,
mahasiswa baru ini berkeliling mencari objek foto<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> human interest.</i> “Dari sana mulai tertarik sampai akhirnya bisa
berkegiatan lagi di sini,” ungkap Vincent mengenang perjalanannya menjadi
relawan Rumah Cemara, organisasi berbasis komunitas yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS dan pecandu narkoba sejak tahun 2012 lalu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kawasan Pulosari sebuah wilayah
di dekat pusat kota yang beresiko untuk penyebaran HIV/AIDS dan obat-obatan
terlarang. Makanya tidak heran jika pada masa lalu, kolong jalan layang itu
terkenal sebagai daerah pencurian, perjudian, hingga tawuran.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: "Helvetica Neue"; mso-hansi-font-family: Cambria;">Inisiatif masyarakat yang
membentuk komunitas guna menjaga lingkungan seperti Komunitas Kuya Gaya juga
menarik perhatian Vincent. Apresiasinya itu dia sampaikan lewat karya berukuran
17x2,5 meter di bantaran Sungai Cikapundung. Karya itu memuat foto, setengah
badan, tujuh orang pegiat komunitas di sana seperti </span><span style="color: #343434; mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: Times; mso-hansi-font-family: Cambria;">Mang Han, Mang Ebek, Dian, Geboy, dan Jojo. “Mereka luar biasa.
Membersihkan sungai dan berkegiatan yang intinya menggalang kepedulian anak
muda, buat saya ini inspirasi,” imbuh Vincent. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #343434; mso-ascii-font-family: Cambria; mso-bidi-font-family: Times; mso-hansi-font-family: Cambria;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsuXekIdeysXw95OH4eYl5RGr-qfEgcC4Q_iDfCRhj4kLNgnVDuMP00NLSqLovWIEkcugux26qOeN79uZOYAXrM3xEX2_Wt9l0hd33mhkbPSYk_6YMyH8-3HWdOURVljUxnNufXCEwB-Kz/s1600/22+pameran+foto+keluarga-adi1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsuXekIdeysXw95OH4eYl5RGr-qfEgcC4Q_iDfCRhj4kLNgnVDuMP00NLSqLovWIEkcugux26qOeN79uZOYAXrM3xEX2_Wt9l0hd33mhkbPSYk_6YMyH8-3HWdOURVljUxnNufXCEwB-Kz/s200/22+pameran+foto+keluarga-adi1.jpg" width="200" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_vTcjNlcYjWu8_FR5y2i97JGlfvYJ1iaeOD3AYRU_yuasDx7-30kemGchCKWtblRPP-_IOIqzrooYZCKbYKfngSKleOn8B2zXW1TQEY-QgdaYYgtIIMqlwZv9DgGfvMjhyAw0h8HYTYmo/s1600/22+pameran+foto+keluarga-adi5.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_vTcjNlcYjWu8_FR5y2i97JGlfvYJ1iaeOD3AYRU_yuasDx7-30kemGchCKWtblRPP-_IOIqzrooYZCKbYKfngSKleOn8B2zXW1TQEY-QgdaYYgtIIMqlwZv9DgGfvMjhyAw0h8HYTYmo/s200/22+pameran+foto+keluarga-adi5.jpg" width="200" /></a>Pameran ini sedianya digelar hingga hari Sabtu, tanggal 20 Juni 2015
lalu. Namun Vincent menyerahkan semuanya kepada warga di sana. Karena sebelum
pameran selesai juga, sudah ada beberapa foto yang berpindah dari dinding di
luar jadi masuk ke dalam rumah. “Mungkin mau dikoleksi, bebas-bebas saja,” kata
Vincent yang salah satu fotonya dipamerkan dalam ajang <span style="color: #1d1d1d;">OFFM Public Art Panels, Frankfurt, Germany saat
ini. </span>[Adi Marsiela]</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-22751585442883286752015-02-24T10:00:00.000-08:002015-02-24T10:00:03.881-08:00Sengkarut Sampah Kota Kembang-bagian 5-Habis<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Times, Times New Roman, serif; font-size: large;"><b>Solusi Terbaik Kurangi dan Olah Sampah dari Sumbernya<o:p></o:p></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgDuY7AzK1dSlwaQBQKWg9NxFQ9URzFySrN7WPb0bC_obRc3BHNnIZqLQ8l57ixE0As2V4Eyr7jKB9lhjolr6p7cToslUhr-vNNlnjbsF-5VKJgLqsHzTjlN4IGWiP4DclYECV0qG96tJC/s1600/29+pengolahan+sampah+ITB-arya1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgDuY7AzK1dSlwaQBQKWg9NxFQ9URzFySrN7WPb0bC_obRc3BHNnIZqLQ8l57ixE0As2V4Eyr7jKB9lhjolr6p7cToslUhr-vNNlnjbsF-5VKJgLqsHzTjlN4IGWiP4DclYECV0qG96tJC/s1600/29+pengolahan+sampah+ITB-arya1.jpg" height="213" width="320" /></a><span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Senin, 27 Oktober 2014 lalu, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil baru
saja meresmikan biodigester dan air siap minum di Gang Simpang, tepatnya dekat
kantor RW07, Kelurahan Babakan Surabaya, Kecamatan Kiaracondong, Bandung.
Biodigester berskala kelurahan itu mampu mengolah sampah organik, sejenis
sayur-sayuran dan sisa makanan menjadi gas metan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat peresmian, wali kota yang berlatar belakang arsitek
profesional ini sempat menyaksikan ibu-ibu yang memasak memakai gas metan
tersebut. “Alhamdulillah peresmian ini sebagai masa depan Kota Bandung, di mana
sampah dan air hujan dapat dimanfaatkan,” kata Ridwan usai peresmian.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Biodigester yang bisa menampung sampah hingga 20 kubik ini
rencananya bakal dibuat di 151 kelurahan di seluruh wilayah kota. Harapannya,
masyarakat bisa mengelola sampah semenjak dari sumbernya. Sampah yang
dimasukkan ke dalam kubah, berbentuk setengah bola di bagian atasnya ini, akan
menghasilkan gas metan yang bisa dipakai untuk memasak atau energi listrik.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Wakil Wali Kota Bandung Oded M. Dahnial menyatakan pihaknya
sudah menganggarkan dana Rp6 miliar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Perubahan 2014 untuk pengadaan biodigester berkapasitas 20 ton per hari
tersebut. Harapannya, alat pengolah sampah itu bisa disebar di setiap kecamatan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selain itu, sambung dia, pihaknya akan membagikan biodigester
yang lebih kecil dengan harga Rp10 juta hingga Rp20 juta per unit.
Alat-alat tersebut akan disebar ke 9.691 satuan rumah tangga di Bandung.
Harapannya, masyarakat bisa melakukan pengolahan sampah organik sejak dari
tingkat rumah tangga.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Upaya ini merupakan salah satu alternatif untuk mengelola sampah
di Bandung. Namun, pendekatan tersebut perlu dipikirkan keberlanjutannya.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat SP melihat langsung biodigester di Gang Simpang, dua hari
setelah peresmian oleh wali kota, tidak ada kegiatan pemilahan apalagi
pencacahan sampah organik di sana. Sambungan pipa gas yang sebelumnya dipakai
untuk bahan bakar memasak tergantung. Tidak ada lagi sambungan ke kompor untuk
ibu-ibu memasak apalagi ke rumah warga.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ketua RW 07, Kelurahan Babakan Surabaya, Iwan Setiawan, 47
tahun, mengatakan, fasilitas biodigester yang diberi cuma-cuma oleh Dinas Tata
Ruang Cipta Karya Kota Bandung itu memang belum dimanfaatkan secara maksimal.
“Selain itu belum ada nilai ekonomisnya,” kata Iwan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sederhananya, ungkap Iwan, selama biodigester belum bisa
memberikan nilai tambah ekonomi buat operator atau orang yang mengelolanya,
maka fasilitas itu tidak akan digunakan secara maksimal oleh masyarakat. “<i>Mending
</i>mengerjakan hal lain yang jelas ada uangnya buat menutupi kebutuhan
sehari-hari,” kata Iwan sembari menambahkan saat ini ada dua operator di
biodigester tersebut.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gas metan yang keluar dari biodigester itu memang bisa untuk
menyalakan genset berdaya 2.000 watt. Namun sebagian besar dayanya digunakan
untuk mengoperasikan biodigester. “Sementara buat gas belum optimal karena
tidak tersambung langsung ke warga. Seandainya tersambung juga hanya bisa
beberapa rumah saja. Mau ada nilai ekonomi dari mana?” ungkap Iwan lagi.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beda lubuk beda pula ikannya. Beda lokasi biodigester, beda pula
hasilnya. Salah satu biodigester yang sudah berjalan pengelolaan sampahnya ada
di RW 11 Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal. Lokasinya tidak jauh dari
Trans Studio Mal.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Kusmianti, 39 tahun, pengelola di sana mengungkapkan,
pengolahan sampah organik untuk menjadi pupuk bisa berjalan dengan baik di
sana. Namun untuk pemanfaatan gasnya, perlu ada perbaikan. “Biodigester ini
sudah ada sejak tahun 2010. Pemberian CSR dari bank,” kata Dewi.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Keberadaan biodigester itu, sambung Dewi, bisa menampung sampah
organik untuk kebutuhan satu RW atau 824 kepala keluarga. Setiap hari bisa
terkumpul minimal 150 kilogram sampah organik di sana.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setiap hari ada dua petugas yang berkeliling mengambil dan
kemudian mengolah sampah tersebut. Mereka dibayar Rp475 ribu per bulan. Uang
gaji mereka berasal dari iuran warga. Setiap rumah tangga wajib membayar Rp2
ribu setiap bulan. Apabila memiliki sambungan listrik harus membayar tambahan
Rp3 ribu untuk retribusi sampah. “Mereka berdua bisa dapat uang tambahan dari
sampah-sampah non organik seperti kemasan air mineral,” ujar Dewi yang
memberikan pupuk cair hasil olahan biodigester secara cuma-cuma kepada yang
membutuhkan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Upaya paling penting dari kegiatan ini adalah memilah sampah
sejak dari rumah. Indriyani Rachman, seorang mahasiswa program PhD di Course of
Environment and Resources Systems di Graduate School of Environmental
Engineering, The University of Kitakyushu, Jepang menyatakan, konsep pemilahan
sampah serupa berlangsung di kota tempat dia belajar.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Meski harus berakhir di insenerator, sambung Indriyani, sampah
dari masyarakat itu hampir 90 persen bisa didaur ulang. “Tidak musti berakhir
di pembakaran. Di beberapa negara lain , ada yang menggunakan controlled
landfill juga. Tentunya dengan kedisiplin nan tinggi,” kata Indriyani lewat
surat elektroniknya.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Masyarakat di Kitakyushu, sambung Indriyani, awalnya memang tidak
memiliki kesadaran tentang lingkungan. Kesadaran bermula dari para ibu rumah
tangga yang merasa polusi udara serta air di kotanya memburuk sejak pendirian
pabrik baja pada tahun 1901.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Berbekal kekhawatiran terhadap kesehatan suami dan anak-anaknya,
para ibu-ibu di sana mendesak pemerintah dan pemilik pabrik untuk memperbaiki
kondisi tersebut. Setelah 30 tahun berbenah, Kota Kitakyushu berubah menjadi
bersih dan memiliki sarana pengelolaan limbah dan sampah yang sangat maju.
Namun, sambung Indriyani, inti dari perubahan itu berawal dari tanggungjawab
masyarakat untuk memelihara lingkungannya.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat ini, pengolahan sampah di sana diawali dengan memilah
sampah organik, plastik kemasan, botol plastik, dan sampah kaca serta kaleng.
Setiap jenis sampah itu diangkut dalam waktu yang berbeda. Sementara untuk
buku, majalah, dan koran bekas disetor ke pusat pembelajaran kelurahan atau
dikumpulkan di taman dekat rumah, seminggu sekali pada hari Sabtu.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untuk pengolahan sampah anorganik, pemerintah menggandeng 27 jenis
pabrik yang berbeda-beda. Semuanya dimiliki swasta namun tetap dikontrol
pemerintah. Konsep ini disebut <i>ecotown</i>.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menyoal penggunaan insenerator atau tungku pembakaran sampah,
Indriyani mengungkapkan, pemerintah punya empat instalasi. Sampah yang masuk ke
insenerator adalah sampah yang tidak dibawa ke <i>ecotown</i>.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“<i>Incinerator</i> ini sepenuhnya dipantau oleh pemerintah dan
pusat reseach dari 4 universitas, yang terus menerus mencari inovasi baru.
Dengan berbagai penelitian dan hasil terbaik, saat ini asap yang dikeluarkan
oleh <i>incinerator</i> benar benar asap yang ramah lingkungan . sedangkan gas
dioxin nya disaring dan dimasukan ke adalam tabung dan dipindahkan ke pabrik
pengolahan limbah gas. Jadi tidak ada asap yang mengotori udara kota. Tentunya
ini menggunakan teknologi yang canggih,” tambah Indriyani.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:DocumentProperties>
<o:Revision>0</o:Revision>
<o:TotalTime>0</o:TotalTime>
<o:Pages>1</o:Pages>
<o:Words>1072</o:Words>
<o:Characters>6114</o:Characters>
<o:Company>AJI Bandung</o:Company>
<o:Lines>50</o:Lines>
<o:Paragraphs>14</o:Paragraphs>
<o:CharactersWithSpaces>7172</o:CharactersWithSpaces>
<o:Version>14.0</o:Version>
</o:DocumentProperties>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]-->
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>JA</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="276">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]-->
<!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Cambria;
mso-ascii-font-family:Cambria;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Cambria;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<!--StartFragment-->
<!--EndFragment--><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="color: #1a1a1a;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pengolahan
sampah paling baik memang melibatkan seluruh masyarakat. Karena sampah bukan
hanya urusan pemerintah belaka. Untuk memulainya juga cukup mudah. Bijaksana
dalam mengonsumsi dan memilah sampah sejak dari rumah kita masing-masing.</span></span><o:p></o:p></div>
<div id="__if72ru4sdfsdfrkjahiuyi_once" style="display: none;">
</div>
<div id="__hggasdgjhsagd_once" style="display: none;">
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-52908667440094485042015-02-23T10:00:00.000-08:002015-02-23T10:00:01.060-08:00Sengkarut Sampah Kota Kembang-bagian 4<div style="font-family: Cambria; text-align: center;">
<b>Peluang Terbesar Membatalkan PLTSa</b></div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Wali Kota Bandung Ridwan Kamil masih bimbang dan ragu menentukan cara untuk mengatasi sampah di kotanya. Bola panas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kawasan Gedebage, kini ada di tangannya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Istilah PLTSa itu sebenarnya muncul dari Dada Rosada, Wali Kota Bandung periode 2008-2013. Tidak ada yang keliru dengan pembangkit listrik berbahan baku sampah. Pengolahan sampah menggunakan teknologi biodigester yang memanfaatkan proses gasifikasi dari sampah organik juga bisa dimanfaatkan sebagai energi listrik. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Namun pilihan teknologi insenerator atau pembakaran sampah untuk 2,5 juta jiwa masyarakat Kota Bandung sudah ‘dikunci’ pada pengajuan teknologi dari Hangzhou Boiler Group. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Semua ini berawal dari tawaran Pemerintah Kota Bandung yang membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk menangani sampah pada tahun 2005 silam, selepas peristiwa longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tawaran pengelolaan sampah itu mendapatkan tanggapan dari 16 perusahaan swasta serta lembaga swadaya masyarakat. “Macam-macam tawarannya tapi tidak ada insenerator waktu itu,” kata Enri Damanhuri, Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung yang diminta tim penilai terkait berbagai tawaran teknologi itu. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Enri mengaku dalam prosesnya, tim penilai mendapatkan titipan PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) sebagai salah satu peserta. Padahal perusahaan tersebut sama sekali tidak hadir saat diundang mempresentasikan teknologi pengelolaan sampah yang ditawarkannya. “Jadi kami tidak bisa merekomendasikan,” ujarnya. </span></div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px; min-height: 14px;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfHd4Luj3Uy_U17ypO9ORkJfdWPxZvjx0mV0L8BwfgCUWaJ1JNc3cKVqOEzI1J6opsHLzEMkwliXe4kS-2npdt4H9ayMsl1WJwnOuZia4bvOQtlQr68GSgv01ew938b0gNpjLcKBb_DZKU/s1600/31+konsorsium+bril-adi5.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfHd4Luj3Uy_U17ypO9ORkJfdWPxZvjx0mV0L8BwfgCUWaJ1JNc3cKVqOEzI1J6opsHLzEMkwliXe4kS-2npdt4H9ayMsl1WJwnOuZia4bvOQtlQr68GSgv01ew938b0gNpjLcKBb_DZKU/s1600/31+konsorsium+bril-adi5.jpg" height="213" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Belakangan, Pemerintah Kota Bandung malah menandatangani nota kesepahaman tentang rencana pengolahan sampah menjadi energi listrik dengan PT BRIL pada tanggal 21 September 2005. “Waktu itu memang ada 16 pengusul, diseleksi lalu menjadi 9 pengusul, selanjutnya menjadi 3 pengusul dan membentuk konsorsium PT BRIL,” kata Direktur Utama PD Kebersihan Cece Iskandar merujuk kesepakatan tersebut. </span></div>
<br />
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dada Rosada lantas menerbitkan Surat Keputusan Walikota Bandung No: 658.1/kep.010-BAPPEDA/2012 tentang Penetapan Badan Usaha Pemrakarsa dan Pemberian Kompensasi Dalam Rangka Rencana Kerjasama Pembangunan Infrastruktur PSBTRL (pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan) melalui Mekanisme Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha pada tanggal 3 Januari 2012. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Surat keputusan ini guna melegitimasi masuknya dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Bandung untuk pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah. Buntutnya, Pemerintah Kota Bandung harus mengadakan lelang. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Enri mengaku tidak tahu sama sekali mengenai proses tersebut. Padahal, dia adalah salah seorang yang diminta memeriksa studi analisis mengenai dampak lingkungan terkait dampak pembangunan PLTSa oleh PT BRIL.</span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Proses lelang itu diikuti 18 dari 26 perusahaan yang mengambil dokumen prakualifikasi. Beberapa perusahaan yang ikut proses ini, antara lain, CTCI Corporation. LTD, PT Godang Tua Jaya, PT GS Engineering Construction, PT JFE Engineering Indonesia, PT Navigat Organic Energy Indonesia, PT Sound Environment Resources Co., Ltd., dan PT BRIL. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Para peserta harus melewati proses penilaian administrasi, komposisi peserta, bisnis, keuangan, dan masalah teknis. Selepas itu muncul tiga perusahaan hasil prakualifikasi, masing-masing, Sound Environment Resources Co, Ltd., PT. BRIL, dan CTCI Corporation. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah melalui proses panjang, Pemerintah Kota Bandung akhirnya menetapkan konsorsium PT BRIL dan Hangzhou Boiler Group sebagai pemenang lelang. Penetapan itu tercantum dalam Surat Panitia Pengadaan Badan Usaha Nomor:95/PL-TPSBTRL/VII/2013 perihal Laporan Hasil Evaluasi, tentang usulan penetapan pemenang lelang. Surat tersebut muncul pada bulan Juli 2013. Tender proyek ini diumumkan pada tanggal 23 Juli 2013 lalu lewat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.</span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Terkait proses ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik persaingan usaha tidak sehat. “Kami sedang periksa. Masuknya dari proses tender. Tidak bisa mengeluarkan pernyataan, masih terlalu dini (untuk menyatakan pelanggaran),” kata Ketua KPPU, M. Nawir Messi di Bandung bulan Oktober lalu. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">KPPU juga sudah memanggil Wali Kota Bandung periode 2013-2018, Ridwan Kamil untuk dimintai keterangannya. “Dimintai keterangan dari jam 1 sampai 5 sore,” tambah Messi yang mengundang saksi-saksi ahli untuk melihat proses tender tersebut dari berbagai sudut pandang, termasuk soal penetapan harganya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Indikasi korupsi dalam lelang ini menguat setelah Wali Kota Bandung Dada Rosada yang menggelar proses lelang ini menjadi terpidana kasus suap hakim terkait penyalahgunaan dana bantuan sosial Kota Bandung di masa kepemimpinannya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Satu-satunya upaya yang memiliki peluang paling besar guna membatalkan pembangunan PLTSa adalah keputusan KPPU. Messi membenarkan hal itu. “Bisa saja kalau ditemukan persaingan usaha tidak sehat,” tegas Messi. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menyoal pilihan teknologi, Guru Besar Lingkungan Hidup dari Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah hanya mencantumkan pemrosesan akhir sampah bisa dilakukan dengan teknologi ramah lingkungan. “Tanpa dijelaskan apakah itu incinerator, sanitary landfill yang penting ramah lingkungan. Apapun itu harus ramah lingkungan,” kata Asep. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pemerintah Kota Bandung saat ini sudah memiliki tiga peraturan daerah yang membahas pengolahan sampah. Dalam Peraturan Daerah nomor 09 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah sama sekali tidak menyinggung perihal PLTSa. Hal serupa terlihat dalam Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 14 tahun 2010 tentang Belanja Jasa Pengolahan Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan Melalui Mekanisme Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Satu-satunya aturan yang mendukung PLTSa itu hanyalah Peraturan Daerah no 18 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011-2013. Dalam pasal 77 disebutkan Kota Bandung akan mewujudkan sistem jaringan energi salah satunya dengan membangun prasarana listrik yang bersumber dari energi alternatif sampah di Gedebage. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Jika kita telaah peraturan daerah yang ada menekankan pengelolaan sampah itu harus berbasis reduse, reuse, dan recycle. Sampah ke TPA (tempat pemrosesan akhir) harus sekecil mungkin,” kata Asep. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Terkait adanya klausul pembangunan prasarana listrik yang bersumber dari energi alternatif sampah, Asep mengungkapkan, masyarakat bisa meminta wali kota untuk memperhatikan aspek dampak lingkungan yang mungkin timbul apabila PLTSa itu dibangun dan digunakan. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sekarang memang masih belum terjadi, tapi bisa diminta untuk dibatalkan karena potensi kerugian yang mungin timbul. Jadi konsepnya mencegah terjadi kerugian yang lebih besar,” papar Asep. </span></div>
<br />
<div style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 12px; min-height: 15px;">
<br /></div>
<div id="__if72ru4sdfsdfrkjahiuyi_once" style="display: none;">
</div>
<div id="__hggasdgjhsagd_once" style="display: none;">
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-66397447664663258242015-02-22T10:00:00.000-08:002015-02-22T10:00:04.441-08:00Sengkarut Sampah Kota Kembang-bagian 3<div style="font-family: Cambria; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEyPEO5nr0sTPgMD58NpY5D4RJ1bB6z97IfzGo_OO0OpZMn91sanB1_mKy-9Ch5UIcGm2OHPRZAcol9dEmPVshU3qv8TG4D4_7bqo4i0-Eos_JHHaC1tbkXhzb_orZUOVIuei7lQdN6m3L/s1600/31+tolak+PLTSa-adi3.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; font-size: 12px; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEyPEO5nr0sTPgMD58NpY5D4RJ1bB6z97IfzGo_OO0OpZMn91sanB1_mKy-9Ch5UIcGm2OHPRZAcol9dEmPVshU3qv8TG4D4_7bqo4i0-Eos_JHHaC1tbkXhzb_orZUOVIuei7lQdN6m3L/s1600/31+tolak+PLTSa-adi3.jpg" height="320" width="213" /></a><b><span style="font-size: large;">Pembakaran Sampah Meracuni Warga</span></b></div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px; min-height: 14px;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Kamis, 29 November 2007, aparat Pemerintah Kota Bandung mengukur dan mematok lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Kelurahan Rancanumpang, Gedebage, Bandung. Lokasinya di samping Komplek Griya Cempaka Arum. Pengukuran dan pematokan itu berjalan lancar tanpa gangguan selama dua hari. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Pada hari terakhir, saat malam hari, warga mencabuti dan membakar patok-patok tersebut. Dwi Retnastuti, sekarang 45 tahun, masih ingat kejadian malam itu. “Itu puncak-puncaknya menolak PLTSa. Beberapa warga dipanggil polisi dengan tuduhan mencuri patok,” katanya saat berbincang dengan SP akhir Oktober lalu. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Ibu dari dua anak ini juga sempat menggalang kaum ibu dari sekitar kompleknya untuk membentangkan spanduk penolakan hingga menggelar doa bersama agar proyek itu dibatalkan. Aksi serupa mereka lakukan pada hari Rabu, tanggal 21 Mei 2008 saat Wali Kota Bandung Dada Rosada melakukan prosesi peletakan batu pertama pembangunan sarana olahraga Gedebage. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Rena, demikian dia biasa disapa, yang saat aksi masih menggendong Rafi Taftanzani, putra bungsunya sempat dibawa ke kantor polisi akibat aksi ini. “Saya ditanya-tanya maksud dan tujuannya apa? Ya sudah jelas, menolak PLTSa,” kata dia. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Perempuan yang aktif sebagai Ketua Forum Kader Lingkungan ini percaya pengelolaan sampah tidak mesti dengan cara dibakar lantas menghasilkan energi listrik. “Saya juga tidak percaya teknologinya aman,” tegas Rena.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Pemerintah Kota Bandung sebelumnya sudah menetapkan Konsorsium PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) dengan Hangzhou Boiler Group sebagai pemenang lelang pengelolaan sampah Kota Bandung. Konsorsium ini menawarkan teknologi pembakaran sampah yang bisa menghasilkan energi listrik sebesar 7 megawatt. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Bian Jun, insinyur Hangzou Boiler Group memaparkan, teknologi pengelolaan sampah yang mereka tawarkan bisa menangani sampah yang tidak terpilah dengan baik. Pembakaran sampah mereka akan menggunakan panas 850 derajat celcius dengan harapan menghasilkan energi kalor yang cukup untuk diubah menjadi energi listrik.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
“Kami sudah memasok peralatan pembakaran sampah untuk 56 instalasi pembangkit listrik tenaga sampah di Tiongkok. Dari jumlah itu, sekitar 40 instalasi sudah beroperasi,” ungkap Jun saat memaparkan teknologinya di hadapan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, bulan Oktober 2014 lalu.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Komposisi sampah di Kota Bandung sekitar 70 persen merupakan sampah organik atau sampah basah. Karakter sampah basah itu tingkat kelembabannya tinggi serta nilai kalorinya rendah. Apabila energi kalornya tidak dijaga, maka target listrik yang dihasilkan tidak akan tercapai. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Pada sisi lain, apabila suhu pembakaran lebih rendah dari 800 derajat celcius, maka sampah-sampah itu malah akan menimbulkan dioksin, sekelompok senyawa yang bersifat racun dan diketahui secara nyata sebagai faktor pemicu kanker. Apabila dioksin itu sudah lepas ke udara, maka senyawa tersebut bisa berpindah tempat tanpa ada batasannya. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
The US Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1994 menyatakan dioksin merupakan senyawa organik paling beracun yang pernah manusia ketahui. Pengaruhnya sangat negatif terhadap resiko kesehatan bahkan dengan dosis yang sangat kecil yaitu 10-15 ppt (part per trillion), yang terakumulasi selama hidup. Berdasarkan hal tersebut, EPA menetapkan ambang batas dioksin yang diizinkan dalam tubuh manusia adalah sekitar 0,006 pikogram (seper juta-juta gram) per kilogram berat badan, atau sekitar 0,40 pikogram untuk seorang dewasa.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
International Agency for Research on Cancer pada World Health Organization yang melakukan evaluasi dampak dioksin pada manusia dan hewan sejak tahun 1997 hingga 2007 membuat peringatan akan efek samping senyawa tersebut. Dioksin berbahaya bagi kesehatan tubuh. </div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaHX_psNOsP-MihkRSJ7mh0nqOmLRunVX41wiJeI2YD2rtY3zPULXjxu4S5wVs0512FytTRy6_6cNhyphenhyphenYjMx3In7beFcqgvfOTAn59LVBBe0hk1HwaJv_J_0JkLgu25hqhOl9bcSt50Ma1G/s1600/31+tolak+PLTSa-adi4.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaHX_psNOsP-MihkRSJ7mh0nqOmLRunVX41wiJeI2YD2rtY3zPULXjxu4S5wVs0512FytTRy6_6cNhyphenhyphenYjMx3In7beFcqgvfOTAn59LVBBe0hk1HwaJv_J_0JkLgu25hqhOl9bcSt50Ma1G/s1600/31+tolak+PLTSa-adi4.jpg" height="213" width="320" /></a>Yuyun Ismawati, anggota Global Alliance on Incinerator Alternatives menyoroti kemungkinan terjadinya pengelolaan pembakaran sampah yang tidak cermat di Indonesia dalam penggunaan insenerator tersebut. Menurut dia, Pemerintah Kota Bandung jangan membandingkan penerapan insenerator di Singapura dan Jepang. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
“Kita sendiri belum punya aturan-aturan baku mutu apa yang harus diikuti. Kalau mau buat insenerator di Bandung, mau memantau udaranya bagaimana? Baku muku mana yang harus diikuti? Kementerian Lingkungan Hidup juga belum ada panduan atau baku mutu dari insenerator sampah, yang ada baru industri dan batu bara. Padahal Keluaran abu (pembakaran) itu masuk kategori (limbah) B3 (bahan berbahaya dan beracun),” tegas Yuyun. </div>
<div style="font-family: 'Times New Roman'; min-height: 15px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Pengukuran kadar dioksin, sambung Yuyun, harus berjalan 24 jam setiap hari tanpa terputus. “Karena bakar sampah juga setiap hari,” urai Yuyun sembari menambahkan laboratorium untuk memeriksa kadar dioksin itu belum ada di Indonesia. </div>
<div style="font-family: 'Times New Roman'; min-height: 15px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Menyoal kekhawatiran pencemaran, Bian Jun menyatakan teknologi yang digunakan Hangzhou Boiler menjamin tidak akan ada pencemaran. Mereka akan memasang penyaring sehingga abu terbang dan gas buang sisa pembakaran benar-benar bebas polusi. “Sampah di Tiongkok dan Indonesia itu serupa, kami sudah bisa mengatasinya,” kata Jun lagi. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Menariknya, biaya pengolahan sampah yang mereka tawarkan ini lebih rendah dari rata-rata biaya pengolahan sampah di negara-negara lain yang menggunakan insenerator. PT BRIL bersama Hangzhou Boiler Group dalam dokumen penawaran lelangnya mematok tipping fee atau biaya pengolahan sampah sebesar Rp350 ribu per ton. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Enri Damanhuri mempertanyakan hal tersebut. “Rata-rata tipping fee untuk insenerator di luar negeri itu minimum 70 dolar Amerika untuk setiap tonnya. Kalau ini kenapa bisa lebih murah?” ungkap Enri yang hadir dalam presentasi Hangzhou Boiler Group di Aston Primera Hotel, Bandung. </div>
<div style="font-family: 'Times New Roman'; min-height: 15px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Enri secara pribadi tidak menolak penggunaan teknologi insenerator untuk pengelolaan sampah di Kota Bandung. “Ini ibarat kita mau menuju suatu tempat. Kita mau pakai Bajaj atau mau pakai Mercedez. Sama-sama sarana transportasi, tinggal mau pilih yang mana? Kalau saya pilih yang benar-benar bagus,” kata Enri. </div>
<div style="font-family: 'Times New Roman'; min-height: 15px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Sebagai warga yang tinggal berdekatan dengan lokasi calon PLTSa, Rena benar-benar berharap Pemerintah Kota Bandung mau memperhatikan kerisauan warga. “Penolakan ini tetap akan saya lakukan sampai batas maksimal yang bisa saya lakukan. Karena masih ada cara lain untuk mengelola sampah dengan baik,” kata Rena yang kerap didiamkan suaminya jika sudah pulang malam selepas konsolidasi dengan rekan-rekannya terkait penolakan PLTSa. </div>
<br />
<br />
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px;">
<br /></div>
<div id="__if72ru4sdfsdfrkjahiuyi_once" style="display: none;">
</div>
<div id="__hggasdgjhsagd_once" style="display: none;">
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-3702179973402843542015-02-21T10:00:00.000-08:002015-02-21T10:00:03.780-08:00Sengkarut Sampah Kota Kembang-bagian 2<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic9ksJczwlHXDRzfGF1ge1QfarzFJnNdCO75XPMgmylcvbLh2A4ras5FIOqBK18K9cHjJtqaqm7t400SEh6MRTtaEavPcXCMeFQ7aFMZs77zm1kbVDyLFYaJMAVWpdNvqMqB2LY8dlyLPJ/s1600/anak+di+TPA-adi3.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic9ksJczwlHXDRzfGF1ge1QfarzFJnNdCO75XPMgmylcvbLh2A4ras5FIOqBK18K9cHjJtqaqm7t400SEh6MRTtaEavPcXCMeFQ7aFMZs77zm1kbVDyLFYaJMAVWpdNvqMqB2LY8dlyLPJ/s1600/anak+di+TPA-adi3.jpg" height="213" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: center;">
<b><span style="font-size: large;">Bandung Baru Sebatas Bersih di Mata</span></b></div>
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pemerintah Kota Bandung berniat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai upaya pengelolaan sampah bagi 2,5 juta penduduknya. Rencana ini mendapatkan penolakan dari aktivis lingkungan hidup dan warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan PLTSa. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Meski mendapatkan penolakan, pemerintah kota tidak bergeming. Mereka tetap maju dan sukses menggagas kerjasama pemerintah dan swasta atau <i>public privat partnership</i> (PPP) untuk membangun PLTSa di kawasan Gedebage, Bandung. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Wali Kota Bandung Ridwan Kamil hingga saat ini belum mengambil keputusan terkait pembangunan PLTSa tersebut. Dia masih mempertimbangkan banyak hal. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sembari menanti keputusannya, Ridwan menggalang berbagai upaya pengelolaan sampah. Sayangnya, upaya itu masih sebatas urusan membersihkan sampah dari ‘pandangan’ mata dan memindahkannya ke tempat lain. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menggelar setidaknya lima program terkait hal itu. Gebrakan pertamanya adalah menempatkan ratusan tempat sampah yang membagi sampah organik dan non organik. Sebagai pembedanya, dia menggunakan kantong kresek berwarna putih dan hijau. Kantong kresek itu diklaim berbahan dasar ramah lingkungan yang bisa terurai seiring berjalannya waktu. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Program ini tidak berjalan dengan baik. Kenyataan di lapangan, banyak tempat sampah yang rusak dan tidak berbekas peyangganya. Setelah berjalan beberapa bulan, Ridwan mengganti tempat sampah itu dengan bentuk yang lebih ‘lucu’ seperti kodok yang membuka mulut. Lagi-lagi, upaya ini belum memperlihatkan hasil. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia lantas merekrut sedikitnya 96 penyapu jalan yang terbagi dalam dua tim. Mereka bekerja di luar struktur PD Kebersihan yang memang sehari-hari memunguti sampah di Bandung. Penambahan penyapu jalan ini untuk membersihkan setidaknya 16 jalur jalan protokol serta jalur wisata di Bandung. “Tidak cukup kalau hanya mengandalkan pegawai kebersihan saja,” ujar Ridwan. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Budiman, 60 tahun, seorang petugas penyapu jalan mengaku, dirinya mendapatkan bayaran Rp50 ribu setiap hari untuk pekerjaan ini. Dia bertugas selama enam jam setiap harinya. Jika masuk pada hari libur, maka dia mendapatkan bayaran Rp100 ribu. Apabila dirata-rata, Budiman mengaku bisa memperoleh pemasukan Rp1,3 juta per bulannya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Buat saya yang penting pekerjaan ini halal. Anak saya ada tiga, istri juga bekerja. Perlu sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup,” kata pria asal Sulawesi Selatan yang sudah 10 tahun terakhir ini menetap di Bandung. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setiap 10 hingga 15 penyapu ini, ada seorang pengawas yang berkeliling. Setiap pengawas bertugas memotivasi dan mengawasi kinerja dari para penyapu jalan yang sehari-hari memakai rompi hijau. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untuk kegiatan pengadaan tempat sampah dan penyapu jalan ini, Ridwan mengandalkan dana <i>corporate social responsibility</i> dari pengusaha yang ada di kotanya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Berdasarkan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bandung, Ridwan memaparkan Bandung bisa bersih seperti Kota Singapura asal didukung pendanaan sedikitnya Rp80 triliun. Sementara anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Bandung hanya sekitar Rp5 triliun. “Itu juga setengahnya habis oleh gaji (pegawai negeri sipil),” ujar Ridwan sembari menegaskan pentingnya kolaborasi antara pengusaha dan pemerintah untuk membangun kota. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tidak cukup hanya itu, Ridwan menggagas Gerakan Pungut Sampah (GPS). Melalui gerakan yang dilakukan secara sukarela setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat selama setengah jam, Ridwan berharap masyarakat mau membersihkan kawasan radius 100 hingga 300 meter dari rumah, bangunan sekolah, serta kantornya.</span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Upaya ini dia lakukan untuk menumbuhkan kebiasaan atau budaya membuang sampah pada tempatnya kepada anak-anak sekolah. Bagi siswa sekolah serta pegawai negeri sipil. GPS merupakan sebuah imbauan yang belakangan menjadi sebuah kewajiban. “Kalau orang dewasa sudah tidak bisa dirubah, makanya kita mulai dari anak-anak. Kita luangkan waktu antara 10 sampai 30 menit melakukan GPS di lingkungan terdekat,” ungkap Ridwan. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Program-program ini mendapatkan apresiasi meski bukan solusi untuk menuntaskan masalah sampah di Kota Bandung. Direktur Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi, David Sutasurya mengatakan, persoalan sampah harus dibenahi secara sistem. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sekarang ini sampah baru dituntaskan sebatas tidak terlihat. Itu bukan solusi karena itu hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain, yaitu penampungan akhir,” ujar David.</span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Seharusnya, sambung pria yang aktif membantu Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung ini, pemerintah menyelesaikan kelembagaan yang mengelola sampah di Bandung. Saat ini, pemerintah hanya memiliki PD Kebersihan, sebuah perusahaan daerah yang tugas dan fungsinya mencari profit dari pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara ke tempat penampungan akhir. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Selepas itu ada masalah pembiayaan, teknis operasional pengelolaan sampah, penyusunan regulasi, dan peran serta masyarakat serta swasta. Selesaikan dulu lima masalah ini baru kita bicara teknologi,” kata David. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bersama lembaganya, David percaya, permasalahan sampah di Bandung bisa dituntaskan apabila pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengurangi sampah dari sumbernya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">PD Kebersihan mencatat, produksi sampah di Bandung mencapai 1.200 hingga 1.500 ton per harinya. Dari jumlah itu, sekitar 70 persennya berupa sampah basah atau sampah organik. Apabila 70 persen sampah itu dikelola dengan baik lewat pengomposan dan pengolahan biodigester untuk menjadi gas, maka sebagian besar sampah itu sudah selesai ditangani.</span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sisa sampahnya, sambung David, bisa dimaksimalkan dengan Bank Sampah seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sampah-sampah tersebut bisa dikumpulkan dan dibeli oleh produsennya. Aturan itu tercantum dalam pasal 15 yang berbunyi, <i>“Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam”.</i> </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Terkait pembiayaan, Pemerintah Kota Bandung sama sekali tidak pernah mengalokasikan dana untuk pengelolaan sampah. Pada tahun 2014 saja, pemerintah memberikan subsidi Rp70 miliar kepada PD Kebersihan untuk urusan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sarimukti serta pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara di Bandung ke Sarimukti. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menuntaskan permasalahan sampah ini memang membutuhkan usaha serius. David menilai kebijakan penerapan denda bagi orang yang membuang sampah sembarangan dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Pasal 49 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota tidak akan berjalan efektif apabila masyarakat tidak mau merubah kebiasaannya. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Denda itu tidak main-main. Bagi mereka yang membuang sampah ke luar kendaraan bisa dikenakan pembebanan biaya paksaan sebesar Rp250 ribu. Sementara bagi yang membuang sampah ke selokan, saluran air, tempat umum bisa dikenai denda hingga Rp5 juta. </span></div>
<div style="min-height: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Yang harus dimulai sekarang bukan buang sampah pada tempatnya, tapi jangan melakukan tindakan yang berpotensi menghasilkan sampah,” ungkap David. </span></div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<div style="min-height: 14px;">
<br /></div>
<div id="__if72ru4sdfsdfrkjahiuyi_once" style="display: none;">
</div>
<div id="__hggasdgjhsagd_once" style="display: none;">
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-18489593283985332452015-02-20T01:28:00.001-08:002015-02-20T02:04:50.751-08:00Sengkarut Sampah Kota Kembang-bagian 1<div class="MsoNormal" style="color: #222222; font-family: arial, sans-serif;">
<span style="font-family: Cambria;">Sudah lama tidak ada pembaruan dalam blog ini. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #222222; font-family: arial, sans-serif;">
<span style="font-family: Cambria;">Mendekati tanggal 21 Februari 2015, saya coba memuat tulisan yang dibuat pada bulan November 2014 lalu. Tulisan ini agak panjang dibandingkan biasanya. Saya akan menampilkannya secara bersambung dalam lima tulisan. Terima kasih buat Suara Pembaruan yang sudah memuatnya. </span><span style="font-family: Cambria;">Selamat menikmati. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #222222; text-align: center;">
<span style="font-family: Cambria;"><span style="font-size: 12px;">***</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #222222; font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Cambria; font-size: 12px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #222222;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Masih ingat kasus longsor sampah? Ledakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah tahun 2005 silam mengakibatkan sedikitnya 147 jiwa melayang. Kejadian ini membuka mata banyak pihak dan menjadi salah satu faktor pemicu lahirnya Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di Indonesia. </i></span></div>
<div>
<i><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<div>
<i><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hampir satu dekade pasca longsor itu, Pemerintah Kota Bandung mengusulkan penggunaan insenerator atau tungku pembakaran sebagai solusi memusnahkan sampah. Tulisan bersambung ini berupaya menampilkan wacana pro dan kontra di masyarakat serta solusi pengelolaan sampah berkelanjutan. Harapannya tulisan-tulisan ini memberikan inspirasi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. </span></i></div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px;">
<i><br /></i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWMCm429OlKb0ItFd-jqLBuYiAPh0yF5dp6Pns7jD7dZuNdF2rql_1AhT6baTJyFuSAFS9e-oDGxwIThwJNjQR3AbQ0bmT9pI9sZph0U7OVedWHLiaV2AgJpTG0wiBDA_bFu5mh8kURuO-/s1600/pemulung+sarimukti-adi1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWMCm429OlKb0ItFd-jqLBuYiAPh0yF5dp6Pns7jD7dZuNdF2rql_1AhT6baTJyFuSAFS9e-oDGxwIThwJNjQR3AbQ0bmT9pI9sZph0U7OVedWHLiaV2AgJpTG0wiBDA_bFu5mh8kURuO-/s1600/pemulung+sarimukti-adi1.jpg" height="213" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: Cambria;">
<div style="text-align: center;">
<b><span style="font-size: large;">Sengkarut Sampah Kota Kembang </span></b></div>
</div>
<div style="font-family: Cambria; font-size: 12px; min-height: 14px;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Tini Rostini, 60 tahun, membiarkan wajahnya terbakar matahari. Perawakan badannya yang mungil tidak membuatnya kecil hati. Dia tetap berupaya menyeruak di antara para pria. Berbekal karung plastik di tangan kanannya, perempuan asal Majalaya ini sigap memisahkan gelas plastik bekas minuman dalam kemasan dari antara timbunan sampah di hadapannya. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Tini mencari dan memungut kantong kresek serta kemasan plastik dari timbunan sampah. Hasil pencariannya dia simpan ke karung di pundak kanannya. Lima tahun terakhir, kegiatan ini menjadi keseharian Tini. Ibu dari lima orang anak ini mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari hasil penjualan ‘sampah’ yang sudah dipilahnya. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Sebagian orang menyebutnya sebagai pemulung sampah. Tini tidak jengah dengan predikat itu. “Lima anak saya sudah bekerja dan keluar dari sini,” kata Tini yang sehari-hari bekerja di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Dia tidak sendirian. Ada sedikitnya 200 pemulung lain yang menyambung hidupnya di tempat seluas 25 hektare itu. Mereka memunguti sampah-sampah yang memiliki nilai jual. “Paling tinggi itu bekas botol minuman dalam kemasan. Harganya bisa mencapai Rp1.500 per kilogram,” ungkap Tini yang setiap bulannya rata-rata mendapatkan pemasukan antara Rp2 juta hingga Rp3 juta dari tempat sampah terbesar di Bandung sejak tahun 1970-an. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
TPA ini memang memberikan kehidupan bagi ratusan pemulung, belum lagi para pengepul atau bandar plastik. Pada saat yang sama, TPA juga bisa mengakibatkan kematian. Setidaknya itu yang terjadi pada tanggal 21 Februari 2005 di TPA Leuwigajah, lokasi pembuangan sampah dari Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Ledakan akibat akumulasi gas metan dari sampah yang menumpuk hingga belasan meter menjadi pemicu longsor. Timbunan sampah yang tampak seperti bukit itu luluh lantak. Menerjang semua yang ada di hadapannya, termasuk para pemulung yang bermukim di sana. Setidaknya 147 orang kehilangan nyawanya akibat kejadian ini. Sebagian besar jenazah malah direlakan terkubur karena tidak berhasil dievakuasi. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Usai kejadian ini, sampah di Kota Bandung sempat dibiarkan tertumpuk di ruas-ruas jalan. Sama sekali tidak diangkut selama 41 hari. Alasannya, tidak ada lokasi pembuangan akhir. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Berharap tragedi ini tidak terulang, pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup mencanangkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah. Ironisnya, satu dekade setelah kejadian itu, Pemerintah Kota Bandung masih belum bisa menuntaskan persoalan sampah di kotanya. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Direktur PD Kebersihan Kota Bandung Cece Iskandar menyatakan, TPA Sarimukti hanya bisa digunakan hingga pertengahan tahun 2016 mendatang. Hal ini berkaitan dengan semakin bertambahnya sampah yang masuk sementara luasan lahan semakin terbatas. “Perhitungan itu setelah sampahnya dipadatkan,” kata Cece. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Semenjak tahun 1972, Pemerintah Kota Bandung sudah menggunakan setidaknya enam TPA. Masing-masing, TPA Cicabe (4,6 hektare) pada tahun 1972-1987, TPA Cieunteung (3,7 hektare) pada tahun 1978-1984, TPA Pasir Impun (3,2 hektare) pada tahun 1989-2000, TPA Leuwi Gajah (17,5 hektare) pada tahun 1987-2005, TPA Jelekong (10 hektare) pada tahun 1991-2005, TPA Cikubang (17,5 hektare) pada tahun 2006, serta TPA Sarimukti (25 hektare) sejak tanggal 28 Mei 2006 hingga sekarang. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Cece mengaku, pihaknya sudah mencari 13 lahan buat TPA pengganti namun upaya itu nihil. Sebagai alternatifnya, pemerintah menawarkan solusi berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Gedebage, Bandung. “Kami butuh lahan yang tidak luas tapi berkesinambungan dengan teknologi tinggi ramah lingkungan,” terang Cece sembari menambahkan pilihannya kemungkinan besar jatuh pada penggunaan insenerator untuk menghasilkan panas yang bisa dikonversi jadi energi listrik.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Pengusulan teknologi itu hadir sejak tahun 2006 silam saat Kota Bandung masih dipimpin Wali Kota Dada Rosada. Saat itu, ada 16 pengusul yang mengajukan proposal pengelolaan sampah Kota Bandung. Dari 16 pengusul itu, tawaran solusinya dengan pembuatan kompos, landfill, insenerator dan sebagainya. “Akhirnya ada 4 pengusul, yang 3 kemudian membentuk konsorsium PT BRIL (Bandung Raya Indah Lestari) yang mengusulkan insenerator,” terang Cece. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Kalangan aktivis lingkungan hidup dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi PLTSa menolak rencana ini. Pemerintah Kota Bandung sendiri sudah menandatangani nota kesepahaman dengan PT BRIL untuk pengelolaan sampah tersebut pada tanggal 21 September 2005. Perusahaan itu juga sudah menggelar studi kelayakan pada tahun 2007 dan mendapatkan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) pada tahun 2008. “Hasilnya pembangunan PLTSa layak buat dilaksanakan,” kata Cece. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Meski demikian, Guru Besar Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung Enri Damanhuri mempertanyakan hasil studi kelayakan dan Amdal. Dosen berambut putih yang menjadi tim pakar untuk PLTSa itu menyatakan, studi Amdal tersebut belum menyertakan rencana penggunaan pendingin buat insenerator. </div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Dia mengilustrasikan insenerator itu ibarat mesin mobil yang membutuhkan pendingin agar tidak meledak. “Sekali berjalan harus operasional 365 hari dalam setahun, tidak boleh berhenti. Bagaimana pasokan air untuk mendinginkannya?” kata Enri.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Kebutuhan air untuk mendinginkan itu, sambung Enri, sudah dia pertanyakan sejak pertama kali melihat laporan pra studi kelaikan PLTSa tersebut. Saat itu, kebutuhan airnya disebutkan mencapai debit 10 hingga 15 liter per detik. “Itu setara dengan kebutuhan air untuk kota berpenduduk sekitar 70 ribu jiwa,” ujar Enri.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Pengembang mencantumkan pengambilan air dari pengolahan air limbah yang dikelola PDAM Tirta Wening di Bojongsoang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Masalahnya, jarak antara lokasi penampungan air limbah ke kawasan Gedebage mencapai 13 kilometer.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
“Mengambil dari satu titik, perlu diperhatikan mobilisasi airnya. Apakah petani yang selama ini menggunakan air dari sana tidak akan terkena dampak? Lalu bagaimana pembuangan air kotornya?” ungkap Enri lagi.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB ini juga menyatakan semua teknologi bisa mengatasi sampah. Yang membedakan adalah pilihan teknologi dan harganya.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Terkait pengoperasian PLTSa, Enri mengambil contoh Singapura yang terbilang berhasil membakar sampahnya menjadi energi. “Mereka menghasilkan 17 megawatt energi listrik dari per 1.000 ton sampah yang masuk. Itu kecil padahal sampahnya sudah terseleksi,” ujar Enri sembari membandingkan karakter sampah di Bandung yang cenderung basah dan diperkirakan hanya bisa menghasilkan energi listrik hingga 5 megawatt untuk tonase sampah yang sama.</div>
<div style="font-family: Cambria; min-height: 14px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="font-family: Cambria; text-align: justify;">
Hingga saat ini, Wali Kota Bandung periode 2013-2018 Ridwan Kamil masih belum menentukan teknologi atau upaya pengelolaan sampah untuk Kota Bandung. Pertimbangan yang matang sangat diperlukan agar pengelolaan sampah ini memberikan kesejahteraan bukan bencana bagi warga kota yang jumlahnya sekitar 3,5 juta jiwa. </div>
<div>
<br /></div>
<div id="__if72ru4sdfsdfrkjahiuyi_once" style="display: none;">
</div>
<div id="__hggasdgjhsagd_once" style="display: none;">
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-14893584974306548802012-12-19T09:00:00.000-08:002013-03-12T05:04:25.658-07:00Katanya 'Bandung Bermartabat'Kota Bandung Bermartabat-demikian slogan yang dicanangkan oleh Walikota
Bandung Dada Rosada untuk menyejahterakan sekitar 2,4 juta warganya.
Salah satunya adalah Elis Siti Khodijah (28) yang memiliki kebutuhan
khusus. <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJ2MbysoQRsbGbMm7YcHBaPeapz-2TVM9jThfXU6gDWViD7UBmrE0wWJ1Dl0BJL0Bj31Y0fm806Hzk0Zac5Df2zxlwG59zYpHidKrJUQMEnEAPUk49v_CffXaiEapnlitc-u3shF3gvZtI/s1600/ellis+story2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJ2MbysoQRsbGbMm7YcHBaPeapz-2TVM9jThfXU6gDWViD7UBmrE0wWJ1Dl0BJL0Bj31Y0fm806Hzk0Zac5Df2zxlwG59zYpHidKrJUQMEnEAPUk49v_CffXaiEapnlitc-u3shF3gvZtI/s320/ellis+story2.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Perempuan yang tergabung dalam komunitas Bandung
Independent Living ini berusaha agar rekan-rekannya yang berkebutuhan
khusus berani keluar dari rumahnya. Minimal bersosialisasi. <br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Keenganan
keluar rumah tersebut disebabkan kurang ramahnya kebijakan dan
fasilitas kota bagi aksesibilitas seluruh warga, termasuk yang
berkebutuhan khusus. Misalnya, trotoar yang terlalu tinggi, jalan masuk
ke tempat umum berupa anak tangga, dan tidak adanya angkutan kota bagi
mereka yang memudahkan aksesibilitas. <br />
<br />
Kantor Sosial Kota Bandung
mencatat ada 3.393 orang berkebutuhan khusus, sementara lembaga
kesehatan Persatuan Bangsa-Bangsa memperkirakan jumlah orang
berkebutuhan khusus itu mencapai 10 persen dari total jumlah penduduk di
setiap kota/kabupaten, provinsi, dan negara.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqG9MVWyOs1jmGsMgkxF042z4awWJ7tQQv1ZedXrky-dNcwkPkMgEqvTLfBtnPxqqVo3igIjlv9fpmCFwWhnMicomW_HotafTIqNoBwWyJGo1bQApJRcOkwmbEOjZOa7kbW8tOBxSXQb_w/s1600/ellis+story9.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqG9MVWyOs1jmGsMgkxF042z4awWJ7tQQv1ZedXrky-dNcwkPkMgEqvTLfBtnPxqqVo3igIjlv9fpmCFwWhnMicomW_HotafTIqNoBwWyJGo1bQApJRcOkwmbEOjZOa7kbW8tOBxSXQb_w/s320/ellis+story9.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXoiQkUyh6G7fMJyUAHuZm8zN84AFt3EO7P1G6efOB-FNVRcRK8vY8F6cegx51fgRvWPm1Jqhb1I5c4J_cb3HvRvSxCEkELGRUPnqxTP19BBPXuzm_U98TIn88ad1SPzgI0FeNlOUgiymc/s1600/ellis+story5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXoiQkUyh6G7fMJyUAHuZm8zN84AFt3EO7P1G6efOB-FNVRcRK8vY8F6cegx51fgRvWPm1Jqhb1I5c4J_cb3HvRvSxCEkELGRUPnqxTP19BBPXuzm_U98TIn88ad1SPzgI0FeNlOUgiymc/s320/ellis+story5.jpg" width="213" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ5XoFmuns1Hsdo-EMK3ql5jOm3PvUiUEEiWi0MEQnspXtnwrwq2O1foX9qFmpQBPVxbad3MtwnOZkSaWOQ8e90DZO_NW_a-5DjyixLQsRHnAj7auDurueXgapd1PMU9mRrWslwaU1ngVe/s1600/ellis+story6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ5XoFmuns1Hsdo-EMK3ql5jOm3PvUiUEEiWi0MEQnspXtnwrwq2O1foX9qFmpQBPVxbad3MtwnOZkSaWOQ8e90DZO_NW_a-5DjyixLQsRHnAj7auDurueXgapd1PMU9mRrWslwaU1ngVe/s320/ellis+story6.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPdJhIVjtChF8sT_RSK_3duGejJw6ATqT92rEgHsgubdSD6OutbM-ofv5X4c3S5OyWR8FMSFIyowSPrdC_bCL1AXh0aEwkMkTeb-aNE14iB2mI1n4k9EJelYlR0DGfYwowUzQRSVq7vg37/s1600/ellis+story3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPdJhIVjtChF8sT_RSK_3duGejJw6ATqT92rEgHsgubdSD6OutbM-ofv5X4c3S5OyWR8FMSFIyowSPrdC_bCL1AXh0aEwkMkTeb-aNE14iB2mI1n4k9EJelYlR0DGfYwowUzQRSVq7vg37/s320/ellis+story3.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2CcRcRvpyXT8bUC6IvWKhT3lOWRjvv_gUSV1ttFYg0xRzvtND4pFOUTEh3nu1VJLL20x7aeNbMRvbhGQq2IO8akEXGcVu91YIDEQqltXNMcSffy03stduQ3YQcCY4Bny9eoKGjWAju6h4/s1600/ellis+story7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2CcRcRvpyXT8bUC6IvWKhT3lOWRjvv_gUSV1ttFYg0xRzvtND4pFOUTEh3nu1VJLL20x7aeNbMRvbhGQq2IO8akEXGcVu91YIDEQqltXNMcSffy03stduQ3YQcCY4Bny9eoKGjWAju6h4/s320/ellis+story7.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipu52AAoEEecc1SegEXMbso08hAHxAZPE1lKVqx6cCJymcMwfvH5IXcXdR4fI3bdK72gLtC7deVd0vuqay0XmjPuoBJjQO9VIJNGHKQs1UqsWG9G9PulNlj5jT6eoNOyBB1mUa4lvRX7ws/s1600/ellis+story8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipu52AAoEEecc1SegEXMbso08hAHxAZPE1lKVqx6cCJymcMwfvH5IXcXdR4fI3bdK72gLtC7deVd0vuqay0XmjPuoBJjQO9VIJNGHKQs1UqsWG9G9PulNlj5jT6eoNOyBB1mUa4lvRX7ws/s320/ellis+story8.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-6105196081709536152012-12-12T09:00:00.000-08:002013-03-12T05:05:29.475-07:00Memacu Poni di Lembang*Yadi Angga memacu Puma, kuda
tunggangannya mengelilingi lintasan pacu sepanjang 800 meter. Debu-debu
yang beterbangan dan menempel di hidung serta bibirnya tidak dia
pedulikan. Matanya terlindung di balik kacamata yang dia pakai. <br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhj3NR_DzKQZaBcDqbPxljBkBgT73CQ9Mpt3K5UzrjI_64FXkE69ronQMz2JB_mVOA1X0bYUsXPyWBke5sXQXAGNWjHhm_bKz3zKJYfPuQrAFw5h0Uha5L77NDp8foM_upwLcIvoB0nPrr2/s1600/pacuan2+copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhj3NR_DzKQZaBcDqbPxljBkBgT73CQ9Mpt3K5UzrjI_64FXkE69ronQMz2JB_mVOA1X0bYUsXPyWBke5sXQXAGNWjHhm_bKz3zKJYfPuQrAFw5h0Uha5L77NDp8foM_upwLcIvoB0nPrr2/s320/pacuan2+copy.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Meski
baru berusia 13 tahun dan berbadan paling kecil, Yadi berhasil
mengungguli enam penunggang lainnya melintas garis finish. Setelah
menerima piala dan hadiah uang, Yadi dan Puma diarak para pendukungnya
meninggalkan arena pacuan. Mereka semua berjoget bersama sambil
mendengarkan iringan lagu dangdut yang dimainkan langsung oleh tim
kesenian kuda renggong. <br />
<br />
Kejadian ini terus berulang di Lapangan
Pacuan Kuda Kayu Ambon, Lembang, Kabupaten Bandung Barat dalam gelaran
Kejuaraan Pacuan Kuda Tradisional Lembang, Minggu (24/8) lalu. <br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Kedekatan
antara penonton dan pembalap di lapangan pacuan ini seakan tidak ada
batasnya. Lapangan berdebu dan bahaya dari kuda yang berlari tidak
menjadi penghalang ribuan pengunjung untuk mendekati lingkaran dalam
arena pacu.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKo8E9Bxef3iTYCNYIlWRz_1Oq_qfxekaY3h9UlE4Ccl6cdXCEs7JuSU0h2SgHVnWj5OOrFmCIBCIPfyLZKz9-pQOPWBs-sTn0dVRJudbWusSQVwfxWOs6Xlv_Y7ho3IF73eJixWb4tYvj/s1600/menang+pacuan+copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKo8E9Bxef3iTYCNYIlWRz_1Oq_qfxekaY3h9UlE4Ccl6cdXCEs7JuSU0h2SgHVnWj5OOrFmCIBCIPfyLZKz9-pQOPWBs-sTn0dVRJudbWusSQVwfxWOs6Xlv_Y7ho3IF73eJixWb4tYvj/s320/menang+pacuan+copy.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<span id="goog_1974819234"></span>Hampir bisa dibilang para penonton merapat ke sisi
arena saat kuda-kuda akan dilepas dan memasuki garis finish. Animo
tinggi dari masyarakat ini cukup beralasan, karena kegiatan serupa
sempat tidak berjalan selama empat tahun terakhir. <br />
<br />
“Kejuaraan
ini untuk menampilkan kuda-kuda lokal milik masyarakat Lembang dan
sekitarnya. Selama ini perhatian selalu ditujukan untuk kedua kelas, kuda
milik masyarakat kurang mendapat kesempatan berprestasi,” kata Ketua
Panitia Letnan Kolonel Kavaleri Edward Sitorus.<br />
<br />
Kuda-kuda yang
diperlombakan dalam pacuan ini adalah asli kuda lokal Indonesia yang
berasal dari Sumba atau biasa disebut kuda poni sandalwood. Tingginya
antara 120 hingga 145 sentimeter. “Pesertanya di luar dugaan kita, lebih
dari 100 kuda,” papar Ketua Seksi Dana dan Usaha, Uke Ridwan kepada SP.<br />
<br />
Uke
yang juga General Manager De Ranch mengungkapkan kuda-kuda lokal ini
sehari-harinya banyak yang digunakan untuk menarik delman atau disewakan
di tempat wisata. “Ternyata di Lembang memang banyak sekali kuda lokal.
Delman saja jumlahnya lebih dari 200 buah.”<br />
<br />
Menurut penggemar
olahraga berkuda ini, dalam radius 2 kilometer dari tempat pacuan saja
ada sekitar 6 buah stable atau kandang kuda. “Stable itu bisa dibilang
besar karena memelihara lebih dari enam ekor kuda,” tutur Uke sambil
menambahkan jumlah tersebut belum ditambahkan dengan kuda-kuda yang
dimiliki masyarakat. <br />
<br />
Selama ini, Kota Lembang yang berada 10
kilometer di sebelah utara Kota Bandung lebih terkenal sebagai daerah
penghasil sayuran segar dan juga susu sapi. Suhunya yang terbilang
dingin menjadikan daerah ini memang cocok untuk beternak sapi perah dan
penggemukan sapi potong. <br />
<br />
Uke memandang jumlah kuda yang cukup
banyak di sana menjadi salah satu potensi tambahan buat pengembangan
Lembang. Menurut dia, sarana dan prasarana seperti arena pacuan kuda
yang ada selama ini ternyata bisa difasilitasi dan menarik perhatian
masyarakat.<br />
<br />
Sebelum menggulingkan ide untuk membuat pacuan kuda
tradisional, Uke sudah terlebih dahulu memperkenalkan wisata berkuda
dengan tema koboi yang dikelolanya, De Ranch sejak delapan bulan lalu. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwNG7YsBJN944PibqmdKvSLeL26XkZYnUdlo5H81MmvJ4k5Ez7eq4xUbAnus3xz_-dfRcTPRnIliwsFRjvpEcix3_bLMQUitErhpfn5xqlypix_Q9CNBiw9A-SmDXS20NRUvvPlxxCPDm_/s1600/kuda+kecil+copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwNG7YsBJN944PibqmdKvSLeL26XkZYnUdlo5H81MmvJ4k5Ez7eq4xUbAnus3xz_-dfRcTPRnIliwsFRjvpEcix3_bLMQUitErhpfn5xqlypix_Q9CNBiw9A-SmDXS20NRUvvPlxxCPDm_/s320/kuda+kecil+copy.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Dalam
kawasan wisata seluas 2 dari total kawasan 5 hektare, Uke mengajak
setiap orang untuk mencoba olahraga berkuda. Selain ada materi mengenai
berkuda, sarana bermain bagi anak-anak, dia juga menyediakan beragam
makanan di sana. Uke melabeli tempat itu dengan slogan “food, leisure,
knowledge”. <br />
<br />
“Kita beri pengetahuan bagaimana menunggang kuda,
memasang tapal kuda, sampai memerah susu sapi,” ungkap Uke menjelaskan
soal knowledge yang dia usung. <br />
<br />
Menurutnya, olahraga berkuda itu
sangat cocok buat mereka yang ingin belajar mengontrol emosi serta
konsentrasi. “Dalam berkuda, kita tidak bisa memaksakan emosi kita.
Karena ini berhubungan dengan binatang sehingga melatih ketenangan serta
keseimbangan kita.”<br />
<br />
Hal itu juga yang membuat Uke lebih memilih
menunggang kuda untuk kegiatan santai bukan untuk berkompetisi. Pilihan
ini berbeda dengan Ade Suyono, pemilik Pabalatak Stable dari Tanjung
Sari, Kabupaten Sumedang. Buatnya, berkuda itu untuk hidup.<br />
<br />
“Pacuan di luar kota itu bisa membuat kita pulang bawa uang. Tidak seperti kalau hanya di Sumedang,” katanya.<br />
<br />
Ade
mengaku keluarganya sudah turun menurun mengurusi kuda, khususnya untuk
pacuan. Yadi Angga, penunggang Puma adalah putra bungsunya yang diharap
akan menjadi penerusnya. <br />
<br />
Untuk sekali pacuan seperti di
Lembang, Ade membawa tujuh ekor kuda miliknya. Setiap kuda, kata dia,
sudah mendapatkan perawatan ekstra sejak tiga bulan sebelum pacuan.
“Perawatannya sampai Rp 500 ribu per kuda. Tapi kalau sudah menang, kuda
itu harga jualnya naik. Bisa ko hidup dari kuda,” imbuh Ade yang sudah
menjadi joki semasa mudanya.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoTjeE0EuaulRSeiCa39brYzl4VVo8fSUmsSf4_jBEidxCJLMWeuShrCw73m475Ha7LTiVJEOotAyr_0GwmNbgHcLGhSkFGw9WQ536uB5l0bfceTdoe7ZpYAm89xKHCa-uBjg0DbLdmJmQ/s1600/berpacu+copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoTjeE0EuaulRSeiCa39brYzl4VVo8fSUmsSf4_jBEidxCJLMWeuShrCw73m475Ha7LTiVJEOotAyr_0GwmNbgHcLGhSkFGw9WQ536uB5l0bfceTdoe7ZpYAm89xKHCa-uBjg0DbLdmJmQ/s320/berpacu+copy.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Animo untuk turut berpacu ini tidak
hanya dimiliki oleh Ade. Buktinya, dari 14 kelas pacuan dengan jarak
tempuh 800 meter, terdaftar lebih dari 100 kuda yang ikut serta. Setiap
kelas dibagi berdasarkan ukuran tinggi kudanya. “Kita hanya mewadahi
saja, komunitasnya sudah ada,” kata Uke merendah soal banyaknya pemilik
kuda yang mendaftar dalam pacuan itu.<br />
<br />
Menurut Uke, apabila
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat ingin menjadikan pacuan itu sebagai
kejuaraan rutin, maka lapangan pacuan yang ada harus dibenahi. Pasalnya,
lapangan yang ada terasa kurang memadai baik buat kuda, joki, dan
penonton. <br />
<br />
“Harus rata dan tidak keras. Berbahaya buat joki dan
kuda, saat melaju kencang di tanah yang tidak rata, besar kemungkinan
mereka terjatuh. Kita juga ingin ini nyaman ditonton,” paparnya sembari
berharap kegiatan ini dapat menjadi identitas dan penanda baru Kota
Lembang. [SP/Adi Marsiela]<br />
<br />
*lagi-lagi tulisan pindahan dari multiply adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-87308186091804146012012-12-08T01:41:00.003-08:002013-03-12T05:06:20.073-07:00Manusia Kolecer*<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Banyak orang yang menganggap hidup di dunia ini penuh dengan kerumitan.
Kalau Anda termasuk yang seperti itu, tidak ada salahnya sedikit
"mengintip" falsafah hidup masyarakat Kampung Bolang, Desa Cibuluh,
Kecamatan Tanjung Siang, Kabupaten Subang.<br />
<br />
Masyarakat yang
bermukim sekitar 70 kilometer sebelah Utara Kota Bandung ini
mengibaratkan kehidupan seperti sebuah kolecer (baling-baling). Mainan
tradisional yang berputar dan mengeluarkan bunyi ketika angin berhembus.
Permainan ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat di sana. Abah Suminta (68), tetua di kampung itu menuturkan,
kolecer menggambarkan satu putaran kehidupan manusia di dunia. Ada
kalanya hidup di atas dan ada kalanya hidup di bawah.<br />
<br />
Kolecer terbuat dari bambu dan kayu yang berbentuk huruf "T".<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3B4vxayVfzNZKl5jkEuhyphenhyphenehrpyHFtOAxbWxtFfRiON2mfzkGAHuHktXEcI90qYbiwnGOyNnmDtINKt8xQwyCB1f6_X4pwI8kcLOWqEwRtAb8Co6iZlrxgxEvh1yFNzkCYcoZfqFbBT2BL/s1600/pasang+kolecer1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3B4vxayVfzNZKl5jkEuhyphenhyphenehrpyHFtOAxbWxtFfRiON2mfzkGAHuHktXEcI90qYbiwnGOyNnmDtINKt8xQwyCB1f6_X4pwI8kcLOWqEwRtAb8Co6iZlrxgxEvh1yFNzkCYcoZfqFbBT2BL/s320/pasang+kolecer1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Bagian
horizontalnya akan berputar jika tertiup angin dan bisa mengeluarkan
suara seperti degungan ribuan tawon kalau angin cukup besar. "Menantang
angin itu seperti menantang diri kita sendiri," kata Suminta di
sela-sela prosesi doa syukur Festival Kolecer 2008 yang dibuat bersamaan
dengan hajat lembur atau pesta rakyat, Jumat (2/1) lalu.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Selain
doa, pembukaan prosesi hajat lembur menyertakan sejumlah penganan,
tumpeng, umbi-umbian, leupeut (nasi yang dibungkus dengan daun pisang),
ketupat (nasi yang bungkusnya berbentuk kubus terbuat dari anyaman janur
kelapa), dan berbagai makanan khas kampung lainnya.<br />
<br />
Setiap
hidangan memiliki arti. Misalnya, kata Suminta, dua leupeut yang diikat
tali menjadi satu merupakan gambaran Yang Maha Penguasa dalam
menciptakan segala sesuatu di dunia ini berpasang-pasangan.<br />
<br />
Ketupat
, ungkap dia, menggambarkan empat arah mata angin yang memiliki satu
sumber kekuatan di bagian tengahnya. Petuah bijak yang bisa diambil
adalah manusia harus bisa menunjuk salah satu arah mata angin dengan
kekuatan batin untuk kehidupan yang akan dihadapinya. Sedangkan
umbi-umbian, digambarkan sebagai bekal manusia ketika hidup di dunia.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcNvg6F5B6psKjzdy5q1FmyliEjDIz6zClfOS6799Clpu05IEXiFSndWX5LuHtC5LXalJoSo2MhI89IoalYBwtnkoZ8opdgRv5ATi1k8Cf8PMfA1poX2grmlusDDVjdS9cRhPmAl3PI8rW/s1600/panjat.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcNvg6F5B6psKjzdy5q1FmyliEjDIz6zClfOS6799Clpu05IEXiFSndWX5LuHtC5LXalJoSo2MhI89IoalYBwtnkoZ8opdgRv5ATi1k8Cf8PMfA1poX2grmlusDDVjdS9cRhPmAl3PI8rW/s320/panjat.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Makna Nama<br />
<br />
Masyarakat
yang sudah berkumpul di tengah-tengah kampung juga mengikutsertakan
tiga kolecer terbuat dari kayu jati yang diameternya lebih dari lima
meter. Usai doa bersama, tiga kolecer dan penganan diarak keliling
kampung dan berhenti di lapangan yang pada salah satu sisinya sudah ada
tiga tiang bambu, yang menanti dipasang kolecer.<br />
<br />
Beberapa detik
setelah dipasang, hujan turun dengan lebatnya. Hujan yang turun pada
saat prosesi hajat lembur dan ngadegkeun kolecer (mendirikan
baling-baling) adalah pertanda baik. Masyarakat pertanian menganggap
kolecer hanya bakal dipasang saat musim angin Barat.<br />
<br />
Semakin
kencang anginnya, semakin kencang putaran dan suara yang dihasilkan
kolecer. "Ada kepuasan batin," ungkap Tahwat (53), warga asli Cibuluh
yang menggemari kolecer sejak berusia di bawah 10 tahun.<br />
<br />
Secara
teknis, kolecer yang baik terbuat dari kayu pilihan, sehingga tidak
mudah patah. Selain kayu jati, kayu yang sering dijadikan kolecer adalah
kayu tisuk, kayu bihbul, kayu surilem, kayu bang bik, dan kayu padok.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcsAiLpyumWxFd6WHzqGRYVtdYXV6lvXFgiw2pJDtQDnpVewHcEoQ-Q1ZDyUC1E7lY7GEa3Bu-50LyLYXxp8C14Zl2HOycY76y8e1bOD1A1BIlNpfOaMrpxT9Dposc_U3qVzzGzodr2hDQ/s1600/bawa+rangka.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcsAiLpyumWxFd6WHzqGRYVtdYXV6lvXFgiw2pJDtQDnpVewHcEoQ-Q1ZDyUC1E7lY7GEa3Bu-50LyLYXxp8C14Zl2HOycY76y8e1bOD1A1BIlNpfOaMrpxT9Dposc_U3qVzzGzodr2hDQ/s320/bawa+rangka.jpg" width="213" /></a></div>
<br />
Untuk
bagian batang dan tiang, terbuat dari bambu gombong (bambu besar).
Batang kolecer biasanya berbentuk segitiga yang dihiasi. Masing-masing
bagian mempunyai nama. Bagian depan disebut pongpok (kunci) kolecer pada
poros (bangbrang), jajabik (hiasan dari bilik bambu), bangbayang (badan
kolecer), solobong, bubuntut dan tiang.<br />
<br />
Nama-nama itu mempunyai
arti tersendiri. Misalnya, pongpok mengandung arti, bagaimana manusia
bisa mengunci roda kehidupannya agar tidak melenceng. Bubuntut
mengandung arti bagaimana manusia mengendalikan jalan kehidupannya.
Sedangkan, jajabig mengambil bagian kehidupan kita yang selalu dihiasi
berbagai hal yang bersifat duniawi.<br />
<br />
Pesan lainnya juga tergambar
dari jumlah batang kolecer. Apabila dua, bermakna pada kesadaran bahwa
kehidupan berasal dari dua orang manusia. Bertambahnya usia anak,
bertambah juga jumlah batang kolecer.<br />
<br />
Memasuki usia dewasa,
biasanya kolecer dipasang di atas kayu yang lebih tinggi dan jumlah
batangnya menjadi tiga. Dipercaya itu sebagai gambaran atau pemaknaan
dari tiga alam di masyarakat Sunda, yakni Buana Larang (alam bawah),
Buana Panca Tengah (dunia tengah), Buana Nyungcung (dunia atas).<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsWVMLoTF0FeLy4ZXnaFKakLkjZg_CVyWiweqbTV-Omq5Me9pUrgvZQfr5AC6R_Nt0y7BzkuVe_cPeNH3iwK7oSqY4HWPhzeWZsjCPPm-y-4y3tUXVCsyc260uAJbRZOFTsKw7Kfi92mBU/s1600/siap+kolecer.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsWVMLoTF0FeLy4ZXnaFKakLkjZg_CVyWiweqbTV-Omq5Me9pUrgvZQfr5AC6R_Nt0y7BzkuVe_cPeNH3iwK7oSqY4HWPhzeWZsjCPPm-y-4y3tUXVCsyc260uAJbRZOFTsKw7Kfi92mBU/s320/siap+kolecer.jpg" width="320" /></a></div>
Filosfi Permainan<br />
<br />
Mohamad
Zaini Alif, seorang peneliti permainan anak tradisional dari Komunitas
Hong menyebutkan papat kalima pancer adalah cara pandang dunia dalam
masyarakat Sunda yang erat hubungannya dengan kesadaran kosmologis.
Sederhananya, kata dia, kehidupan antarmanusia sebaiknya dijalin sama
baiknya dengan hubungan ke Sang Pencipta. Menurut pria yang memiliki
nama panggilan Jae ini, setiap permainan yang ada sebaiknya melatih
kepekaan manusia. Dia merunut pada ajaran Sunda yang mengungkapkan
ingsun dina dada (diri kita ada dalam dada atau hati).<br />
<br />
"Sadar
atau tidak, orang yang tinggal di kampung, rasa empatinya lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang hidup di kota," tuturnya.<br />
<br />
Dijelaskan,
biasanya kolecer dimainkan di pematang sawah untuk mengusir burung,
tetapi bunyinya dianggap bisa menyenangkan leluhur yakni Dewi Sri (Hyang
Pohaci), sehingga padi menjadi subur. Tapi kepercayaan itu telah luntur
dan menyebabkan kolecer tidak lagi digunakan untuk keperluan itu.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxa_a26IR4whGCmRkxp73_laHNwRtqEMZTAQd_aSufISfG2nsfdtoTlCiNjPDforavzIFaSt_LH-sFCkKyZ5wPBvgzD_bO7XiBxuhAZIpZ9liaHx77NX6N2UU_5J2BpvczIgydcbD_0hXb/s1600/wejangan1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxa_a26IR4whGCmRkxp73_laHNwRtqEMZTAQd_aSufISfG2nsfdtoTlCiNjPDforavzIFaSt_LH-sFCkKyZ5wPBvgzD_bO7XiBxuhAZIpZ9liaHx77NX6N2UU_5J2BpvczIgydcbD_0hXb/s320/wejangan1.jpg" width="320" /></a></div>
Mengenai
biaya pembuatan kolecer, Tahwat mengaku dirinya rela mengeluarkan uang
hingga Rp 2 juta untuk satu buah mainan tradisional itu. "Ini murni
kesenangan batin. Penampilan juga indah. Suaranya merdu gitu lho,"
sambung guru sekolah dasar di SD Cibuluh ini.<br />
<br />
Jae menyebut
filosofi dalam permainan tradisional itu sudah ada sejak abad ke-15. Hal
itu, dia temukan dalam naskah abad ke-15 Saweka Darma Sanghyang
Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung yang menyebutkan tentang
hempul. Hempul adalah orang yang mengetahui aturan permainan, cara
membuat, dan filosofi permainan. Namun, kini hempul sudah punah. Tidak
ada masyarakat adat di Jawa Barat (Jabar) yang memiliki hempul.<br />
<br />
Permainan
kolecer bukan sekedar dibuat. Malah dari mainan itu, manusia bisa
bersosialisasi, mengatasi kesepian, mengatur keseimbangan otak, dan
saling bekerja sama. [SP/Adi Marsiela]<br />
<br />
*Pindahan tulisan dari Multiply <span id="goog_1974819218"></span><span id="goog_1974819219"></span>yang dimuat tanggal 11 Februari 2008 adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-35911312678803200802012-12-08T01:19:00.000-08:002013-03-12T05:07:47.004-07:00‘Surga Tersembunyi’ di Ujung Genteng*Jumat, 6 Januari 2012 petang. <br />
<br />
Sedikitnya 100 orang berjajar di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menghadap ke laut. Masing-masing memegang tukik atau anak penyu di kedua tangannya. Secara pelan-pelan, mereka melepaskan tukik-tukik itu ke atas pasir. <br />
<br />
Belum lagi sinar matahari meninggalkan garis horizon, anak-anak penyu itu sudah hilang ke arah Samudera Hindia di selatan Pulau Jawa. Langkah kecil mereka terasa begitu cepat, mungkin karena sudah tidak sabar merasakan ‘kebebasan’ setelah berada di dalam telur sekitar 40 45 hingga 60 hari.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXYaNNgEIPDnJPQUtrkay4cjpatVVm8n2b3UuiHKNOXkGQHJpzRHpj6WjM5xJ7o7EnqwJ-C6Un2Owh0dp4gNcAOS_UtjyK9557-NX1l_aBOo3VWKsA6KwyX4lLuJV8XuLxz1iIg88RA5Zr/s1600/siap+lepas.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXYaNNgEIPDnJPQUtrkay4cjpatVVm8n2b3UuiHKNOXkGQHJpzRHpj6WjM5xJ7o7EnqwJ-C6Un2Owh0dp4gNcAOS_UtjyK9557-NX1l_aBOo3VWKsA6KwyX4lLuJV8XuLxz1iIg88RA5Zr/s320/siap+lepas.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Petang itu, ada sekitar 1.200 tukik yang dilepas oleh pengunjung dan petugas di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan. Namun tidak semua bayi penyu hijau (chelonia mydas) itu bisa bertahan hidup dan menjadi dewasa. “Mungkin hanya sekitar 1 persen saja yang bisa bertahan dan menjadi dewasa,” kata Anang, petugas penetasan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Konservasi Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi kepada saya. <br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Dengan atau tanpa ada pengunjung, para petugas di sana rutin melepaskan tukik ke laut menjelang matahari terbenam. Kegiatan itu dilakukan setiap hari. Yang berbeda, hanya jumlah tukik yang dilepas.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNSQtynhMBYUXYJnOUR4YuRlYA8IfMRJmqqbasyTlRPvhLYgZk7U92bBgP4YxzvDjcWLMGFnL0quJQ1wEq-mcw5ES-HHfwteVL6-XznLaSdvgPPOgkUNTrkB5XCpGIHijourr-TvAjyogF/s1600/21+lepas+tukik-adi4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNSQtynhMBYUXYJnOUR4YuRlYA8IfMRJmqqbasyTlRPvhLYgZk7U92bBgP4YxzvDjcWLMGFnL0quJQ1wEq-mcw5ES-HHfwteVL6-XznLaSdvgPPOgkUNTrkB5XCpGIHijourr-TvAjyogF/s320/21+lepas+tukik-adi4.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Sehari sebelumnya, Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD Konservasi Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi Janawi mengatakan, pihaknya melepaskan 1.253 tukik. Sepanjang tahun 2011 lalu, sambung dia, ada 1.558 induk penyu yang bertelur di pantai sepanjang 2,3 kilometer itu. <br />
<br />
Dari 1.558 sarang itu, keberhasilan penetasan telur hingga bulan Juni tahun 2011 lalu mencapai 87,4 persen. “Tidak semua telur itu menetas karena ada induk yang infertil. Penyu itu seperti ayam, apabila tidak dibuahi akan tetap bertelur tapi tidak bisa menetas. Kadang-kadang memang ada induk yang infertil,” ujarnya sembari menambahkan hingga satu minggu di tahun 2012 sudah ada setidaknya 20 sarang baru. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZRwxpg3E0YasSCu0YDpZxMmVJHKWWgd8kNToKH2D-3hKa6ezVI3IDQguIcQjtVBEURlVHrc5rSGhQvKBVJWas3X73CN36a4-Ley51kcc7T9EriQi8LgaLG1zjOyjodus4e8hleUZT5Szg/s1600/lepas+tukik2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZRwxpg3E0YasSCu0YDpZxMmVJHKWWgd8kNToKH2D-3hKa6ezVI3IDQguIcQjtVBEURlVHrc5rSGhQvKBVJWas3X73CN36a4-Ley51kcc7T9EriQi8LgaLG1zjOyjodus4e8hleUZT5Szg/s320/lepas+tukik2.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Istilah sarang digunakan pada setiap lubang penyimpanan telur yang sudah diangkat dari tepi pantai. Jadi setiap ada penyu bertelur, petugas langsung mengambil dan memindahkan telur-telur itu ke area penetasan dekat kantor UPTD Konservasi Penyu Pangumbahan. <br />
<br />
Tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat penetasan yang selalu dikunci itu. Masing-masing lubang penetasan yang sudah dikubur pasir laut itu diberi patok dari bambu. Setiap patok bertuliskan jumlah telur, waktu pengangkatan dari pantai, serta nama petugas yang mengangkatnya. Setiap lubang penetasan dikelilingi oleh ram kawat yang halus. Kawat itu berfungsi memisahkan tukik yang sudah menetas dari satu lubang ke lubang lain. <br />
<br />
Masa inkubasi telur penyu, yang ukurannya sebesar bola pingpong mencapai antara 54-60 hari. Jenis kelamin bayi penyu itu ditentukan oleh suhu saat inkubasi. Jika suhunya rendah, maka telur itu cenderung menghasilkan tukik jantan. Sebaliknya, jika suhu tinggi atau lubang penetasannya langsung terpapar matahari, maka cenderung menghasilkan tukik betina. <br />
<br />
Saat akan menetas, tukik akan merobek kulit telur yang lembek itu dengan egg tooth, istilah untuk kulit keras di moncong mulut tukik. Kulit itu akan melunak kembali saat penyu tumbuh dewasa. Tukik memerlukan beberapa hari untuk mencapai permukaan.<br />
<br />
Mereka akan mencari dan menggali jalan menuju ke permukaan pasir. Namun jika suhu pasir dirasakan panas, mereka akan berhenti. Mereka kembali menggali saat suhu mulai dingin yang menandakan datangnya malam. Sesampainya di permukaan, tukik-tukik itu secara alami akan menemukan jalannya ke pantai. Sinar matahari menjadi penunjuk jalan buat mereka mencari makan di laut. <br />
<br />
Tapi di tempat penangkaran ini, tukik-tukik yang sudah mencapai permukaan pasir akan dikumpulkan dan disimpan di dalam jolang. Tukik-tukik itu baru akan dilepaskan pada saat menjelang matahari terbenam. Cara ini dilakukan agar tukik terlepas dari incaran predatornya seperti burung yang aktif di siang hari.<br />
<br />
Menurut Janawi, setiap tahunnya ada sekitar 17 ribu orang yang sengaja datang ke Pantai Pangumbangan untuk menyaksikan langsung penyu hijau bertelur. “Paling banyak pada tahun 2011 itu dalam semalam ada 30 penyu yang bertelur,” kata dia. <br />
<br />
Untuk bisa menyaksikan penyu bertelur, ada aturan yang harus kita ikuti. Karena reptil yang satu ini termasuk hewan sensitif. Apabila dalam perjalannya menuju ke pantai untuk membuat lubang, dia mendengar atau melihat cahaya, bayangan, dan gerakan, penyu itu cenderung kembali ke laut.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Wisatawan baru bisa melihat penyu saat sudah mengeluarkan telurnya. Proses ini memakan waktu berjam-jam. Dari sejak penyu naik ke pantai hingga kembali ke laut, bisa memakan waktu hingga empat jam lebih. <br />
<br />
Totok Mariyanto, 57 tahun, merupakan salah seorang yang datang bersama empat orang anggota keluarganya dari Bandung untuk menyaksikan fenomena alam tersebut. “Ini pengalaman berharga buat saya dan anak-anak. Karena ini wisata tapi ada kegiatan konservasi juga,” ujarnya sembari menambahkan dirinya dikenai tarif masuk Rp 5 ribu per orang. <br />
<br />
Sayangnya, sambung Totok, masih banyak informasi yang harus pengunjung dapatkan dengan cara bertanya. Tidak ada papan informasi yang dapat menjelaskan secara detil dan rinci mengenai siklus hidup penyu hijau itu. “Kalau saja informasi seperti berapa lama telur penyu itu di dalam tanah, berapa umur penyu sampai bisa bertelur yang dipasang, itu akan sangat memudahkan pengunjung,” kata Totok lagi. <br />
<br />
Kawasan wisata konservasi penyu ini memang bisa jadi satu tujuan wisata di akhir pekan. Sebelum mencapai ke lokasi penetasan telur penyu, pengunjung akan disambut oleh pemandangan indah dari Pantai Ujung Genteng. Di pantai ini, selain ada kawasan hutan lindung lengkap dengan mercu suarnya, wisatawan bisa melihat aktifitas nelayan yang mengangkut tangkapan ke tempat pelelangan ikan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO4x5G-On_wP15b6Be4Wu83n0YYBPzaduOlc9NYr9x3SVEQUwwhCfjGtfcT0CBqQpx1IY66S0Q9r-jXkQwvYUg0r2XNGDVvLgcJuSjWSq8lw__tNUyEhJR1IEguELJUmal0PbPsjk6EB-M/s1600/ujung+genteng+panorama.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO4x5G-On_wP15b6Be4Wu83n0YYBPzaduOlc9NYr9x3SVEQUwwhCfjGtfcT0CBqQpx1IY66S0Q9r-jXkQwvYUg0r2XNGDVvLgcJuSjWSq8lw__tNUyEhJR1IEguELJUmal0PbPsjk6EB-M/s320/ujung+genteng+panorama.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Selepas dari Pantai Ujung Genteng, apabila ingin berendam dan menyaksikan pemandangan ke laut lepas, bisa menuju ke Pantai Cibuaya yang letaknya di antara Ujung Genteng dan Pangumbahan. Perjalanan dari Ujung Genteng ke Cibuaya bisa ditempuh dalam waktu kurang dari setengah jam dengan kendaraan roda empat. Di sana juga sudah banyak penginapan. <br />
<br />
Beda pantai, beda pula pasirnya. Pasir yang paling halus ada di Pangumbangan. Pasir di Pantai Cibuaya terbilang lebih kasar namun tetap nyaman untuk dijadikan tempat berjemur atau merebahkan punggung. <br />
<br />
Bila berangkat dari Jakarta diperlukan waktu kurang lebih 6 -7 jam untuk menuju ke Ujung Genteng. Rute yang dapat diambil adalah Jakarta - Ciawi - Cicurug - Pelabuhan Ratu - Cikembar - Jampang Kulon - Surade - Ujung Genteng. Rute alternatifnya adalah Jakarta - Ciawi - Cicurug - Cibadak - Sukabumi - Jampang Tengah - Jampang Kulon - Surade - Ujung Genteng.<br />
<br />
Alternatif transportasi adalah dengan naik kendaraan umum. Jika berangkat dari Jakarta segera menuju ke Bogor dengan menggunakan bus antar kota yang tarifnya Rp 10 ribu. Atau bisa menggunakan kereta Jabodetabek. <br />
<br />
Dari Terminal Bogor naik bus menuju Surade dengan membayar sekitar Rp 35 ribu. Jika berangkat dari Bandung bisa ke Sukabumi terlebih dahulu. Dari Kota Sukabumi ada kendaraan elf menuju ke Surade dengan tarif Rp 25 ribu-Rp 30 ribu per orang.<br />
<br />
Dari Surade perjalanan dilanjutkan menggunakan angkutan umum ke Ujung Genteng dengan tarif Rp 8 ribu. Jika mau naik ojek, biayanya bisa membengkak hingga Rp 50 ribu. <br />
<br />
Apabila memilih kendaraan roda dua dari Jakarta bisa menempuh jalur Bogor -Ciawi-Cibadak - Cibogbog - Jampang Kulon - Ujung Genteng. Untuk menjajal jalur tersebut dengan sepeda motor diperlukan fisik yang prima, karena jarak Ujung Genteng dari Jakarta itu mencapai 230 kilometer.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqe8tUtS7z8X3cCw44nxI5XRgcy-YUT3R3J7vUq4fi8QhOaskmLrIPdkj9N68zMpECUFwm3dlELN7wDDqhbMV5WW6x1BktUjLqbWS_92_WMa9Y1QYKAacSpNxlns3RX9oSjXux4g8LzO9O/s1600/ikan+layur.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqe8tUtS7z8X3cCw44nxI5XRgcy-YUT3R3J7vUq4fi8QhOaskmLrIPdkj9N68zMpECUFwm3dlELN7wDDqhbMV5WW6x1BktUjLqbWS_92_WMa9Y1QYKAacSpNxlns3RX9oSjXux4g8LzO9O/s320/ikan+layur.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Daya tarik wisata lain di kawasan tersebut adalah air terjun yang diberi nama Curug Cikaso. Pada lokasi ini ada tiga air terjun yang berjejer ke samping. Untuk mencapai ke lokasi itu, pengunjung bisa menaiki perahu atau berjalan kaki kurang dari 15 menit. Petunjuk jalan menuju ke lokasi air terjun bisa ditemui di pinggir jalan. Tidak perlu khawatir tersesat. <br />
<br />
Jika kurang puas, wisatawan juga bisa menuju ke Curug Cigangsa. Jaraknya tidak jauh dari Cikaso. Keduanya bisa ditempuh dalam perjalanan paling lama satu jam dari Ujung Genteng ke arah Surade. <br />
Ketinggian Curug Cigangsa ini lebih dari 20 meter. Lebarnya mencapai 50 meter. Pemandangan dari air yang menuruninya dapat diabadikan dengan kamera digital layaknya layar dari kain. Ada dua tingkatan pada air terjun ini. Sebelum mencapai ke air terjun, kita harus melewati dulu Kampung Batu Suhunan dan areal pesawahan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB6SHt7k7IDBz_cj6P8jMY48ddJxfyoixxx3nkCfdBTlB6b8ENxkwLKL8bBh5Dix2iF97_jzkIQODWLdWIEpMexAi-T4sXAEXwy7pvBENCy29NuedI5L8a0ei09uoKO9bAwnB0JD6SFXex/s1600/curug+cigangsa.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB6SHt7k7IDBz_cj6P8jMY48ddJxfyoixxx3nkCfdBTlB6b8ENxkwLKL8bBh5Dix2iF97_jzkIQODWLdWIEpMexAi-T4sXAEXwy7pvBENCy29NuedI5L8a0ei09uoKO9bAwnB0JD6SFXex/s320/curug+cigangsa.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Masuk ke kampung itu, mata kita akan dimanjakan oleh pemandangannya yang hijau dan asri. Angin sepoi-sepoi disertai kokok ayam dan suara daun kelapa yang beradu akibat ditiup angin menunjang untuk tidur. Penduduk sekitar yang rumahnya terpisah oleh jalan selebar dua meter selalu ramah menyapa tamu yang datang. <br />
<br />
Husnita Hermawan, 38 tahun, salah seorang pengunjung mengatakan dirinya jadi terinspirasi untuk membawa serta keluarganya untuk berlibur di kawasan selatan Sukabumi ini. “Selain ke sini bisa dapat ilmu soal penyu tapi juga melihat pemandangan yang luar biasa indah,” kata dia. <br />
<br />
Rasanya tidak salah jika ada orang yang menyebut kawasan wisata pantai di Sukabumi selatan ini ibarat ‘surga yang tersembunyi’. Selain belum terlalu ramai oleh turis, kawasan itu benar-benar menyajikan pemandangan yang bisa menenangkan hati. Penasaran? Tinggal mengemas baju ganti dan barang lainnya, kemudian berangkat pada akhir pekan ini .[SP/Adi Marsiela]<br />
<br />
*tulisan ini dipindah manual dari multiply..huhuuhuhu.... adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-77202181321022343702012-06-21T02:13:00.003-07:002013-03-12T05:09:23.589-07:00Dunia Menanti Ratu Bersalin<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"MS 明朝";
mso-font-charset:78;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1791491579 18 0 131231 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
@font-face
{font-family:Cambria;
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1073743103 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Cambria;
mso-ascii-font-family:Cambria;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"MS 明朝";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Cambria;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
span.st
{mso-style-name:st;
mso-style-unhide:no;
font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-family:Cambria;
mso-ascii-font-family:Cambria;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"MS 明朝";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Cambria;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
@page WordSection1
{size:595.0pt 842.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:35.4pt;
mso-footer-margin:35.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
</div>
-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Pemerintah Indonesia sedang bersiap
menanti sebuah kelahiran ‘besar’ dari Ratu, seekor badak Sumatera (<i>Dicerorhinus
sumatrensis</i>) betina yang hidup di Sumatran Rhino Sanctuary (SRS), Taman
Nasional Way Kambas, Lampung. Tidak hanya Indonesia, kelahiran Ratu ini dinanti-nanti
oleh masyarakat dunia, khususnya para pemerhati satwa liar. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Kehamilan Ratu yang usianya diperkirakan
antara 11-12 tahun ini merupakan anugerah. Kehamilan ini merupakan yang paling
tinggi potensinya untuk kelahiran sejak SRS dibangun pada tahun 1997 silam. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhP6_B1lsB3sd4umSMqKBsHAzTmcAsLgC2G7aG_zgpLFw8e0956AyNfJ02MI5-VWqlS6zn-MM_Xv_5i4evhCXWSA5o2wx4HK7xRVax5yAdjVWtSUTK1ziqEyahwIO6wfEVuN5K9JMCwuY0I/s1600/ratu_bunting.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="276" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhP6_B1lsB3sd4umSMqKBsHAzTmcAsLgC2G7aG_zgpLFw8e0956AyNfJ02MI5-VWqlS6zn-MM_Xv_5i4evhCXWSA5o2wx4HK7xRVax5yAdjVWtSUTK1ziqEyahwIO6wfEVuN5K9JMCwuY0I/s400/ratu_bunting.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Foto Ratu dari Yayasan Badak Indonesia</td><td class="tr-caption" style="text-align: center;"></td><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Dokter hewan dari SRS, Eliza Jinata
mengatakan, usia kehamilan Ratu saat ini sudah memasuki bulan ke-14. Umumnya,
masa kehamilan badak itu antara 15 hingga 18 bulan. “Makanya sekarang observasi
terhadap Ratu ditambah dengan menggunakan empat kamera, Dua di kandangnya, dua
lagi di kubangan dan perlintasan badak,” kata dia di Bandung, Kamis (24/5).<br />
<a name='more'></a></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Saat ini di
SRS, tempat penangkaran badak yang terbilang semi alami itu dihuni oleh empat
ekor badak Sumatera. Masing-masing, Andalas (10 tahun), Bina (27 tahun), Ratu
dan Rosa. Andalas yang dilahirkan pada tanggal 13 September 2001 di Kebun
Binatang Cincinnati, Amerika Serikat merupakan satu-satunya badak jantan yang
tinggal di kawasan seluas 100 hektare itu. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHI8ysQaPKxz41WKcS5kPkB1u9GgRy2ZRzwxgVeOUBppl-pSSpLJ5Az-9QaecCFmis2oNe6x8vsJD2jOko7F9AMclNz5SQbuVOCNfSLhzKDv5mJxpmauXa2lJJzQ2lR3o24r0TG_gr-S2X/s1600/Eastern-Sumatran-rhinoceros.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="251" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHI8ysQaPKxz41WKcS5kPkB1u9GgRy2ZRzwxgVeOUBppl-pSSpLJ5Az-9QaecCFmis2oNe6x8vsJD2jOko7F9AMclNz5SQbuVOCNfSLhzKDv5mJxpmauXa2lJJzQ2lR3o24r0TG_gr-S2X/s400/Eastern-Sumatran-rhinoceros.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Badak suka berendam di lumpur. </td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Sebelumnya ada
Torgamba, pejantan yang diharapkan dapat kawin di sana dengan Bina serta
Dusun.Namun Dusun mati pada tahun 2001 dan Torgamba menyusul pada tahun 2011
lalu. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Kehamilan ini
menjadi kabar gembira di tengah keberadaan badak Sumatera yang terancam punah
seperti kerabatnya badak Jawa. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Dokter hewan
lulusan Universitas Airlangga itu memaparkan, populasi badak Sumatera
diperkirakan tinggal 200 ekor yang hidup liar di wilayah Indonesia dan
Malaysia. “Kalau di kawasan Way Kambas itu mungkin ada sekitar 20 ekor yang
hidup liar di luar empat yang ada di SRS,” kata Eliza.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Hingga saat
ini, ungkap dia, baru ada tiga kelahiran badak Sumatera yang sukses di dunia. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Ketiga-tiganya
adalah kelahiran badak Sumatera dari pasangan Emi dan Ipuh yang ada di Kebun
Binatang Cincinnati, Amerika Serikat. Kedua badak itu merupakan badak Sumatera
hasil tangkapan dari kawasan Bengkulu, sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat.
Kedua badak itu dikirim ke Kebun Binatang Cincinnati Amerika karena
keberhasilannya melakukan pengembangbiakan pada spesies badak lain. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcwNsspNi3QmabhM9bILO_AwQ1sPuGRjFo2qKWJ1RMksu9kMCCJGGDVRNNd6t4ryH28a2joug7z2h2pnzfhuBgMvu3tNvOIKh6lPREtLWCK4Meu0i2HItQCaGgtikBC_ZmFv2ApylHm-rP/s1600/Sumatran-rhinoceros-feeding-on-vegetation.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcwNsspNi3QmabhM9bILO_AwQ1sPuGRjFo2qKWJ1RMksu9kMCCJGGDVRNNd6t4ryH28a2joug7z2h2pnzfhuBgMvu3tNvOIKh6lPREtLWCK4Meu0i2HItQCaGgtikBC_ZmFv2ApylHm-rP/s400/Sumatran-rhinoceros-feeding-on-vegetation.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Badak menggunakan ujung mulutnya yang seperti belalai untuk menarik daun.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Andalas
merupakan anak pertama dari pasangan itu. Kelahiran Andalas merupakan badak
Sumatera pertama yang lahir di kebun binatang dalam waktu 112 tahun sejak
kelahiran badak di Kebun Binatang Kalkuta, India tahun 1889 silam. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Keberhasilan
itu berlanjut dengan kelahiran Suci, adik Andalas pada tahun 2003. Pada tahun
2007 lalu, pasangan itu melahirkan anak ketiganya yang diberi nama Harapan.
“Jika kelahiran dari Ratu sukses maka ini akan jadi yang pertama di Indonesia
atau yang ke-empat di dunia,” terang Eliza. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Sebelumnya, sambung dia, Ratu sudah dua
kali mengalami kehamilan namun keguguran. Untuk menjaga proses kehamilannya
kali ini, Ratu diberikan tambahan protein dan hormon.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
“Tim kami juga melakukan pemeriksaan
dengan USG sehingga terpantau sampai saat ini janinnya baik. Detak jantung
normal, cairan amnion atau mirip ketuban di manusia juga ada. Jadi dipantau
terus. Kita malah ada beberapa skenario yang sudah disiapkan terkait proses
persalinannya nanti,” kata Eliza. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Tim SRS juga mendapatkan bantuan dari
orang asing yang sudah berhasil menangani persalinan badak. Beberapa di
antaranya adalah Benn Bryant dari Taronga
Western Plains Zoo Australia; Paul Reinhart – keeper yang menangani kelahiran tiga
anak badak Sumatera di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika; Susi Ellis dari
International Rhino Foundation, dan Bibhab K.Talukdar dari Asian Rhino Specialist Group. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Badak Sumatera paling kecil ukurannya dari lima spesies badak yang ada di dunia. Secara umum, badak dibagi
ke dalam dua kelompok, badak Asia dan Afrika. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI4U0shoccs4ufUsD2LYp2f6RxYxWr2qQQAsoUsbLglgLnP6ns6B0UNUN5yhtm-FXxuQ42OC7kWQVp31Cb7lwv4skIfWLed0neqJuJT_B4BMfzf-sqV2En6Jy8f90ySYl6FQo_wKqf003L/s1600/Sumatran-rhinoceros-female-walking-through-forest.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI4U0shoccs4ufUsD2LYp2f6RxYxWr2qQQAsoUsbLglgLnP6ns6B0UNUN5yhtm-FXxuQ42OC7kWQVp31Cb7lwv4skIfWLed0neqJuJT_B4BMfzf-sqV2En6Jy8f90ySYl6FQo_wKqf003L/s640/Sumatran-rhinoceros-female-walking-through-forest.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Penglihatan badak tidak sebaik indera penciumannya. Jika dikejar badak sebaiknya mencari pohon dan naik ke atasnya. </td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
Badak Afrika ada dua jenis yang hitam dan
putih sedangkan badak Asia yang masih hidup adalah badak Sumatera, badak Jawa,
dan badak India. Berbeda dengan kerabatnya di kawasan Taman Nasional Ujung
Kulon yang bercula satu, badak Sumatera memiliki dua cula. “Tapi ukurannya
kecil tidak seperti badak Afrika yang bisa mencapai setengah meter,” terang
Eliza yang berharap populasi badak Sumatera bisa bertambah seperti badak India
yang juga ‘diselamatkan’ lewat program zona penyangga konservasi. [SP/Adi
Marsiela]</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<br /></div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-66349727080607767772012-06-18T01:22:00.000-07:002013-03-12T05:08:24.612-07:00Bukan Cuma Pinokio yang Hidup<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"MS 明朝";
mso-font-charset:78;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1791491579 18 0 131231 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1107305727 0 0 415 0;}
@font-face
{font-family:Cambria;
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-536870145 1073743103 0 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Cambria;
mso-ascii-font-family:Cambria;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"MS 明朝";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Cambria;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-family:Cambria;
mso-ascii-font-family:Cambria;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"MS 明朝";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Cambria;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;}
@page WordSection1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.WordSection1
{page:WordSection1;}
</style>
-->
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Tupu tampak asyik
sendiri. Mengenakan kupluk berkuping dan bergigi dua, Tupu tidak menyadari
kehadiran seekor anjing abu-abu di dekatnya. Dia kaget begitu tahu posisi
anjing sudah begitu dekat dari suara gonggongannya. Tupu berupaya menghalau
anjing itu dengan mainannya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Karena tidak
berhasil, Tupu meniup peluit merah yang sehari-hari dia kalungkan di lehernya.
Prittt, priiitt, priitt !!!</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOZq9Jmz-3StcbMQIVJ9RX5vem3KLCZL4WgMvg2UZHNIlWtxq1Uw_1M82U35K_i9I4t5E6L9sjM9xzk4YAM0VRu7Tpb-RkBFIkGV1ZroFgr-25vzWnZomoAFXp4wtsKPWCCkId2qm0btVx/s1600/mwathirika1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOZq9Jmz-3StcbMQIVJ9RX5vem3KLCZL4WgMvg2UZHNIlWtxq1Uw_1M82U35K_i9I4t5E6L9sjM9xzk4YAM0VRu7Tpb-RkBFIkGV1ZroFgr-25vzWnZomoAFXp4wtsKPWCCkId2qm0btVx/s400/mwathirika1.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Moyo, sang
kakak, keluar dari rumah dan membawa Tupu mendekat ke rumah. Anjing itu dia
lempar dengan mainan Tupu. Usahanya berhasil, tapi Tupu menangis karena
mainannya rusak. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Melihat adiknya
sedih, Moyo pun berusaha menghiburnya. Kedekatan antara keduanya terlihat jelas
saat Moyo berusaha merangkul adiknya. Pelan-pelan, Tupu melupakan tangisnya. Kegembiraan
Tupu semakin menjadi saat Baba, sang ayah pulang dan membawakan balon merah
untuknya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnzWOj8i_MJQ0R9WdN5hLMWyvuKOShyphenhyphenJsq33cZmz2viytXCvSOtBGZoMPpy786e9NMsFdZENrCoP09cgJXikgeyBH8_UuuGtl5YIkvogmheCgX0NLifMiSd1A38cSVF9spP-bakpXbTj51/s1600/mwathirika2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnzWOj8i_MJQ0R9WdN5hLMWyvuKOShyphenhyphenJsq33cZmz2viytXCvSOtBGZoMPpy786e9NMsFdZENrCoP09cgJXikgeyBH8_UuuGtl5YIkvogmheCgX0NLifMiSd1A38cSVF9spP-bakpXbTj51/s400/mwathirika2.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Dekat rumah
mereka tinggal Haki, yang memiliki seorang anak perempuan, Lacuna, yang selalu
duduk di kursi roda. Sesekali Haki menyapa Tupu saat lewat di depan rumahnya.
Mereka hidup berdampingan dengan mesra. </span><br />
<a name='more'></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Tapi semua itu
berubah drastis dalam waktu singkat. Haki tidak mau berdekatan dengan lagi
dengan Baba yang hanya memiliki satu tangan itu. Perubahan itu akibat sebuah
tanda segitiga merah di jendela rumah Baba. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Sejak ada tanda
itu, Baba dibawa pergi oleh orang berseragam dan bersenjata. Dia tidak kunjung
kembali. Moyo yang berusaha mencari ayahnya malah ikut dibawa orang bersenjata.
Suara peluit yang ditiup Tupu tidak bisa membawa Moyo dan Baba kembali. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Itulah sebagian
adegan dari pertunjukan teater boneka bertajuk Mwathirika yang dibawakan oleh
Papermoon Puppet Theatre di Institut Francais Indonesia, Bandung, Jumat (15/6)
kemarin. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsfzbrVSoadHFGivFKav1dC92X-hhwX4MpokF7IJ7_WLgxR7k9s_TxGQpHvtX9wsnpg6Msmsl5j_Ai8jCN1xijnNWsAVKg3tjrBvvIgJ6YRvqklFZNsEaHQhJfSGyJHo2RJuB243iDHbNG/s1600/mwathirika3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsfzbrVSoadHFGivFKav1dC92X-hhwX4MpokF7IJ7_WLgxR7k9s_TxGQpHvtX9wsnpg6Msmsl5j_Ai8jCN1xijnNWsAVKg3tjrBvvIgJ6YRvqklFZNsEaHQhJfSGyJHo2RJuB243iDHbNG/s1600/mwathirika3.jpg" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Boneka-boneka
itu tidak bersuara. Yang ada hanya panggilan nama, selebihnya berkomunikasi
dengan bahasa tubuh. “Boneka itu memang tidak ada pita suaranya, jadi lebih
pada pergerakan. Gerak itu bahasa pertama manusia juga,” kata Iwan Effendi,
salah seorang konseptor Papermoon Puppet Theatre.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Bersama
istrinya, Maria Tri Sulistyani atau Ria
yang menjadi sutradara pertunjukan ini, Iwan berhasil menghadirkan sebuah drama
kehidupan soal kehilangan yang dialami oleh banyak orang. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Di bagian awal, mereka menampilkan teks di layar hitam yang menyatakan </span><span style="font-family: "Times New Roman";">pertunjukan Mwathirika didedikasikan
kepada korban dan anggota keluarga yang hilang pada September 1965 dan tragedi
lainnya di dunia yang diakibatkan oleh gejolak politik.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Mwathirika, kata
Ria, merupakan bahasa Swahili yang berarti korban dalam bahasa Indonesia. Moyo
sendiri berarti hati, Tupu berarti kosong, Baba berarti ayah, dan Haki berarti
benar. Nama Lacuna sendiri diambil dari bahasa Inggris yang berarti celah. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">“Ini adalah
sebuah kisah tentang adanya sejarah kehilangan di dalam hidup kita. Bukankah
kalau kita tahu tentang apa yang terjadi di masa lalu, maka kita bisa
memahami kenapa kita berdiri di sini sekarang dan mau pergi ke mana di masa
mendatang?” sebut Ria dalam katalog pementasan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Iwan mengungkapkan, kisah yang mereka tampilkan itu banyak yang
terinspirasi dari cerita orang-orang yang benar merasakan kepahitan akibat
tragedi tahun 1965 lalu. “Kakek saya seorang dalang yang kemudian harus
menjalani masa penahanan pada masa itu,” kenang dia. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGP7O3jeIFXE6i4jUsYQ_p9A2Fw8LBSJ3FgsLtsXhv1Udr15D4Ef1DXYeiEgwFz7v3_87PEUVAfvD5-pyTRthg5fBC0lry95AoPAW1zh3oxoyvpQ0hMRBdI9Pr7fMiTQcSQ0PtlOTMNsA-/s1600/mwathirika4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGP7O3jeIFXE6i4jUsYQ_p9A2Fw8LBSJ3FgsLtsXhv1Udr15D4Ef1DXYeiEgwFz7v3_87PEUVAfvD5-pyTRthg5fBC0lry95AoPAW1zh3oxoyvpQ0hMRBdI9Pr7fMiTQcSQ0PtlOTMNsA-/s1600/mwathirika4.jpg" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Adegan yang mereka ambil dari pengalaman nyata pada masa itu tergambar
saat Moyo menangkap katak untuk bahan makanan bersama adiknya. Secara umum
kisah ini sangat menyedihkan karena penonton dibawa ke dalam suasana kehilangan
orang terdekat, terkasih, dan tercinta.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Tengok saja Haki yang tidak mau menyapa atau sekedar melihat tetangganya
yang sudah dicap dengan tanda segitiga merah. Lacuna yang sehari-hari bermain
dengan Tupu disuruh pulang dan tidak bergaul. Haki baru tahu soal kehilangan
yang dialami Tupu, saat dia menemukan kursi roda Lacuna terguling berantakan. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Untuk mengingatkan
pahitnya kehilangan akibat tragedi tersebut, Ria dan Iwan sengaja memilih media
boneka. “Dengan boneka itu sepertinya orang-orang lebih bisa menerimanya,
mungkin dianggap lucu sehingga mau memperhatikan dan kemudian larut dalam
ceritanya,” ungkap Ria.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Boneka-boneka
yang dibuat dengan cara papiermache atau melapisi kertas demi kertas itu mereka
tampilkan di panggung dengan teknik bunraku dan kuruma ningyo. Kedua teknik itu
berasal dari seni tradisi Jepang. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Bunraku
merupakan teknik memainkan satu boneka tradisional secara bersama-sama oleh
beberapa orang. Gerakan boneka terlihat hidup dan terasa bernyawa, lengkap
dengan emosi yang tersalurkan dari pemainnya. Teknik kuruma ningyo adalah
memainkan boneka yang sama sembari duduk di atas kursi beroda. Cara ini lebih
efektif dibandingkan bunraku yang pemainnya lebih banyak.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">“Kami latihannya
sembari menghadap kaca, jadi semua pergerakan harus diperhitungkan,” terang
Iwan yang mengawali karirnya sebagai pelukis. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Meski demikian, para
pemain boneka ini juga kadang tampil sebagai bagian dari cerita. Saat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">manggung</i>, mereka memakai topeng. Kadang
sebagai anggota organisasi yang dicap segitiga merah, pemain sirkus, dan paling
sering berlalu lalang sebagai tentara yang membawa Baba dan Moyo pergi untuk
selamanya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuO4NKJ7AtANjSgAl8G0UYOK_7PhP4QeyoIK2ERCIDGgqkqlEVq5AMNEdCzcZypuLIIf_853tESWK2tiWIZa7HhpQyvghuUYEbXfUYmcmkcjWxcFdmSNP2OGve1rGIv4VMnsf0ECKUDBcy/s1600/mwathirika5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuO4NKJ7AtANjSgAl8G0UYOK_7PhP4QeyoIK2ERCIDGgqkqlEVq5AMNEdCzcZypuLIIf_853tESWK2tiWIZa7HhpQyvghuUYEbXfUYmcmkcjWxcFdmSNP2OGve1rGIv4VMnsf0ECKUDBcy/s400/mwathirika5.jpg" width="400" /><span style="background-color: orange;"></span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman";">Soal tidak
adanya sosok ibu dalam Mwathirika, Ria dan Iwan sepakat, rasa kasih sayang dan
hubungan emosional tidak dimonopoli oleh kaum ibu saja. Hal itu bisa juga
terjadi antara ayah dengan anaknya atau adik dengan kakaknya. “Kalau ada sosok
perempuan, kami khawatir dia yang jadi lebih emosional. Padahal semuanya juga
bisa merasakan itu,” kata Ria yang sempat menjadi guru taman kanak-kanak ini. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;">Pertunjukan Mwathirika
memang sederhana ceritanya. Tidak ada dialog, hanya pergerakan tubuh, ilustrasi
musik, tayangan video, serta tata lampu. Tapi itu semua bisa menyampaikan kalau
rasa kehilangan akibat sebuah gejolak politik hanya menjadikan semua orang
sebagai korban. Baik di negeri ini, atau di bagian lain belahan bumi.-Adi Marsiela</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;">*tulisan ini dimuat di Suara Pembaruan, edisi Senin, 18 Juni 2012.</span>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-13073643102503779752012-04-06T22:05:00.002-07:002013-03-12T05:08:51.382-07:00Akanoma, an architecture firm anomaly<i>This article was published on <a href="http://akarumput.com/en/environment/0604212-akanoma-anomali-biro-arsitektur-1/" target="_blank">Akarumput.com Part. 1</a> and <a href="http://akarumput.com/en/environment/0604212-akanoma-anomali-biro-arsitektur-1/" target="_blank">Part. 2</a></i><br />
<br />
“Love Indonesian Products, If Possible 100%”<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgs3yIVoHv9w6Cyg90-6_exIxVRbtsnGJi4EWfKuDjidUFZAYecBAvrb5wvAMsVUfz_HTLw2h1l2CGbZdPVUkNBTxWJ4Y3CbL3rFFx6RRlobcc-ITCsQB2zvsyLqsZn4CUJoogOuXkuWbyO/s1600/akanomablog3.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgs3yIVoHv9w6Cyg90-6_exIxVRbtsnGJi4EWfKuDjidUFZAYecBAvrb5wvAMsVUfz_HTLw2h1l2CGbZdPVUkNBTxWJ4Y3CbL3rFFx6RRlobcc-ITCsQB2zvsyLqsZn4CUJoogOuXkuWbyO/s1600/akanomablog3.jpg" /></a> <br />
This message is written in chalk on a wall on the outside of the
kitchen. The folding windows make the kitchen feel like a traditional <i>warung</i> (an Indonesian food stall). The glasses, pots, cutting board, kettle, and an <i>irus</i>, a traditional tool for mixing food from coconut husk, are arranged hanging above.<br />
The warung vibe is even more complete with a long bamboo bench
positioned outside the kitchen. Inside, discarded drink crates of yellow
and red are arranged as storage space for kitchen spices and food.<br />
<br />
The kitchen is located next to the main entrance to Akanoma Studio.
Yu Sing Lim (35 years old) along with Benyamin Narkan, Anjar Primasetra,
Peter Antonius, Iwan Gunawan, Wilfrid, and Yopie Herdiansyah use a <i>joglo</i>
building (a traditional wooden Javanese building) as their main studio
space. The joglo has been raised on stilts, similar to traditional house
designs in Kalimantan.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMEWDMhNCeDNqE-Sd6B6eJQCbwc6agvVuIt5pgUnKxQ2w-wIp7ae_TmX5Lpgmn73u5_VsBF3wspGCnMKycdjrHPyNmIyU5YDQxNf_FBXyZGZ2ogFVYiKg6H2m7I8cAMGUDQsEk26hX78t1/s1600/akanomablog12.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiydoaOcb567RkcSDdF8NuJ2TaGLa8pBcxygNYbT8D4VNS-ysGF1F91kKV_2xgqQkrIny0GqJs80Ez052C7wRF-ZWIa4I5jdyhL63NDeLNGham7CojD7Jdb1Z_TENrygy5BvX3da2mXjCuB/s1600/akanomablog2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiydoaOcb567RkcSDdF8NuJ2TaGLa8pBcxygNYbT8D4VNS-ysGF1F91kKV_2xgqQkrIny0GqJs80Ez052C7wRF-ZWIa4I5jdyhL63NDeLNGham7CojD7Jdb1Z_TENrygy5BvX3da2mXjCuB/s1600/akanomablog2.jpg" /></a></div>
The walls of this traditional Javanese building have been modified.
As opposed to the wooden walls normally used, they have installed window
frames spliced together with colorful chipboard and glass nako. This
material is used surrounding the entire <i>joglo</i>.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEie9Kt2Zbd31esXzaQ6FuYuvxSYnfk1LKsq7vc5a32J2hkTxXNR4p236Qmhf46f6FIVYu_nAnoYPSZkwYo3Lx789hujbvVa58x4aaqEGDW7f7Vg87etbRvz4d_uk56qegKsto3cinGrem93/s1600/akanomablog1.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEie9Kt2Zbd31esXzaQ6FuYuvxSYnfk1LKsq7vc5a32J2hkTxXNR4p236Qmhf46f6FIVYu_nAnoYPSZkwYo3Lx789hujbvVa58x4aaqEGDW7f7Vg87etbRvz4d_uk56qegKsto3cinGrem93/s1600/akanomablog1.jpg" /></a> <br />
Inside, the space is open with no separators. Tables are arranged
next to each other with computers on top of them. The architects work
from this studio in a homey atmosphere. The four pillars inside the
joglo multi-function as shelving for books. Old plastic containers,
which were used for storing vegetables at the market, have been
reclaimed and are used as shelving to store documents.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE1CtPu_Opje1iaZHISBfsNawV6NM6EsvMiavBqAdJzHZV9MEF4j0DGsJcIN0EvRvDh18ajh7mZE84Bnc_3H7m0uSvEOCtFOvB68WT5TyodI9wKHXCZ-m1dwZBD2bnNRrXz4ajGO3Du0MF/s1600/akanomablog10.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a> <br />
Bamboo is very visible within the studio design. The plans seem to
optimize the flexibility and strength of bamboo. Besides used as floor
mats, larger bamboo poles make up the columns of the building.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi2yKuctydqmHsOQcFXHV8c8D6GNcWUaebDsXko6A1kZfwqqd5G9fzi-M-ogZOzLPTqzwroC2XzHMh32HHn4qzZ67SYdybWRjwTxEK6E56H8-V98PHIKSwKCFqSVXOo_dJ9RGQUsl7WO8C/s1600/akanomablog7.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi2yKuctydqmHsOQcFXHV8c8D6GNcWUaebDsXko6A1kZfwqqd5G9fzi-M-ogZOzLPTqzwroC2XzHMh32HHn4qzZ67SYdybWRjwTxEK6E56H8-V98PHIKSwKCFqSVXOo_dJ9RGQUsl7WO8C/s1600/akanomablog7.jpg" /></a> <br />
<br />
The use of bamboo is also visible along the walls of rooms towards
the back of the studio. There is room to meet with clients, a sleeping
area for staff, and guest rooms which are closed with bamboo poles of
different sizes positioned both vertically and horizontally, some as
small as your finger and others the width of an outstretched adult hand.<br />
<br />
This two-story building constructed at 700 meters above sea level can
be seen towering within the village. The studio itself is built over
650 square meters of land. Far from the city, it is located on Jalan
Tipar Timur, Laksana Mekar Village, Padalarang, in West Bandung. The
location is closer to the Purbaleunyi toll (Purwakarta-Bandung-Cileunyi)
than it is to Bandung city. “This location was chosen because our
financing is limited,” explains Yu Sing.<br />
<br />
Previously, Yu Sing contracted a house as his studio space. However,
the cost of the contract was not cheap. At the same time, Iwan,
Akanoma’s drafter, was searching for land and was offered a plot west of
Bandung city. “He was looking for land and came across a large plot. So
we decided to share it between the three of us and the studio was built
using the least expense possible,” says Yu Sing.<br />
<br />
The main studio component is the <i>joglo</i>, which on its peak is adorned with two chicken statues from Solo. “We moved the <i>joglo</i> here after purchasing it months ago. We didn’t have enough money to build an office. When we bought the <i>joglo</i>, we didn’t yet have plans to build an office,” explained the author of the book <i>Mimpi Rumah Murah</i> (Dreaming of Inexpensive Housing).<br />
<br />
Akanoma studio in a way no represents Yu Sing as an architect. He believes architecture must have roots. For Yu Sing, using a <i>joglo</i>, modified with bamboo, as the main building component represents the current role of architecture in Indonesia.<br />
<br />
“I have a dream to create a sustainable city village, to slow the
trend of villages being displaced and becoming victims of development.
People should have a permanent village where they can live prosperously
and comfortably. Our studio is in the village, so we provide a library
and social space for the surrounding residents to use,” says Yu Sing,
referring to the porch area and public library located underneath his
studio.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUA1wnjvOm_mMHmSQmitwy4FzoJjYTTK08z3aV_4IuVqbrZIZLfX-fz5s8DQe1tuliE9ty-Sxn16DqA3asqOq1sqjQeFYwSRqjNSe6Msnu6lgKE_4bWZzmo1FUmDRyq3mJDUSE7VEQSMyB/s1600/akanomablog4.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUA1wnjvOm_mMHmSQmitwy4FzoJjYTTK08z3aV_4IuVqbrZIZLfX-fz5s8DQe1tuliE9ty-Sxn16DqA3asqOq1sqjQeFYwSRqjNSe6Msnu6lgKE_4bWZzmo1FUmDRyq3mJDUSE7VEQSMyB/s1600/akanomablog4.jpg" /></a> <br />
Unfortunately, Yu Sing explains, the local community has not yet used
this social space for their meetings. “If they need it, they are
welcome to use the space. What is being used now is the public library,
almost every afternoon kids come to read books here. The books in are
library are mostly donated,” he said.<br />
<br />
Yu Sing has also taken efforts to make sure the building is
environmentally friendly. This long-haired architect intentionally
extended the roof of the joglo, and attached a number of metal pipes at
an angle in a V shape to create a buffer. These metal pipes are
connected to the gutters around the roof. They function as a buffer, as
well as a rainwater harvesting system by directing rain into a water
absorption tank.<br />
<br />
Besides being environmentally friendly, Akanoma also makes an effort
to produce their own food by planting vegetables around the studio land.
“We have planted basil, long beans, eggplant, <i>leunca</i>, chili,
cucumber, cassava, cosmos flowers, and more. We also have a pond used to
soak bamboo during the preservation stage, which has an additional
function as a fishpond. We have already harvested Nila fish for food.
Since our studio is quite far away from everything, we usually cook our
meals here” he said.<br />
Reclaimed used materials can be seen in the bathroom. A combination
of used glass bottles and exposed brick wall. Besides functioning as
hanging pens, the bottles also reflect natural light into the bathroom.<br />
<br />
Yu Sing also uses bamboo for stairs. “It’s cheap and it’s a great
alternative,” he said. The right stairway towards the front of the
building is enclosed with discarded car windows. The curved windows are
clamped in place then tied to bamboo poles using wire. “We needed that
area to use transparent materials. It turns out in this village there is
a collector of used car windows, so we experimented with them. The cost
was quite inexpensive,” says this architect who graduated from Institut
Teknologi Bandung.<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE1CtPu_Opje1iaZHISBfsNawV6NM6EsvMiavBqAdJzHZV9MEF4j0DGsJcIN0EvRvDh18ajh7mZE84Bnc_3H7m0uSvEOCtFOvB68WT5TyodI9wKHXCZ-m1dwZBD2bnNRrXz4ajGO3Du0MF/s1600/akanomablog10.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE1CtPu_Opje1iaZHISBfsNawV6NM6EsvMiavBqAdJzHZV9MEF4j0DGsJcIN0EvRvDh18ajh7mZE84Bnc_3H7m0uSvEOCtFOvB68WT5TyodI9wKHXCZ-m1dwZBD2bnNRrXz4ajGO3Du0MF/s1600/akanomablog10.jpg" /></a> <br />
<br />
The down-to-earth Akanoma studio is ever connected with the ideals of
the architect Yu Sing. He believes everyone should have the right to
grow and develop in a house that inspires and is enjoyable.
Unfortunately, the majority of the Indonesian public still considers
architecture services to be only for those who are wealthy. He believes
that the lower and middle class citizens should still be able to work
with architects when building their homes. “The role of an architect in
shaping a house can influence the different sensations of each room,”
says Yu Sung, a fan of the late Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, an
architect and humanist who is fondly known by the name Romo Mangun.<br />
Yu Sing’s first ambitions to design a house started when he was asked
to design a house for a colleague’s uncle. With a budget of less than
60 million rupiah (approximately US$ 6.500), Yu Sing took advantage of
reclaimed materials from the old house that was being torn down.<br />
<br />
That house, located in Caringin, Bandung, was designed to continually
be developed upon so it can be constructed in stages, depending on the
finances the owner has available. It is a two-story house, which is
useful to conserve land and make sure there is enough green foliage and
water absorption around the building. The walls were built with a
concrete frame to make it earthquake resistant. Fiber cement was used
for the roof, to conserve finances. The roof was also designed to
harvest rainwater, which is then directed through a simple filter system
so that it can be reused.<br />
<br />
Another aspect that makes the house unique is that the left over roof
shingles from the old house were used to cover the brick walls of the
new house. The random color scheme on the shingles creates interesting
visual shapes. “I wanted to help with this design, because even I have
difficulty building a house because of limited budget. Since then, I
continued helping build inexpensive houses and began writing about
them,” he said.<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMEWDMhNCeDNqE-Sd6B6eJQCbwc6agvVuIt5pgUnKxQ2w-wIp7ae_TmX5Lpgmn73u5_VsBF3wspGCnMKycdjrHPyNmIyU5YDQxNf_FBXyZGZ2ogFVYiKg6H2m7I8cAMGUDQsEk26hX78t1/s1600/akanomablog12.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMEWDMhNCeDNqE-Sd6B6eJQCbwc6agvVuIt5pgUnKxQ2w-wIp7ae_TmX5Lpgmn73u5_VsBF3wspGCnMKycdjrHPyNmIyU5YDQxNf_FBXyZGZ2ogFVYiKg6H2m7I8cAMGUDQsEk26hX78t1/s1600/akanomablog12.jpg" /></a> <br />
<br />
At the end of his book, Yu Sing says that one of his dreams is to
design 100 inexpensive houses. “Many people in the lower and middle
class really need the support of architects, but do not have the means
to access these services. I have made a commitment to help with this,”
said Yu Sing.<br />
The published writings on inexpensive housing received an amazing
response. “In the first year alone, over 80 families contacted me,” he
said.<br />
<br />
His potential clients came from all over Indonesia, including as far
as Papua and Kalimantan. They would contact Yu Sing via phone and email.
“Of the 80 families, I was involved in constructing about 20 of their
houses, but not all of them were completed. Sometimes it was because
they had used the money allocated for other expenses, so building a
house was delayed,” he explained.<br />
To assist in designing these inexpensive houses, Yu Sing charges a
service fee of three percent of the total project budget. This price
range is applied to all clients building houses with a budget of 250
million rupiah and below. If their budget is higher, they are charged a
fee of 5-7 percent, which is the national standard according to the
Indonesian Architecture Association.<br />
<br />
“Even those who have the money don’t always use an architect, let alone the lower class who are building inexpensive houses.”<br />
<br />
The architects at Akanoma studio have another concept to help design
an inexpensive house in Dago Giri, Bandung. The new inexpensive house
belongs to Uway, a motorbike transport driver. The construction of the
new house is projected to only require 27 million rupiah (approximately
US$ 3,000). For the design of Uway’s house, Akanoma studio is not
charging a service fee. “It is our commitment that for clients with a
budget of less than 40 million rupiah, we will create the design for
free,” he said.<br />
<br />
However, Uway does not have enough money to build this house, and his
current house is not suitable to live in anymore. Together with his
friends, Yu Sing is gathering donations to help Uway build a small
house; the fist floor is only 4 x 6 meters in size.<br />
<br />
“We are compiling donations by shopping the design around social
networks. So far we have already started receiving some donations. From
the total goal of Rp27 million, Uway himself has around Rp10 million, so
we only need to collect the remaining cost, which is Rp17 million,”
said Yu Sing.<br />
Once all the donations are compiled and the house is built, Uway will
return the money through installments. The goal is that once the debt
is repaid, it will be used to fund the next inexpensive house project
for people in similar financial situations.<br />
<br />
Yu Sing feels a sense of satisfaction through assisting people in
building houses to match their individual characters. The design of one
person’s house is not necessarily right for another person. “A house
design should be strong, and suit the context. This needs to be explored
so the house is inspiring and enjoyable. An extreme example is that a
living space which is too crowded will have an impact on the mentality
and thoughts of those living there,” he said.<br />
<br />
To spread similar ideas, Yu Sing has formed a network of architects
from outside of Bandung. This network can help to fulfill requests for
inexpensive houses from people located outside of Bandung. “We now have
friends in Jakarta, Depok, Balikpapan, and Semarang who we can
collaborate with. Ideally we could have networks in every area, so that
the architects can meet with clients, see the location and help oversee
the building process,” said Yu Sing.<br />
<br />
The network of architects is managed through Internet communication.
So that when an architect is available to help design and build an
inexpensive house, their work can be easily monitored. “If there is a
senior architect who wants to help and for example can take on three
houses per year, they can simply let us know through their online
status,” he explained.<br />
<br />
Yu Sing is optimistic that this concept will work because he believes
within each person there is a passion to share. It is this passion that
has become his approach in his profession. Staying grounded and having a
different approach or being somewhat of an anomaly is an approach which
is spreading benefits to other people.<br />
<br />
<br />
<br />adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-71588298298268847072012-03-07T05:59:00.003-08:002013-03-12T05:09:28.791-07:00Menanti Penyu Hijau<div style="font: normal normal normal 13px/normal Verdana; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Tahukah anda, bagaimana seekor penyu hijau (<i>Chelonia mydas</i>) betina dapat menemukan kembali tanah kelahirannya untuk bertelur? </span></div>
<div style="font: normal normal normal 13px/normal Verdana; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; min-height: 16px; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font: normal normal normal 13px/normal Verdana; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Meski belum ada yang dapat memastikannya, selama tahun 2011 lalu ada 1.558 induk penyu yang bertelur di kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. </span></div>
<div style="font: normal normal normal 13px/normal Verdana; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; min-height: 16px; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font: normal normal normal 13px/normal Verdana; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Populasi penyu hijau ini terus menurun karena masih maraknya pencurian telur. Pemerintah sendiri sudah memasukkan penyu hijau ini sebagai satu dari 31 jenis reptil yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah nomo 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenus Tumbuhan dan Satwa. Pencuri atau pihak yang memanfaatkan penyu secara ilegal terancam penjara 5 tahun dan denda Rp 150 juta. </span></div>
<div style="font: normal normal normal 12px/normal 'Lucida Grande'; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; min-height: 15px; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif;">Selain pencurian telur, populasi penyu hijau ini terancam oleh predator alami dan telur yang tidak menetas akibat tidak dibuahi. Upaya penyelamatan seperti pelepasan tukik (anak penyu) menjadi penting untuk menjaga populasi satwa langka ini. Harapannya, setelah dewasa (20-50 tahun) penyu-penyu betina itu kembali untuk bertelur setiap 3-4 tahun sekali. </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSmP5-oBeCkOzmbOzwKmecnayZIn_-gZ2_etJ37YD8-fhozDA-wcYu5tgOQ1n2ocWv5dTA5wjtTYZOi0s4nI7ra_vCfiixPJIB5c0s3DSTjXi_aZMnMc3KkD0OtGjxjk16e3p5sLrKFTPU/s1600/penyu-adi5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSmP5-oBeCkOzmbOzwKmecnayZIn_-gZ2_etJ37YD8-fhozDA-wcYu5tgOQ1n2ocWv5dTA5wjtTYZOi0s4nI7ra_vCfiixPJIB5c0s3DSTjXi_aZMnMc3KkD0OtGjxjk16e3p5sLrKFTPU/s1600/penyu-adi5.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhof08v6NZM2HM13ZNVG1elYHlv6MgbOMvs3a7zj5wz-MDJ1XqenDzhW1NQ3UYr03v5kGF5oBDfGGC1EXY0l92yKpa-auMt9Lvyc0Pv8miDkamQNmdVD3eZGphYTNFRaxuMUZUOGlCgbwBH/s1600/penyu-adi7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhof08v6NZM2HM13ZNVG1elYHlv6MgbOMvs3a7zj5wz-MDJ1XqenDzhW1NQ3UYr03v5kGF5oBDfGGC1EXY0l92yKpa-auMt9Lvyc0Pv8miDkamQNmdVD3eZGphYTNFRaxuMUZUOGlCgbwBH/s400/penyu-adi7.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS15fJv0WO-R57w8_EbhVcRLtFVMxqpxittlBdVhR8nl7SUekWwgJ16D-Zxe33chX_1yxrnyel7RfnPTWoxGD_Enk8EvVKS0cyK99v3F6ishQCUEYdkwRl5EHiFHuiPQTUHTJyLlVSDL5j/s1600/07+lepas+tukik-adi1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS15fJv0WO-R57w8_EbhVcRLtFVMxqpxittlBdVhR8nl7SUekWwgJ16D-Zxe33chX_1yxrnyel7RfnPTWoxGD_Enk8EvVKS0cyK99v3F6ishQCUEYdkwRl5EHiFHuiPQTUHTJyLlVSDL5j/s400/07+lepas+tukik-adi1.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcbE5sCyyFmWVvEsrcFWXi5kN73wUy8sWpH_hTlulYxauedGgHg12HNYT2kLL9YWBrmHT3Nb5M12OF22XU6uvO9VBDgiYATcbMWbVVaNqlEFkm7mU_-O88kMlqK6HH__z-cVmbIPWsnvm3/s1600/penyu-adi11.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcbE5sCyyFmWVvEsrcFWXi5kN73wUy8sWpH_hTlulYxauedGgHg12HNYT2kLL9YWBrmHT3Nb5M12OF22XU6uvO9VBDgiYATcbMWbVVaNqlEFkm7mU_-O88kMlqK6HH__z-cVmbIPWsnvm3/s400/penyu-adi11.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKegjSaA22Ko35ddhxcZE2Od8ZJ0Jx9CsGyRIHWngKHV3o5RuOO_0Iq33C4oHa9vmF21IOREuindsgBJHvlfaKrGwYK8QtYo0XOA9gedO1x2fUThNTo1xAMWuEZUAthsClcZK_-EB7bO1Q/s1600/penyu-adi10.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKegjSaA22Ko35ddhxcZE2Od8ZJ0Jx9CsGyRIHWngKHV3o5RuOO_0Iq33C4oHa9vmF21IOREuindsgBJHvlfaKrGwYK8QtYo0XOA9gedO1x2fUThNTo1xAMWuEZUAthsClcZK_-EB7bO1Q/s400/penyu-adi10.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzch9xLp915D4GtGhOOn6oKrU762vgnctPtjRYbij82ymc26U5m5IsXO3t1YWW0IYt6dxkKKWW4DflTgzNJEZF8BMJ1xn2VE_d0nC583hpSmqphYqRySjE1QM6P-ocDu-G9tFkUN_cYoM5/s1600/penyu-adi1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzch9xLp915D4GtGhOOn6oKrU762vgnctPtjRYbij82ymc26U5m5IsXO3t1YWW0IYt6dxkKKWW4DflTgzNJEZF8BMJ1xn2VE_d0nC583hpSmqphYqRySjE1QM6P-ocDu-G9tFkUN_cYoM5/s1600/penyu-adi1.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxyYzC7qgVgfLmklDKHhaoS14MsZS0ogwIbq8l0Z57pHqSBC1P6OT2IPqIkF2hBCZ9-vwmbyBA-x_vCb9Yk3UWcBGfqSLIJ9_vgXEwHmmEZgRZzqO6PtdNDr6jy1AT-I1-C_dIhmvm2J_f/s1600/penyu-adi3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxyYzC7qgVgfLmklDKHhaoS14MsZS0ogwIbq8l0Z57pHqSBC1P6OT2IPqIkF2hBCZ9-vwmbyBA-x_vCb9Yk3UWcBGfqSLIJ9_vgXEwHmmEZgRZzqO6PtdNDr6jy1AT-I1-C_dIhmvm2J_f/s400/penyu-adi3.jpg" width="275" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKpLv5fZTNK7gG7wPP4aiCHFsCc24_exlB-J_Xz4b8Do7X6AZoLLhgha2ew4q55Haa9dLKCGZWiTB8zTFqR1HAN6HDUvvYlolZCuQ1O5BOx7Efvt5QbjAVT0saQk9yedWozjSExElB-HvB/s1600/penyu-adi4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKpLv5fZTNK7gG7wPP4aiCHFsCc24_exlB-J_Xz4b8Do7X6AZoLLhgha2ew4q55Haa9dLKCGZWiTB8zTFqR1HAN6HDUvvYlolZCuQ1O5BOx7Efvt5QbjAVT0saQk9yedWozjSExElB-HvB/s400/penyu-adi4.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTPBi1-5bB1XjVck-yeqX2q9IhBjDp3ihX5omeMhdS2G761nyRbiXuGB_YfQczr3Drem_Qhp6Sz4CFwCQ4prKcajrE5KIG7HbrVr7QLmKGbxSoR4-CI3U7mLKpqg5IoR5caWr0G7WvGdS3/s1600/penyu-adi6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTPBi1-5bB1XjVck-yeqX2q9IhBjDp3ihX5omeMhdS2G761nyRbiXuGB_YfQczr3Drem_Qhp6Sz4CFwCQ4prKcajrE5KIG7HbrVr7QLmKGbxSoR4-CI3U7mLKpqg5IoR5caWr0G7WvGdS3/s400/penyu-adi6.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqxHeRU3fMdgkggSZJw4zp_jrLvqsWrCh1Sbn19LBrUhr6vHj9AYO2P61W1Ie7iw1g6o5Ev2DK_-4429yq52TlV1PIFNXczCeMQxaKyNYZaNxrqMsf1rgZwphmhxV19BwYsfmn1ZQ6KinU/s1600/penyu-adi8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqxHeRU3fMdgkggSZJw4zp_jrLvqsWrCh1Sbn19LBrUhr6vHj9AYO2P61W1Ie7iw1g6o5Ev2DK_-4429yq52TlV1PIFNXczCeMQxaKyNYZaNxrqMsf1rgZwphmhxV19BwYsfmn1ZQ6KinU/s400/penyu-adi8.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNHpEQlacbGxdhcCidNtJhcfH0KTsnfDSb2TyH4_gHLooVOYXvD7MKdIUVgi5o7j0K-D2e9_xpHh-2Y7TUO6JCK-40Pak6wYM3fPPsX8ptop519DplLAWYDtB7QiZ6X2w-W5J1SImcPCNC/s1600/tukik2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNHpEQlacbGxdhcCidNtJhcfH0KTsnfDSb2TyH4_gHLooVOYXvD7MKdIUVgi5o7j0K-D2e9_xpHh-2Y7TUO6JCK-40Pak6wYM3fPPsX8ptop519DplLAWYDtB7QiZ6X2w-W5J1SImcPCNC/s400/tukik2.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBZoYdHn76siqND2QMZHgMo01XCA4fQvUz-aPKotP_IcpSdBe_DvufK8uhDw119DGhQRBQ0jfiELC9o_rZ52iJr7iiSi85NFO7HJW_TcsItUCxU0EFBU6mZj3Vae_THAWAE643kWheb9a4/s1600/penyu2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBZoYdHn76siqND2QMZHgMo01XCA4fQvUz-aPKotP_IcpSdBe_DvufK8uhDw119DGhQRBQ0jfiELC9o_rZ52iJr7iiSi85NFO7HJW_TcsItUCxU0EFBU6mZj3Vae_THAWAE643kWheb9a4/s400/penyu2.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-46161822974135451092011-05-24T03:51:00.000-07:002013-03-12T05:36:43.967-07:00Berjudi ala Gusjur<!-- StartFragment --> <span class="insertedphoto"><a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/1M/49"><span class="insertedphoto"><a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/1M/51"><br></a></span><img border="0" class="alignleft" src="//multiply.com/mu/marsiela/image/ly0nXUtA7+2-MRmP20QmNQ/photos/1M/300x300/49/23-teater-HeDon-adi3.jpg?et=imEwCV%2CLreQ6%2BZokexGUMQ&nmid=0"></a></span><p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Sembilan pria yang tidak memakai baju itu berteriak-teriak. Mereka meminta agar pemerintah melegalkan perjudian. Sembari membawa spanduk bertuliskan ‘Legalkan Perjudian’, mereka terus merangsek maju ke depan istana presiden.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="font-family:"Times New Roman";color:#242424;"><o:p> </o:p></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">“Kenapa rakyat kecil ditangkapi kalau berjudi? Apa bedanya sama milih wakil rakyat? Bukannya itu juga berjudi? Itu jadi legal karena disebut demokrasi,” ungkap seorang pengunjukrasa di dalam auditorium Pusat Kebudayaan Perancis, Bandung, Jumat (20/5) malam lalu.</span></p><p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Merasa tuntutannya tidak dipenuhi, para pengunjuk rasa mulai melemparkan batu ke arah petugas keamanan. Bentrokan pun tidak terhindarkan. Batu-batu beterbangan. Kekacauan terjadi di mana-mana, hanya karena para pengunjukrasa minta lapak judi mereka tidak ditutup aparat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="font-family:"Times New Roman";color:#242424;"><o:p> </o:p></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Usaha mereka tidak sia-sia. Pemerintah dan wakil rakyat setuju untuk membuat undang-undang yang melegalisasi perjudian dari segala tingkatan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="font-family:"Times New Roman";color:#242424;"><o:p> </o:p></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Begitulah sebagian adegan dari pertunjukan He-Don yang dibawakan oleh Teater Tarian Mahesa. Selama hampir dua jam, Agus Priyanto atau Gusjur yang menjadi sutradara, membawa penonton untuk masuk ke dalam ceritanya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Sejak awal, sebelum masuk ke auditorium, penonton sudah diajak terlibat dalam pertunjukan lewat alam bawah sadarnya. Ada yang menjual kacang, menawarkan jasa semir sepatu, sampai yang berjualan nasi liwet.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="font-family:"Times New Roman";color:#242424;"><o:p> </o:p></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Uang yang mereka dapatkan itu akhirnya dijadikan modal buat berjudi di dalam auditorium. Penonton juga bisa ikut bertaruh dengan menaruh uangnya di atas petak bergambar angka satu sampai enam seperti pada kartu domino.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="font-family:"Times New Roman";color:#242424;"><o:p> </o:p></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Bandar akan mengocok dua buah dadu. Pemenangnya adalah yang berhasil menebak angka dadu yang keluar. Pertunjukan ini diawali dengan acara musik seperti yang lazim digelar setiap tahunnya pada saat peringatan hari kemerdekaan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Untuk menambah kemeriahan, para pemain tidak ragu menarik penonton untuk jadi bagian dari jalan cerita. Sebut saja penyair Godi Suwarna yang didaulat menjadi pasangan pengantin di bagian tengah panggung.</span></p><p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);"><span class="insertedphoto"><a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/1M/50"><img border="0" class="alignright" src="//multiply.com/mu/marsiela/image/p6EcW6dYdJe53Fz5WHbySQ/photos/1M/300x300/50/23-teater-HeDon-adi4.jpg?et=b%2BGpO06TKSdgQn1%2BJ6gW4g&nmid=0"></a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Pemain musik dan penyanyi di panggung depan pun melantunkan lagu dangdut layaknya di sebuah acara pernikahan. Sementara perhatian penonton tersedot ke panggung, di sisi lain ruangan itu lapak perjudian dibuka. Penandanya sorot lampu. <span style="mso-spacerun:yes;"> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Perjudian memang menjadi benang merah cerita ini dari awal sampai pada akhirnya. Dalam arena judi, aroma pesta pora dan pencabulan kental terasa. Arena itu jadi sarana melepas penat atau sekedar berlari dari kenyataan hidup yang begitu keras dan penuh intrik.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Lewat arena judi itu pula, cerita mengalir. Setiap tokoh mulai dari tukang kacang, tukang bangunan, pegawai negeri sipil, sampai preman bekerja keras mencari uang. Namun, uangnya selalu habis di meja judi. Mereka berusaha mengadu nasib dengan cara singkat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Cara itu tidak jauh berbeda dengan yang dipilih oleh para calon kepala daerah dan wakil rakyat. Mereka mengajak masyarakat untuk melakukan perjudian secara legal. “Itu semua adalah judi yang dilegalkan, jadi jangan munafik,” ujar Gusjur.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Memilih satu dari ratusan calon wakil rakyat atau satu dari beberapa calon presiden yang tidak kita ketahui latar belakang dan kinerjanya secara utuh, sama seperti memilih salah satu dari enam angka dadu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Tidak ada yang bisa mengetahui siapa pemenangnya sampai bandar membuka pengaduk dadunya. Dalam pemilihan umum, presiden terpilih atau wakil rakyat yang terpilih baru diketahui setelah dihitung hasil pemungutan suaranya. Apa bedanya dengan judi di lapak-lapak pasar?</span></p><p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Pertunjukan ini sendiri tidak akan menjadi menarik tanpa peranan Arman Djamparing sebagai penata artistik. Seniman otodidak ini berhasil memanfaatkan seluruh sudut ruangan menjadi ruang pertunjukan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';color: rgb(36, 36, 36);">Alhasil penonton harus berpindah-pindah untuk mendapatkan sudut pandang yang tepat. Benar-benar pertunjukan yang melelahkan sekaligus menyegarkan. [SP/Adi Marsiela]</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-family:"Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p> <!-- EndFragment --> <div></div>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-38343275524181694112010-08-04T15:28:00.000-07:002013-03-14T11:09:07.119-07:00Langkah Kecil untuk PerdamaianBerjalan kaki sudah menjadi bagian dari kehidupan. Namun buat 40 orang yang tergabung dalam kegiatan Walk The Peace, berjalan kaki itu jadi sebuah langkah kecil untuk menyuarakan perdamaian di seantero bumi. "Ada 20 warga negara asing dan 20 warga negara Indonesia yang ikut serta," kata Erick Lincoln (46) yang menjadi penggagas kegiatan tersebut bersama Irfan Amalee, seorang penulis dari Indonesia.<br />
<br />
Meski memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda, ked<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/1M/44"><span class="insertedphoto"></span></a>uanya memiliki konsep yang sama tentang solusi konflik di Indonesia khususnya dan umumnya di dunia. Konsep perdamaian itu adalah melalui generasi muda. <br />
<br />
<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/1M/44" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" class="alignleft" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/FjNNkLMAVfBkEzLLlOLnQw/photos/1M/300x300/44/31-jalan-perdamaian-adi1.jpg?et=zTjZuHafcuBkPg2TkOVSAw&nmid=0" /></a>Menurut Erick, para peserta kegiatan Walk The Peace akan berjalan kaki dari Kota Bandung, ibukota Provinsi Jawa Barat menuju ke Pantai Pangandaran yang jaraknya sekitar 200 kilometer. Penggagas Peace Generation yang asli Amerika Serikat itu mengatakan kegiatan berjalan kaki untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian itu diikuti oleh peserta dari Indonesia, Amerika, Korea Selatan, dan Kanada. "Mereka mendaftar lewat internet," katanya dengan bahasa Indonesia yang fasih. <br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Bersama dengan Irfan, pria yang sudah 17 tahun bermukim dan bekerja sebagai konsultan Bahasa Inggris di Indonesia ini mempersiapkan program tersebut sejak enam bulan silam. "Kami punya visi untuk mempertemukan berbagai komunitas yang jarang bertemu. Karena cara terbaik menghilangkan prasangka adalah dengan menjadi teman," kata Erick. <br />
<br />
Dalam perjalanan untuk perdamaian ini, para peserta akan menginap di rumah-rumah penduduk dan sekolah yang dilalui. Setidaknya ada 20 sekolah dan pesantren yang akan mereka kunjungi. Setiap harinya, para peserta akan berjalan kaki sepanjang 10 kilometer. Selebihnya perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan umum atau menumpang truk yang melintas. Cara ini dipilih karena dianggap paling sesuai dengan kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia. <br />
<br />
Para peserta ini memulai perjalanannya dari salah satu rumah makan di Jalan Laswi menuju ke komplek sekolah Muhammadiyah di bilangan Antapani, Bandung, Jumat (30/7) pagi. Di sekolah itu mereka disambut puluhan pelajar dari tingkat SD hingga SMP. <br />
<br />
<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/1M/45" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" class="alignright" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/SVdFR5NKKkcbYOmrgZHyDg/photos/1M/300x300/45/31-jalan-perdamaian-adi2.jpg?et=NXy9f938gsoRYYDZw3XHyw&nmid=0" /></a>Pada kesempatan itu, Erick memaparkan 12 nilai perdamaian yang di antaranya adalah menerima diri sendiri dan orang lain, prasangkat terhadap orang lain, mau menerima perbedaan suku, agama, dan ras, serta memaafkan dan menolak kekerasan sebagai jalan keluar dari sebuah masalah. "Nilai-nilai perdamaian itu sudah ada dalam modul peace generation yang digunakan di sekolah-sekolah seperti di Aceh, Banjarmasin, dan Gorontalo sejak empat tahun belakangan," tutur dia. <br />
<br />
Sembari berjalan, para peserta akan mendapatkan pengenalan budaya lokal. Mulai dari kebiasaan makan yang hanya menggunakan tangan tanpa sendok dan garpu sampai mengenal permainan tradisional seperti congklak. <br />
<br />
Timothy Kwon, salah seorang peserta asal California mengatakan dirinya ikut program ini setelah mendapatkan informasi dari gurunya. Meski baru berusia 16 tahun, dia memberanikan diri untuk datang ke Indonesia. "Awalnya saya takut karena orang-orangnya sangat berbeda (dalam pandangan saya). Tapi begitu saya datang, ternyata semuanya sangat menyenangkan," katanya. <br />
<br />
Menurut dia, program ini cukup baik karena mengajak orang dengan latar belakang yang berbeda untuk mengenal orang lain. "Selain itu kita juga mau menyebarkan pesan-pesan perdamaian, karena meski kita berbeda bukan berarti kita tidak bisa hidup dalam damai." <br />
<br />
Meski usia peserta dibatasi minimal 16 tahun dan maksimal 23 tahun seperti yang dilansir dalam laman www.peace-organization.com, ada peserta yang tetap mendaftar dan datang ke Indonesia meski usianya sudah 27 tahun. Pria asal Chicago, Amerika Serikat itu adalah Gabe Garriga. <br />
<br />
Mantan tentara yang terluka saat bertugas di Irak ini percaya gerakan menyebarkan pesan perdamaian lewat jalan kaki di negara berpenduduk Islam terbesar di dunia ini bisa memberi dampak yang positif. "Saya percaya orang-orang dari seluruhnya seharusnya datang dan membangun kesatuan secara damai dengan orang lain. Jika kita mengerti satu dengan lain maka kita bisa membangun kehidupan bersama yang lebih baik," ujarnya. <br />
<br />
Terkait dengan perang yang sudah pernah dilaluinya, dia mengungkapkan hal itu bukanlah jawaban atas permasalahan yang ada. "Tidak ada perang yang bisa jadi jawaban atau memecahkan masalah. Makanya saya ikut dalam program ini untuk memperlihatkan ke orang-orang, masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk memecahkan masalah dan membawa kedamaian buat semuanya," terang pria yang mengalami luka bakar di kedua tangan dan sebagian wajahnya akibat perang ini. <br />
<br />
Para peserta yang mendaftar lewat situs internet ini akan tiba di Pantai Pangandaran, pada tanggal 7 Agustus mendatang. Selain menyebarkan pesan perdamaian seperti mau menerima diri sendiri, orang lain, perbedaan suku, agama, ras, dan mau memaafkan, para peserta ini akan membagi-bagikan sekitar 300 bibit pohon. <br />
<br />
Untuk mengikuti kegiatan ini, setiap peserta dipungut biaya sebesar Rp 900 ribu. "Biaya itu untuk akomodasi dan penginapan selama perjalanan," terang Erick. <br />
<br />
Selain menyebarkan pesan-pesan perdamaian, program ini juga membawa pengalaman baru buat masing-masing peserta. Sebut saja Maggie Felisberto yang setahun belakangan tinggal di New York, Amerika Serikat. "Di sana sangat berbeda karena kebanyakan orang-orangnya sangat 'dingin' dan jarang berinteraksi satu sama lainnya. Kita jarang melakukan sesuatu secara bersama-sama apalagi untuk belajar saling mengenal satu dengan yang lain," ujar perempuan keturunan Amerika latin ini. <br />
<br />
Hal senada disampaikan oleh Yasmin Anwar Putri yang merupakan utusan dari Pesantren Persatuan Islam 76 Tarogong, Garut. "Minimal kita memperlancar komunikasi dalam bahasa Inggris," tutur siswa kelas 15 jurusan IPA ini. <br />
<br />
Yang menjadi tantangan buat Yasmin untuk bergabung dalam program ini adalah meyakinkan orang tuanya. Karena dia harus bolos dari sekolahnya selama 10 hari. "Tapi setelah dijelaskan maksud dan tujuan dari acara ini, mereka malah mendukung karena dianggap positif bisa saling mengenal kebudayaan," paparnya <br />
<div>
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-77541662512724391482009-02-05T15:49:00.000-08:002013-03-12T12:35:01.465-07:00Dari Ujungberung ‘Menginvasi’ Australia <span class="insertedphoto"><a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/upload/SYuIqAoKCHgAAEWukJ01"><img border="0" class="alignright" height="214" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SYuIqAoKCHgAAEWukJ01/05-burgerkill-adi3.jpg?et=sf2zq7kr5pwU0vLlqAOYjQ&nmid=0" width="320" /></a></span><span style="font-style: italic;"> </span><br />
<span style="font-style: italic;">…You may say Im a dreamer,</span><br />
<span style="font-style: italic;">but Im not the only one,</span><br />
<span style="font-style: italic;">I hope some day you'll join us,</span><br />
<span style="font-style: italic;">and the world will be as one.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">Imagine all the people</span><br />
<span style="font-style: italic;">Sharing all the world...</span><br />
<br />
Lirik lagu Imagine karya John Lenon ini memang bisa dipersepsi atau menjadi inspirasi buat banyak orang. Tidak terkecuali grup musik cadas asal Ujungberung, Bandung, Burgerkill. <br />
<br />
Dengan aransemen ulang, Vicki sang vokalis membuka lagu ini lewat sentuhan jarinya di atas tuts keyboard. Ebenz (gitar), Andris (drum), Agung (gitar melodi), dan Ramdan (bas) yang berpakaian serba hitam tampak berusaha mengikuti nada-nada kelam dan berat yang mengiringi warna suara Vicki. <br />
<br />
Burgerkill memilih untuk menciptakan keharmonisan suara saat mereka bersama-sama menyanyikan bagian refrain dari lagu tersebut. Geraman yang menjadi ciri khas dari grup musik tersebut seakan tertahan ketika mereka membawakan lagu ini pada Rabu (4/2) malam dalam dinginnya ballroom Grand Hyatt Regency, Bandung. <br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Hentakan bas yang keluar dari double pedal Andris juga mewarnai lagu ini di bagian akhir. Meski terkesan suram, petikan melodi dari gitar akustik Agung seakan memberikan harapan buat mereka yang mendengarnya. <br />
<br />
Mungkin, harapan itu pula yang coba diserap oleh anak-anak Burgerkill ketika mereka membawakan lagu ini sebagai penutup dalam acara bertajuk Burgerkill “The Invasion of Noise” - Western Australia Tour 2009: Fund Raising. Sebelumnya, mereka juga memainkan tiga lagu miliknya, “Angkuh”, “We Will Bleed”, serta “Tiga Titik Hitam” yang tentu saja dalam format akustik juga. <br />
<br />
Acara yang dibuka oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Yusuf Macan Effendi ini memang sengaja digelar untuk mengumpulkan modal buat Burgerkill manggung di Australia. <br />
<br />
Tidak tanggung-tanggung, grup peraih penghargaan “Best Metal Production” dari Yayasan Anugerah Musik Indonesia tahun 2004 untuk albumnya “Berkarat” ini menjual ‘tiket masuk’ sebesar Rp 1,75 juta atau Rp 500 ribu per orang. Namun, inti dari acara itu sendiri adalah pelelangan barang-barang ‘bersejarah’ milik Burgerkill.<br />
<br />
Berdiri pada bulan Mei 1995 dan mengusung musik agresif yang super cepat, Burgerkill berhasil menjual CORT Bass Guitar Burgerkill, poster raksasa sampul album “Beyond Coma and Despair”, serta satu Sneakers (sepatu kets) “Burgerkill The Invasion of Noise - Western Australian Tour 2009″ dengan harga total Rp 20 juta. <br />
<br />
Dalam pelelangan yang dipandu oleh Edi Brokoli itu, barang yang laku paling tinggi harganya adalah poster raksasa bergambar sosok tengkorak dengan bunga api dan profil pistol di sekelilingnya. Poster ini dibeli oleh Dede Yusuf, sapaan akrab wakil gubernur dengan harga Rp 10 juta tanpa persaingan berarti dari undangan dan tamu lainnya. “Itu poster sudah ikut keliling tur Jawa-Bali,” kata Eben.<br />
<br />
Barang kedua yang dilelang adalah gitar bas yang merupakan instrumen pertama yang dibeli oleh uang kas grup musik itu. Harga penawaran gitar berwarna hitam itu dibuka pada angka Rp 5 juta dan langsung disambut oleh Ridwan Kamil, arsitek yang juga Ketua Bandung Creative City Forum. <br />
<br />
Tidak lama, harga gitar ini naik setengah juta rupiah setelah ditawar oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Agustiar. Namun, akhirnya gitar ini tetap menjadi milik Ridwan setelah memenangkan ‘pertarungan’ di angka Rp 6 juta. “Bas ini akan saya taruh di dinding rumah agar bisa memberi inspirasi untuk banyak hal.”<br />
<br />
Barang terakhir yang ditawarkan oleh Edi adalah sebuah sepatu kets berwarna dasar hitam dan merah. Dibuat dalam waktu dua hari oleh Tegep Boots, sepatu itu menjadi barang rebutan peserta lelang. Mulai dari harga Rp 2 juta, akhirnya sepatu itu dilepas kepada Chronic, salah satu distro di Bandung dengan harga Rp 4 juta. <br />
<br />
Ditambah dengan hasil penjualan tiket, maka Burgerkill berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 42, 250 juta dari total kebutuhan sekitar Rp 130 juta. Ebenz mengungkapkan hasil itu merupakan dukungan dari semua pihak agar mereka bisa mewakili Indonesia tampil di luar negeri. “Sebelum ke sana juga kita akan ada acara bertemu teman-teman di Bandung untuk pamit dan manggung dulu di Bali.”<br />
<br />
Ajakan tampil di negeri kangguru itu berawal dari tingginya animo penggemar musik cadas di sana terhadap album ketiga Burgerkill, Beyond Coma And Despair yang dirilis Xenophobic Distributions Australia. “Undangan itu sudah sejak Agustus 2008,” kata Ebenz. <br />
<br />
Grup musik yang merilis single pertamanya lewat kompilasi cakram padat “Masaindahbangetsekalipisan” bersama grup lainnya seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell pada awal tahun 1997 ini, rencananya bakal tampil antara lain di Prince of Whales Hotel (Bunbury), Railway Hotel (Fremantle), Aboriginal Cultural Exchange (Pemberton Heritage Park), Amplifier Bar (Perth), Players Bar (Mandurah), dan HQ Club (Leederville). “Semuanya di Australia bagian barat.”<br />
<br />
Dalam penampilannya di sana, Ebenz mengatakan bakal melengkapi aksi panggungnya dengan tayangan visual budaya Indonesia berupa pencak silat dan debus. “Karena kami juga ingin mempromosikan Indonesia,” paparnya. <br />
<br />
Semoga saja hal itu dapat mereka wujudkan, seperti semangat dan harapan yang ada di lagu karya John Lennon. <span style="font-style: italic;">…Imagine all the people, sharing all the world...</span> [SP/Adi Marsiela] <br />
<br />
<div>
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-31256906430319373642009-01-14T11:35:00.000-08:002013-03-12T12:35:31.086-07:00Kala Jurnalis dan Media Massa TerjerembabKala Jurnalis dan Media Massa Terjerembab<br />
<br />
"Israel Bunuh Wartawan", begitu Republika memberi judul untuk berita utamanya pada Senin (12/1). Singkat, padat, dan jelas. <br />
<br />
Tiga alinea awal dari berita itu saya cantumkan di bawah ini,<br />
<br />
GAZA CITY -- Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik (OANA) mengutuk Israel yang melakukan pembunuhan kepada seorang wartawan yang sedang meliput di Gaza, Fadal Shana (23 tahun), Ahad (11/1). Sebelumnya, tentara Israel juga menyerang sekolah PBB yang menjadi tempat berlindung pengungsi serta menembaki konvoi bantuan kemanusiaan PBB.<br />
<br />
Fadal Shana adalah warga Palestina yang bekerja sebagai kamerawan Kantor Berita Reuters. Saat terbunuh, dia tidak melakukan pelanggaran prosedur. Dia juga sedang mengenakan jaket yang sangat jelas memperlihatkan simbol-simbol kewartawanan. Mobilnya pun ditempeli stiker yang mudah diidentifikasi sebagai mobil wartawan.''Fadal Shana dibunuh saat mengambil gambar sebuah tank Israel di Gaza tengah,'' kata Presiden OANA, Ahmad Mukhlis Yusuf, yang juga pimpinan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, dalam pernyataannya yang dimuat situs web OANA, kemarin. OANA organisasi 44 kantor berita dari 33 negara di Asia-Pasifik.<br />
<br />
Mukhlis menilai, Israel sengaja menjadikan wartawan dan kendaraan wartawan sebagai target. Padahal, kata Ahmad Mukhlis, wartawan dan kendaraannya sangat mudah diidentifikasi dari tulisan 'Press' atau 'TV'. ''Tolong, jangan tembak wartawan. Menjadikan wartawan sebagai target merupakan sebuah skandal dan pelanggaran HAM. Kebenaran tidak bisa dikabarkan jika jurnalis tak bebas bergerak,'' katanya.<br />
<br />
<span style="color: red;">Seperti terlihat dalam tayangan televisi dan dimuat di situs video-sharing, penembakan Fadal Shana dilakukan berulang-ulang, bahkan ketika korban sudah tersungkur tak bergerak. Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan dari Reuters tentang insiden itu.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Dari alinea pertama, kita bisa mengetahui kalau harian yang bermarkas di Warung Buncit, Jakarta ini menurunkan berita setelah 'menariknya' dari OANA. Ternyata berita yang dikeluarkan oleh OANA ini 'ditarik' oleh media-media lain. <br />
<br />
Sebut saja China Daily yang menurunkan berita serupa dengan judul "OANA condemns killing of journalist in Gaza". Media massa nasional seperti Suara Karya juga menaikkan berita dari OANA itu dengan judul "OANA Kutuk Tewasnya Wartawan di Gaza". Semua berita itu keluar satu hari setelah OANA merilisnya. <br />
<br />
Berita yang sama juga memicu solidaritas rekan-rekan jurnalis di beberapa tempat, seperti Bandung, Surabaya, Cirebon, Bogor, Probolinggo, dan Yogyakarta. Semuanya mengangkat peristiwa terbunuhnya Fadal Shana sebagai landasan dari aksi solidaritas atas kekerasan yang dilakukan oleh Israel dalam agresinya di Jalur Gaza. <br />
<br />
Berita soal aksi solidaritas itu bisa kita lihat di beberapa media massa seperti Kompas.com (Selasa, 13/1), Elshinta.com (Senin, 12/1), Okezone (Senin, 12/1), Detik.com (12/1), Harian Pikiran Rakyat (Selasa, 13/1), Koran Tempo (Rabu, 14/1), dan lainnya. <br />
<br />
Ada hal menarik yang saya temukan dalam pemberitaan dan juga aksi solidaritas ini. Fadal Shana yang bekerja di kantor berita Reuteurs sebagai kameraman memang tewas ketika bertugas meliput di Jalur Gaza. Hanya saja, dia tewas pada tanggal 16 April 2008 lalu. <br />
<br />
Harian Guardian dari Inggris dalam situsnya menurunkan berita tentang kematian Fadal Shana itu dengan judul "Reuters attacks Israel's failure to take action over cameraman's death" pada tanggal 13 Agustus 2008. Berita itu disertai dengan foto kendaraan roda empat yang ditumpangi oleh Fadal dalam keadaan terbakar api. <br />
<br />
Begini isi beritanya:<br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Reuters has said it is "deeply disturbed" that the Israeli military has decided the tank crew that killed one of the news agency's cameramen and eight young bystanders in the Gaza Strip four months ago will not face legal action.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">Israel's senior military advocate-general told the London-based news agency in a letter sent on Tuesday that the official report into the incident concluded that troops could not see whether Reuters' Fadal Shana, 24, was operating a camera or a weapon.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">However, the official said reports found that the Israeli Defence Force tank crew were nonetheless justified in firing an airburst shell packed with flechettes - metal darts - that killed the Reuters cameraman and eight other Palestinians during fighting in the Gaza Strip on April 16.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">The international news agency, a subsidiary of Thomson Reuters, issued a statement today saying it was "disappointed with and dissatisfied" by the Israeli military's decision that the tank crew would not face legal action.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="color: red; font-style: italic;">"Reuters is deeply disturbed by a conclusion that would severely curtail the freedom of the media to cover the conflict by effectively giving soldiers a free hand to kill without being sure that they were not firing on journalists," the news agency said.</span> (Ingat kalimat berwarna merah di bagian atas?)<br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">In a letter issued today to the IDF, Reuters responded to the report's conclusions with a number of questions.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">The agency asked the IDF why the soldiers ruled out the possibility that Shana was a cameraman, why his standing in full view of the tanks for several minutes did not suggest he had no hostile intent and why the crew, if concerned but unsure, did not simply reverse a few metres out of sight.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">In the letter to Reuters, Brigadier General Avihai Mendelblit, the IDF's advocate-general, wrote: "The tank crew was unable to determine the nature of the object mounted on the tripod and positively identify it as an anti-tank missile, a mortar or a television camera."</span><br />
<br />
<span style="font-style: italic;">According to Reuters, Mendelblit also wrote in the letter: "In light of the reasonable conclusion reached by the tank crew and its superiors that the characters were hostile and were carrying an object most likely to be a weapon, the decision to fire at the targets ... was sound."</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">Reuters said the military lawyer cited an attack earlier in the day that killed three IDF soldiers, a separate grenade attack on a tank and the fact that Shana and his soundman were wearing body armour, "common to Palestinian terrorists", as reasons for the tank crew being suspicious of his activities.</span><br />
<br />
<span style="font-style: italic;">The Brigadier General went on to acknowledge that Shana's death was a tragedy, but concluded that the evidence "did not suggest misconduct or criminal misbehaviour " and decided that no further legal measures would be necessary.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="color: black; font-style: italic;">"I'm extremely disappointed that this report condones a disproportionate use of deadly force in a situation the army itself admitted had not been analysed clearly," said David Schlesinger, Reuters editor-in-chief.</span> <br />
<br style="color: black;" />
<span style="color: black; font-style: italic;">"They would appear to take the view that any raising of a camera into position could garner a deadly response."</span><br />
<br style="color: red; font-style: italic;" />
<span style="color: red; font-style: italic;">Shana, a Palestinian, had previously been wounded in August 2006 when an Israeli aircraft fired a missile at the vehicle he was travelling in.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="color: red; font-style: italic;">He was killed on April 16 as he filmed two tanks positioned roughly a mile from where he was standing.</span><br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Shana had been filming the tanks for several minutes and his own footage captured the tank shot that killed him.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">The final two seconds of the sobering pictures show a shell leaving the tank's gun on a hillside in the background.</span><br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">Reuters said x-rays showed several of the inch-long flechette darts were embedded in Shana's chest and legs as well as his flak jacket.</span><br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Shana's flak jacket was marked with a fluorescent "Press" sign and his car, which was not armoured and was set on fire in the incident, was marked Press and TV.</span><br />
<br />
Berita itu saya ambil untuk mengambarkan ternyata sudah ada langkah-langkah yang diambil oleh kantor tempat Fadal bekerja setelah dia tewas. Ini menunjukkan bahwa peristiwa tertembaknya Fadal memang benar terjadi, namun kemudian OANA mengangkat peristiwa ini kembali di bulan Januari 2009. <br />
<br />
Jika 'bos' OANA memandang berita itu belum pernah terbit di media asal Indonesia, silahkan lihat berita yang diturunkan oleh Suara Karya secara online pada tanggal 18 April 2008. Judulnya "KRISIS GAZA MENINGKAT; Sekjen PBB Prihatin"<br />
<br />
Berikut kutipan beritanya: <br />
<br style="font-style: italic;" />
<span style="font-style: italic;">18/04/2008 08:44:03 NEW YORK (KR) - Sekjen PBB Ban Ki-moon prihatin terhadap kekerasan yang terjadi di Jalur Gaza dan Israel Selatan. Hari Kamis (17/4), Ban meminta semua pihak yang bertikai untuk menahan diri. Situasi di Gaza dan Israel Selatan sangat tegang, menyusul terjadinya serangan oleh tentara Israel ke Jalur Gaza. Serangan yang berlangsung Rabu (16/4) itu menewaskan 23 orang, termasuk juru kamera Reuters, Fadal Shana. Tewasnya Shana membuat Pemred David Schlesinger meminta kasus ini diusut. Shana terkena rudal saat bekerja memfilmkan serangan tank Israel di Jalur Gaza. Ketika wartawan lainnya mencoba mendekati Shana untuk menolongnya, rudal kedua melesat. Sekjen PBB mengutuk aksi kekerasan tersebut, karena menimbulkan banyak korban jiwa, termasuk 5 anak-anak. Ban Ki-moon meminta Israel mematuhi hukum kemanusiaan dan Hak Azasi Manusia. Ban juga mengecam serangan roket yang dilakukan Palestina ke Israel Selatan. Selain 20 warga Palestina, kekerasan juga menewaskan 3 tentara Israel. Shana mengemudikan mobil ke kamp pengungsi Al-Bureij dengan maksud mengabadikan 9 warga sipil yang tewas akibat serangan Israel sebelumnya. Serangan Israel dikecam keras oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang mendesak semua pihak mematuhi gencatan senjata. Saat insiden terjadi, Abbas sedang melakukan lawatan 3 hari ke Moskow. Jubir Palestina, Nabil Abu Rudeina mengatakan Presiden Abbas mengutuk keras eskalasi kekerasan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Warga sipil dan wartawan diingatkan untuk tidak memasuki kawasan berbahaya. (AP/Pra)-o</span><br />
<br />
Di akhir berita kita lihat bahwa Kedaulatan Rakyat melansir berita itu dari kantor berita AP. Berarti peristiwa tewasnya Fadal Shana itu sudah tidak memenuhi unsur aktual jika dipublikasikan pada Minggu (11/1).<br />
<br />
Seharusnya OANA dan juga media massa di Indonesia yang melansir berita dari organisasi kantor berita itu memperhatikan masalah aktualitas tersebut. Memang benar secara kontekstual peristiwa terbunuhnya Fadal Shana itu tepat apabila dikaitkan dengan agresi Israel atas Palestina. <br />
<br />
Saya pikir media massa dan teman-teman jurnalis yang mengaku solider atas tewasnya Fadal Shana juga mengetahui latar belakang dari sebuah kejadian baru kemudian bersikap. <br />
<br />
Keputusan untuk menggelar aksi solidaritas memang baik, karena pada dasarnya wartawan dan juga tenaga medis seperti halnya warga sipil tidak boleh ditembak dalam kondisi perang. <br />
<br />
Di luar itu semua, saya sendiri jadi berpikir-pikir, apakah OANA ketika mengutuk kekerasan oleh Israel ini, sama sekali belum mengetahui latar belakang serta waktu terbunuhnya Fadal Shana. Sehingga baru pada tanggal 11 Januari 2009 mengutuknya, padahal kejadian sudah dari bulan April 2008. Atau justru ada 'agenda' lain yang ingin dicari?<br />
<br />
Saya sendiri merasa gelisah makanya pemikiran pribadi ini saya rangkai menjadi sebuah curahan hati....<br />
<br />
salam damai<br />
adim<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div>
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-79993774812424753102008-09-12T07:59:00.000-07:002013-03-14T11:17:44.648-07:00Keroncong MenggugatYoga dan Nedi tidak akan pernah melupakan pengalamannya membuka konser kelompok musik The Titans di Lapangan Tegallega, medio 2007 lalu. “Dilempari penonton soalnya,” kata Yoga kepada SP, Kamis (28/8) lalu.<br />
<!-- [endif] --><br />
<o:p></o:p>Mereka tidak hanya berdua, melainkan bertujuh saat tampil menjadi pembuka di konser tersebut. Nedi, sang vokalis sebenarnya sudah banyak dikenal lewat grup musiknya, PHB (Pemuda Harapan Bangsa) yang sering membawakan lagu-lagu dangdut melayu. Seperti Pancaran Sinar Petromax di era tahun ’80-an. “Tetap saja <i>dilemparin</i><!-- [if !supportEmptyParas] -->, biar Nedi sudah di depan juga,” tambah Yoga.<br />
<div class="MsoNormal">
<!-- [endif] --></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
Ketika tampil itu, mereka bukan mengusung nama PHB, melainkan Gurame Edan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Musik yang diusungnya pun jauh berbeda. Mereka memang sengaja memainkan lagu-lagu yang sudah terkenal dengan nuansa keroncong. “Sulit untuk memainkan lagu keroncong sesuai pakem. Makanya kita main dengan nuansanya saja,” papar Yoga yang juga anggota PHB.<br />
</div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/upload/SMqDiwoKCmYAAETLmE81" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" class="alignright" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SMqDiwoKCmYAAETLmE81/gurame-edan.jpg?et=029qhhI7w45MsJlkaGeX4Q&nmid=0" /></a>Gaya bermusik Gurame Edan memang unik, sesuai dengan nama grup musiknya yang tidak lazim. Lihat saja mereka saat tampil dalam acara Repoeblik Kerontjong Indonesia di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, pekan lalu. </div>
<div class="MsoNormal">
<!-- [endif] --></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mengenakan kaos oblong putih dengan celana jins selutut, Nedi membuka penampilannya lewat lagu Rolling Stones, ‘She’s a Rainbow’. Dia diiringi oleh Rai (celo), Barkah (gitar), Yuda (biola), Daris (cuk), Dela (cak), dan Yoga yang membetot senar sembari duduk di bagian sisi kontra bas-nya.<br />
<!-- [endif] --><br />
<br />
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Posisi bermain Daris dan Barkah pun tampak tidak biasa. Keduanya jongkok di atas kursi. “Kita bukan gaya, tapi kursinya kekecilan,” kata Yoga mencari pembenaran buat gayanya.<br />
<br />
<a name='more'></a></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka juga ternyata bisa membawakan lagu Bob Marley ‘Redemption Song’ dengan nuansa keroncong. Pasalnya, dalam lagu itu ada permainan harmonik dari gitar melodi, gedugan celo, dan gerakan kencrungan variable harmonik ukulele (cuk atau crung). </div>
<div class="MsoNormal">
<!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Harmonisasi antara ketiga instrumen musik itu semakin terasa kala mereka mempersembahkan lagu ‘Bandar Jakarta’. “Buat kita semua jenis musik itu untuk diapresiasi,” kata Yoga mengungkapkan ketertarikannya soal musik jenis keroncong. <!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semangat mengapresiasi ini ternyata ditangkap oleh Bambang Subarnas, Ketua Pelaksana Repoeblik Kerontjong Indonesia. Setidaknya, dalam penampilan mereka kali ini, Gurame Edan disambut oleh tepuk tangan bukan lemparan batu. <!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keroncong Tugu yang diyakini sebagai protipe awal musik keroncong Indonesia juga tampil dalam acara ini. Hanya saja harinya berbeda. “Kami ini generasi ke-10 dari Keroncong Tugu,” kata Ages yang memainkan biola. <!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berbeda dengan Nedi dan kawan-kawan, komposisi yang dibawakan oleh Ages dan kawan-kawannya, kebanyakan lagu-lagu yang sudah biasa mereka bawakan di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara seperti ‘Keroncong Tugu’, ‘Moritzku’, dan ‘Cafrinho’. <!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lagu dari Tugu biasanya lebih cepat karena digunakan untuk pesta, menari,” ungkap Andre Juan Michiels yang dipercaya menjadi koordinator atau Ketua Ikatan Keluarga Besar Toegoe.</div>
<br />
Andre menuturkan kelompoknya memang sengaja tampil dengan membawa serta dua anak kecil yang memainkan biola dan cuk. “Ini tanggungjawab bersama untuk menjaga,” papar dia. <br />
<br />
Andre sendiri merupakan satu dari lima bersaudara Michiels dari ratusan warga keturunan tentara Portugis yang menjadi tawanan saat Malaka jatuh ke tangan VOC (kongsi dagang Belanda) sekitar tahun 1590.<br />
<br />
Tentara Portugis yang berasal dari Bengali, Malabar, dan Goa, itu ditawan dan dibawa ke Batavia. Baru sekitar 1661 mereka dimerdekakan dan diberi tempat di sebelah timur Batavia, yang saat kini secara administratif berada di Kelurahan Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. <br />
<br />
Agama mereka diganti oleh VOC dari Katolik menjadi Protestan dan dipanggil dengan sebutan kaum <i>Mardijkers</i> yang dalam bahasa Indonesia, artinya dimerdekakan.<br />
<br />
Kaum <i>Mardijkers</i> itu kemudian dibagi menjadi belasan fam berdasarkan keturunannya dengan nama Belanda. Namun kini hanya enam fam yang tersisa, yaitu Michiels, Andries, Abrahams, Browne, Quiko, dan Cornelis, yang merupakan keturunan kesembilan tentara Portugis itu. <br />
<br />
Sebagaimana budak-budak asal Afrika di Amerika yang di kala senggang usai menggarap ladang atau berburu mengisi waktunya dengan bermain musik blues, yang menjadi musik ratapan kaum tertindas, begitu pula dengan kaum Mardijkers. Dengan peralatan sederhana berupa alat musik petik mirip gitar kecil berdawai lima, yang disebut <i>matjina</i> (ukulele) serta <i>djitera</i> (gitar), suling, dan rebana, mereka memainkan lagu-lagu berbahasa Portugis. <br />
<br />
Karena musik yang mereka bawakan didominasi suara 'crong crong crong' dari ukulele, jadilah musik mereka oleh masyarakat sekitarnya disebut keroncong, yang sampai sekarang masih bisa dinikmati. <br />
Pakar musik Suka Hardjana mengungkapkan keroncong adalah jenis musik yang memiliki teknik permainan, karakter, dan selera musik lokal Indonesia. Artinya, sambung alumnus Akademi Musik Detmold (Jerman Barat) ini, jenis musik tersebut tidak dijumpai di tempat lain, kecuali di Indonesia.<br />
“Saya sudah ke pelosok-pelosok, (musik keroncong) tidak ada di Portugal,” tegas dia. <br />
<br />
Suka sendiri memilih untuk tidak mempermasalahkan dari mana asalnya musik keroncong. Dia sepakat dengan pendapat yang menyatakan keroncong itu berasal dari kesan bunyi salah satu alat musiknya.<br />
<br />
Menurut Suka, musik keroncong ini sebenarnya baru berkembang di awal abad 20. <br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Meskipun telah mengalami banyak perkembangan, Suka menilai keroncong tetap memiliki aura sendiri, misalnya instrumen gesek celo dan bas dalam musik ini dimainkan dengan cara dipetik. <!-- [if !supportEmptyParas] -->“Main keroncong itu cukup ada gitar melodi, celo, dan kencrungan ukulele, maka bisa dapat nuansanya,” papar dia dalam diskusi Repoeblik Kerontjong Indonesia yang digelar untuk memperingati 10 tahun lahirnya grup Keroncong Merah Putih ini. <!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selain menampilkan pertunjukan dan diskusi, acara yang digelar sejak Rabu (27/8) hingga Sabtu (30/8) ini juga berupaya mengaktualisasikan kembali perjalanan musik keroncong di Indonesia. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<!-- [endif] -->Menyusun satu per satu bagian, seperti membuat bunga rampai. Makanya, dalam acara itu juga ada pameran artefak keroncong seperti alat musik, kostum panggung, piringan hitam, foto-foto pertunjukan, pemutaran film dokumenter, dan lokakarya ‘Musik Tradisi dan Tradisi Musik’ bersama Sujiwo Tedjo. </div>
<div class="MsoNormal">
<!-- [endif] --><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semoga saja dengan diadakannya acara ini di gedung yang membuat Soekarno terkenal dengan pembelaannya yang berjudul ‘Indonesia Menggugat’, maka keberadaan musik keroncong pun akan semakin dikenal. </div>
<div class="MsoNormal">
<!-- [endif] --></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suka Hardjana pun mengajak seluruh warga Indonesia untuk sedikitnya mendengarkan lagu keroncong. “Berkeronconglah saudaraku, sebelum keroncong diklaim Malaysia,” katanya menandaskan. [SP/Adi Marsiela]</div>
<div>
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-23424989382594109032008-06-12T05:16:00.000-07:002013-03-14T11:15:15.861-07:00Basa-Basi Saudara Tua<br />
“…Pada saat itu, aku agak merasa malu. Terus terang saja, aku tak pernah merasa ini. Aku malu dan dengan terus terang memandang Indonesia dengan enteng. Kumohon maaf…”<br />
<span class="insertedphoto"></span><span class="insertedphoto"></span><br />
Demikianlah pengakuan Toyoshima Hideki, Direktur Graf Media GM dari Jepang yang melakukan survei buat pameran “KITA!!: Japanese Artist Meet Indonesia”. Ini merupakan kedatangan pertamanya ke Indonesia.<br />
<br />
<span class="insertedphoto"></span>Sebelumnya, Hideki yang menerima tugas d<span class="insertedphoto"></span>ari Japan Foundation untuk menjadi kurator di pameran tersebut menganggap di Indonesia tidaklah banyak ruang seni dan kebudayaan. <br />
<br />
Kenyataannya, survei di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta menunjukkan hal yang berbeda. Dalam kesempatan bincang-bincang di Bandung, beberapa waktu lalu, dia mengaku menemukan banyak ruang seni dan budaya dengan berbagai ukuran. Setiap tempatnya menunjukkan prinsip dan warna tersendiri dengan jelas. Hal ini jugalah yang membuatnya menuliskan permohonan maaf dalam pengantar kurasinya.<br />
<a name='more'></a><br />
<span class="insertedphoto"></span><br />
<span class="insertedphoto"></span><br />
Singkat cerita, bersama Takahashi Mizuki yang sehari-hari menjadi kurator di Galeri Seni Menara Mito, mereka memilih seniman-seniman Jepang yang bakal berpameran di Indonesia. “Kita coba menghubungkan Jakarta-Bandung-Yogya. Kita tidak ingin bawa tradisi Jepang, tapi apa yang terjadi di Jepang,” kata Hideki seraya menyatakan pameran ini sebagai bagian dari perayaan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang. <br />
<br />
Seniman-seniman itu, sambung dia, harus datang dan tinggal dulu di Indonesia untuk membuat sesuatu atau berkarya. Hideki mengaku tidak ingin membuat kegiatan ini hanya sebagai sebuah peringatan, melainkan tonggak untuk memulai sebuah hubungan yang lebih<span class="insertedphoto"></span> baik. <span class="insertedphoto"></span><br />
<br />
Menurut dia, dengan tinggal, bertemu, dan m<span class="insertedphoto"></span>akan bersama-sama orang Indonesia bakal muncul sesuatu yang dapat dijadikan karya untuk di tiga tempat terpisah, mulai 19 April 2008 hingga 18 Mei 2008 ini. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/upload/SFEStAoKCmYAAEXyONY1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" class="alignright" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SFEStAoKCmYAAEXyONY1/15%20pameran%20KITA-adi6.jpg?et=ZWxz%2C0PlW6gJ7j2p8nmMww&nmid=0" style="height: 181px; width: 272px;" /></a></div>
Salah satu yang karya di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, yang ‘mempertemukan’ seniman asal Jepang dan warga asli Indonesia adalah ‘Pika-Pika’. Karya yang digarap oleh pasangan suami istri, Nagata Takeshi dan Monno Kazue ini berkolaborasi dengan tukang becak, penjual nasi goreng, pengemudi angkutan kota, anak-anak dari Kota Bandung. <span class="insertedphoto"></span><span class="insertedphoto"></span><br />
<br />
Dalam penggarapannya, kedua seniman ini mengajak anak-anak hingga orang tua untuk menggambar dengan menggunakan cahaya beraneka warna dari lampu senter. Kegiatan menggambar ini dilakukan dalam kondisi minim cahaya. Setiap gerakan yang<span class="insertedphoto"></span> dilakukan oleh sang penggambar direkam dalam kamera.<br />
<br />
Setelah terkumpul, maka gambar-gambar itu akan disatukan dan diproses dengan<span class="insertedphoto"></span> dimasukkan suara. Hasil akhirnya yang berupa film animasi ini yang bisa dinikmati bersama dalam pameran. <span class="insertedphoto"></span><span class="insertedphoto"></span><span class="insertedphoto"></span><br />
<br />
Kegiatan yang diberi nama ‘Pika-Pika’ ini digarap di berbagai lokasi seperti kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Common Room, Terminal Dago, stasiun kereta api, dan Jalan Layang Pasteur Surapati. Film ini diberi judul “Thunder”. <br />
<br />
“Menarik saja melihat angkutan kota yang warnanya sama begitu banyak di Kota Bandung,” kata Kazue menceritakan latar belakang pelibatan supir angkutan kota dalam karyanya. <span class="insertedphoto"></span><br />
<br />
Berbeda dengan Kazue yang berbicara dengan cahaya, Hayashi Yasuhiko dan Nakano Yusuke bekerjasama dengan sedikitnya enam orang mahasiswa seni rupa dari ITB. Mereka berdua membawa plarail, mainan jalur kereta api dari plastik untuk membuat karya yang disebut paramodel. <span class="insertedphoto"></span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/upload/SFESKAoKCmYAAC2nB8U1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" class="alignleft" height="211" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SFESKAoKCmYAAC2nB8U1/15%20pameran%20kita-adi1.jpg?et=bAdZYwYPVD6PF41UzyNYTw&nmid=0" style="height: 176px; width: 266px;" width="320" /></a></div>
Ruangan di Selasar Sunaryo mereka rubah menjadi instalasi menuju dunia lain dengan warna dominan biru dan putih, menjadi sebuah Taman Firdaus ala paramodel. “Kami sangat dipengaruhi oleh masa kecil yang akrab dengan mainan,” kata Hayashi. <span class="insertedphoto"></span><br />
<span class="insertedphoto"><br /></span>Dalam pembuatannya, mereka berdua yang tidak bisa berbahasa Inggris ini dipaksa berkomunikasi dengan enam mahasiswa asal Indonesia yang tidak bisa berbahasa Jepang. Hayashi dan Yusuke hanya menunjukkan denah pemasangan plarail yang diinginkannya dan para mahasiswa memasangnya.<br />
<br />
“Kita berkomunikasi dengan segala bahasa,” tutur Yusuke sembari tertawa menceritakan pengalamannya membuat karya pertama di luar Jepang.<br />
<br />
Memperhatikan karya mereka, membuat kita berasa dalam sebuah dunia yang lain. Ruangan berwarna putih itu penuh dengan garis-garis berwarna biru. Perpaduannya menyerupai sebuah peta lapangan.<br />
<br />
Buat mereka kondisi Taman Firdaus itu bukanlah sebuah utopia atau impian, melainkan sebuah ruang yang penuh dengan multi dimensi paradoks yang mengandung ironi. “Orang-orang kadang melupakan masa kecilnya,” ungkap Hayashi yang sudah berkarya dengan berbagai metode ekspresi seperti fotografi, video, dan juga menggambar. <br />
<br />
Interaksi paling lama mungkin dialami oleh Matsumoto Chikara yang datang ke Indonesia semenjak 28 Maret 2008. Dia juga sempat menggelar pelatihan terkait dengan karyanya yang berupa gulungan gambar dengan kamera digital. <br />
<br />
Setiap peserta pelatihan atau pengunjung yang datang dipersilahkan menggambar apa saja dalam kertas yang lebarnya sekitar lima sentimeter. Gambar antar peserta -baik yang berwarna atau hitam putih- itu tidak terputus satu dengan lainnya, mereka berada di satu kertas yang sama. “Drawing jadi dasar dari karya ini. Itu sekaligus bisa memberikan emosi,” kata Chikara. <span class="insertedphoto"></span>Gambar-gambar itu lantas disorot menggunakan kamera digital sembari ditarik dari ujung yang satu ke ujung lain, sehingga bisa tampak seperti animasi, layaknya sebuah film saja. <br />
<br />
Interaksi yang dibangun oleh Chikara, paramodel, Pika-Pika, dan seniman Jepang lainnya di Bandung tidak ada satu pun yang menyentuh atau membahas pertemuan yang diawali oleh penjajahan. <br />
<br />
<a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/upload/SFETKgoKCmYAAEYJRwU1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" class="alignleft" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SFETKgoKCmYAAEYJRwU1/15%20pameran%20KITA-adi4.jpg?et=71B%2CAB%2BmEDIjIKtxnLViKQ&nmid=0" /></a>Hal ini pula yang dipertanyakan oleh Aminuddin TH Siregar, kurator yang baru menyelesaikan program residensinya di Fukuoka Asian Art Museum, Jepang. Dalam diskusi “Seni Rupa Indonesia dan Jepang, Perspektif Sejarah dan Kekinian” yang mewarnai pameran ini, dia menyayangkan posisi Indonesia, baik seniman, mahasiwa, atau lainnya yang hanya menjadi penonton. <br />
<br />
Mereka yang datang dan berkarya di Indonesia terlebih Kota Bandung, sama sekali tidak menyinggung fakta atau langkah maju apa yang sudah ada antara kedua negara ini di luar hubungan ekonomi. <br />
<br />
Menurut Ucok, begitu dia biasa dipanggil, sama sekali tidak ada kegelisahan terkait romusha, jugun ianfu, dan sejenisnya yang diangkat dan menjadikan pameran ini lebih membawa arti dalam hubungan Indonesia dan Jepang. “Karena dalam dunia yang semakin global, kesempatan untuk membicarakan masalah ini semakin ada.”<br />
<br />
Ketiadaan ini, paparnya, membuat karya-karya yang ada hanya ‘baik’ secara rupa saja. Secara konteks, yang bisa menjadi pegangan hubungan ke depan antara kedua negara ini sama sekali tidak ada. “Kalau seni bisa menjadi jembatan untuk ini, sesuatu yang lebih baik,” ungkap Ucok. <br />
<br />
Terlepas dari fakta-fakta bahwa penjajahan itu membawa sengsara, segala aktivitas kesenian yang terjadi pada masa itu memberikan cara pandang baru. Jepang, lewat Keimin Bunka Shidosho berhasil menggelar banyak pameran semenjak tahun 1943. <br />
<br />
Padahal, kata dia, lembaga ini sangat melecehkan posisi Indonesia. Secara harafiah, lembaga itu bisa diartikan sebagai pusat pencerahan budaya. Dalam konteks ini, Jepang memposisikan diri sebagai sebagai pengayom, pengarah, atau pencerah bagi Indonesia. “Mereka sangat terorganisir dibandingkan dengan Persagi (Persatoean Ahli-Ahli Gambar Indonesia).”<br />
<br />
Organisasi yang disebut terakhir itu dibentuk pada 28 Oktober 1938, sebelum sebelum Jepang datang. Organisasi yang diketuai Agus Djaja dan S. Sudjojono sebagai sekretaris ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam pameran di Bataviasche Kunstkring, sebuah gedung pameran seni pemerintah Belanda yang letaknya di Jalan Teuku Umar, Jakarta sekarang ini.<br />
<br />
“Keikutsertaan dalam pameran itu bertolak dari keyakinan serta keberanian untuk menonjolkan diri agar bisa menghapus hinaan-hinaan bahwa pelukis pribumi tidak memiliki potensi,” ujar Ucok. <br />
<br />
Seiring masuknya Jepang ke Indonesia, pada tahun 1942, organisasi ini turut dibubarkan. Pada masanya, Persagi sendiri hanya berhasil menggelar kurang lebih tiga pameran. <br />
<br />
Ucok mengungkapkan beberapa penulis dan kritikus Indonesia berselisih soal pengaruh dari pemerintahan Jepang, khususnya Keimin Bunka Shidosho, dalam perjalanan seni rupa Indonesia.<br />
<br />
Sebagian menilai keberhasilan Jepang berdasar peningkatan jumlah seniman yang muncul pada masa itu. Selain itu, Jepang juga memberikan penghargaan dalam bentuk uang melalui sayembara serta material, peralatan melukis. <br />
<br />
Tapi, sambung Ucok, ada juga yang menganggap pada masa Jepang, seni di Indonesia tidak mempunyai pegangan, pijakan yang kokoh. “Sasarannya karena ada motif propaganda yang dilakukan oleh Jepang dalam pengerahan seniman-seniman Indonesia.”<br />
<br />
Sudut pandang lain, dampak terbesarnya kepada seniman Indonesia adalah semakin tumbuhnya kesadaran berorganisasi yang terstruktur, kesadaran akan fungsi propaganda dalam seni, dan terakhir, kesadaran atas eksistensi seni dan seniman di tengah masyarakat. <br />
<br />
Melihat sejarah panjang ini, seharusnya, pameran dari para seniman muda Jepang ini bisa memberikan sesuatu yang ‘baru’. Tidak sebatas kemampuan menyajikan kecanggihan teknologi semata. Demikian juga halnya dengan seniman Indonesia, agar dalam peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang ini tidak hanya menjadi penonton. <br />
<div>
</div>
adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-74685737277352701802008-06-12T05:05:00.000-07:002013-03-12T05:36:44.456-07:00Selangkah Mendekati Liverpool<span class="insertedphoto"><a href="http://marsiela.multiply.com/photos/hi-res/upload/SFEQvQoKCmYAAB3Nxa41"><img class="alignleft" src="http://images.marsiela.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SFEQvQoKCmYAAB3Nxa41/09%20beatles-adi1.jpg?et=x20M%2B0Y2gLc4eWGUn4AX5A&nmid=0" border="0"></a></span><br style="font-style: italic; "><span style="font-style: italic; ">…many times I've been alone/and many times I've cried/Any way you'll never know/the many ways I've tried</span><br style="font-style: italic; "><br style="font-style: italic; "><span style="font-style: italic; ">But still they lead me back/to the long winding road/You left me standing here/a long long time ago/Don't leave me waiting here/lead me to your door</span><br style="font-style: italic; "><br style="font-style: italic; "><span style="font-style: italic; ">But still they lead me back/to the long winding road…</span><br><br>Kegelisahan Paul Mc Cartney tergambar jelas dalam lagu ‘The Long and Winding Road’, saat dia menciptakannya. Pemain bas The Beatles ini percaya ada kuasa yang mengatur dalam hidupnya. Mc Cartney meminta agar sang empunya kuasa mengarahkan dia ke jalan hidup yang seharusnya. <br><br>Lagu yang keluar bersamaan dengan album Let It Be pada tahun 1970 ini diwarnai perselisihannya dengan personil The Beatles lainnya. Saat itu, mereka terancam bubar. <br><br>Pesan ini rupanya ditangkap oleh grup musik G-Pluck asal Kota Bandung yang menggelar pertunjukkan “Road to Liverpool Beatles Week Festival 2008” di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jumat (6/6) malam. <br><br>Dengan berbalutkan kemeja berdasi dan jas hitam, Awan Garnida (bas), Wawan (gitar), Adnan Sigit (gitar), dan Beni Pratama (drum) membawakan sekitar 33 lagu milik The Beatles, malam itu. <br><br>Seperti juga The Beatles, lagu ini dinyanyikan oleh sang pemain bas. Namun saat membawakannya, Awan memilih menggunakan keyboard. Instrumen bas beralih ke tangan Wawan yang ‘memerankan’ George Harrison. <br><br>Meski kental dengan aksen Inggris, vokal Awan masih tetap enak didengar. Kegelisahan Mc Cartney kembali terasa malam itu. Namun kali ini, ada empat anak muda yang berharap mendapatkan tuntunan dari Sang Kuasa untuk berkarya di Liverpool, tempat kelahiran grup musik yang mereka idolakan. <br><br>Ya, G-Pluck memang berupaya untuk dapat tampil sebaik-baiknya di Sabuga. Penampilan ini bukan sekadar bermain musik saja buat mereka. Mereka tampak ingin memberikan jawaban kepada para penggemar The Beatles di Indonesia. Pasalnya, G-Pluck dipercaya untuk mewakili Indonesia dalam ajang Beatles Week Festival di Liverpool, Inggris pada 23 hingga 29 Agustus nanti. <br><br>Di sana, grup musik yang terbentuk semenjak tahun 2001 ini bakal tampil di Cavern Club, tempat The Beatles manggung pertama kali pada Selasa, 21 Februari 1961.<br><br>Kala itu, John Lennon, George, Paul, dan Richard Starkey alias Ringgo Starr baru kembali ke Liverpool dari Hamburg, Jerman. Mereka tercatat tampil sebanyak 292 kali di tempat itu antara tahun 1961-1962.<br><br>Mengawali penampilannya, G-Pluck langsung membawakan lagu The Beatles dari album Please Please Me dan album tunggal Meet The Beatles, Twist and Shout dan I Want to Hold Your Hand.<br><br>Kepiawaian Sigit yang ‘menjadi’ John Lennon, teruji ketika dia membawakan lagu Mr. Moonlight dari album Beatles for Sale yang keluar di tahun 1964. Lagu ini diawali oleh intro lengkingan suara Sigit yang menyebut judul lagu ini tanpa iringan instrumen apapun. <br><br>“Kamu pasti gugup ya,” kata Awan menyindir Sigit sebelum mulai bernyanyi. <br><br>Lagu ini juga yang menjadi penanda masuknya Tumpak Sidabutar dan Ramundo Gascaro membantu G-Pluck dengan instrumen keyboard-nya. Penampilan keduanya - meski pemain tambahan – memberikan suasana baru dalam Sabuga. Terlebih ketika G-Pluck membawakan lagu-lagu dari era 1965 seperti Norwegian Wood yang kental dengan suara alat musik petik dari kawasan Asia itu. <br><br>Dengan rambut poninya - kecuali Beni yang gondrong sehingga mirip penabuh drum Naif, Pepeng – G-Pluck berhasil memainkan lagu Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band dan With a Little Help From My Friends dari album Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band, yang terpilih sebagai salah satu album terbaik sepanjang masa, setahun silam. <br><br>Tidak hanya memainkannya, semua personil G-Pluck juga bisa bernyanyi. Mereka bernyanyi sesuai penyanyi dalam formasi The Beatles. <br><br>Misalnya, Wawan menyanyikan lagu yang dibawakan oleh George Harrison lewat You Like Me to Much dan Here Comes The Sun, Awan di lagu Penny Lane, Hey Jude, tidak ketinggalan Beni yang bernyanyi sembari bermain drum seperti Ringgo Starr pada lagu With a Little Help From My Friends. “Bedanya kalau Ringgo bermain itu kepalanya goyang-goyang. Kalau yang tadi tidak,” kata Anka (20), salah seorang penggemar The Beatles yang ikut menonton malam itu.<br><br>Pertunjukkan di Sabuga itu sebenarnya bisa berakhir apik, seandainya pembawa acara tidak salah paham dengan G-Pluck. Lazimnya sebuah pertunjukkan, para pemain akan turun panggung dan pembawa acara menutupnya dengan terima kasih. Karena tidak puas, penonton meminta mereka tampil kembali dan pembawa acara yang turun.<br><br>Kali ini tidak. Pemain belum turun panggung, pembawa acara sudah menutup acara. Parahnya lagi, pembawa acara memberi komando agar penonton meminta G-Pluck memainkan beberapa lagu lagi. “Sangat membingungkan,” kata Awan ketika hendak tampil lagi dengan lagu Hey Jude. <br><br>Meski membingungkan, G-Pluck tampaknya tidak bakal mengalami kendala di atas panggung. Buktinya penampilan mereka di panggung tetap asyik untuk dinikmati hingga selesai membawakan lagu terakhir malam itu, I Saw Her Standing There.<br><br>Tampaknya, mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk tampil dalam Beatles Week Festival yang bakal memasuki penyelenggaraannya yang ke-25, setelah sebelumnya selalu digelar setiap tahun sebagai bentuk penghormatan terhadap grup musik legendaris asal Inggris tersebut. <br><br>Semoga saja tidak ada halangan berarti bagi mereka untuk tampil di sana, mengingat nama Indonesia yang mereka bawa. <br><br><br><br> <div></div>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-40052153930271160282008-05-26T03:37:00.000-07:002013-03-12T05:36:44.486-07:00nyanyian kode...<div id="item_body" class="bodytext" author="hagihagi" author_possessive="hagihagi's"><p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><i style=""><span style="font-weight: normal; font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">sebelumnya liat hagi ama ricky yang posting..iseng dan jadilah...<o:p></o:p></span></i></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-weight: normal; font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p> </o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">Hanya </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">o</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">rang yang mempunyai kemampuan </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">l</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">ebih yang dapat membuka File</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"> </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">ini.</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"> </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">Jika seandainya </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">Anda </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">sukses membuka File ini maka </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">Anda </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">akan</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"> </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">menemukan nama</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">-nama</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"> orang yang pernah dan bisa membuka file ini. </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">N</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">ah</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"> </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">sekarang giliran </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">A</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">nda untuk mencobanya!</span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"></span></strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"><o:p></o:p></span> </p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">Seorang laki-laki mau masuk ke ruang kerjaanya, tetapi ia lupa dengan </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">password</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">nya, yang dia ingat hanya lima angka.</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"> </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">Berikut petunjuk untuk lima angka tersebut:</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p></o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p> </o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">1. Angka ke lima di tambah angka ke tiga sama dengan empat belas</span></strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"><o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">2. Angka ke empat lebih besar satu angka dari angka ke dua</span></strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"><o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">3. Angka pertama lebih kecil satu angka dari dua kali angka ke dua</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p></o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">4. Angka ke dua di tambah angka ke tiga sama dengan sepuluh</span></strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">5. Jumlah keseluruhan angka tersebut sama dengan tiga puluh</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p></o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"><br><strong><span style="font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">Berapakah kelima angka tersebut?</span></strong></span><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "><o:p></o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">Jawaban</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; "> masing-masing angka diurut dari angka pertama sampai yang terakhir itu </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"></span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">k</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">unci untuk membuka File </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">yang judulnya nyanyian kode itu</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"></span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">.<o:p></o:p></span></strong></p> <p style="margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify; "><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"><br><strong><span style="font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">Jika </span></strong></span><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">A</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">nda berhasil membuka file 'nyanyian kode' silakan tulis nama </span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">A</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">nda di dalam </span></strong><b><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN"><strong><span style="font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">daftar tersebut, dan kemudian kirimkan kembali ke teman dekat </span></strong></span></b><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; ">A</span></strong><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Verdana','sans-serif'; " lang="IN">nda...</span></strong></p></div> <div><b>Attachment: </b><a href='http://images.marsiela.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SDqSQwoKCmYAAG2PrCI1/nyanyian%20kode.xls?key=marsiela:journal:41&nmid=97905691'>nyanyian kode.xls</a><br></div>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-50724139904042867122008-03-07T02:18:00.000-08:002013-03-12T05:36:44.531-07:00Perempuan Menuntut Malam (Monolog)<table cellpadding=0 cellspacing=0 border=0 style='margin-bottom: 5px; font-weight: bold'><tr><td>Start: </td><td>Mar 28, '08</td></tr><tr><td>End: </td><td>Mar 29, '08</td></tr><tr valign=top><td>Location: </td><td>Teater Tertutup Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat</td></tr></table>Memperingati hari perempuan sedunia 2008, Institut Ungu dan Yayasan Pitaloka mempersembahkan pentas teater monolog berjudul Perempuan Menuntut Malam, yang berbicara soal Cinta, Rumah, Sex, Politik dan Kekuasaan.<br> <br>Pementasan di Bandung, bekerjsa sama dengan mainteater Bandung dan Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, dilaksanakan tanggal 28 dan 29 Maret 2008 di Teater Tertutup Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, pukul 19.30 WIB.<br> <br>Monolog Perempuan Menuntut Malam dimainkan: Rieke Diah Pitaloka, Niniek L.Karim, Maryam Supraba.<br> <br>Conference: 27 Maret 2008, pukul 14.00 WIB di Lobi Teater Tertutup Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat.<br><br>DON'T MISS IT!!!!!!<br>Informasi & Reservasi: Zhu Khie Thian (0813.2064.0929 0813.9528.1713)<br> <div></div>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-77604777569787572142008-02-28T00:28:00.000-08:002013-03-12T05:36:44.546-07:00Jazz Break<table cellpadding=0 cellspacing=0 border=0 style='margin-bottom: 5px; font-weight: bold'><tr><td>Start: </td><td>Mar 4, '08 7:00p</td></tr><tr valign=top><td>Location: </td><td>Bp. Bumi Sangkuriang Jl. Kiputih No.12, Bandung</td></tr></table>Bp. Bumi Sangkuriang dan Republik of Entertainment kembali menggelar music Jazz yang bertajuk Jazz Break. Kali ini Jazz Break akan menampilkan kelompok legendaris Bhaskara 2008 yang di pimpin oleh Bambang Nugroho. Sementara Salamander Big Band akan tampil dengan seluruh personilnya yang berjumlah 30 orang. Selain itu akan tampil LOGIC Band dari Melbourne yang hadir atas kerjasama Australia-Indonesia Institute dan Arimba Culture Exchange dari Sydney, Australia.<br><br>Jazz Break akan berlangsung pada:<br>Hari : Selasa<br>Tanggal : 4 Maret 2008 <br>Waktu : pkl 19.00-22.00<br><br>Melalui Jazz Break ini diharapkan kehadiran musisi Jazz Australia ke Kota Bandung dapat membuat Jazz kian semarak dan jalinan antar musisi Jaz Indonesia-Australia kian hangat. <br><div></div>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1208626020654097072.post-61452673069518508522008-01-15T23:37:00.000-08:002013-03-12T05:36:44.573-07:00Vyena (my Daemon) <object height="400" width="450"><param name='allowScriptAccess' value='never'></param><param name="allowScriptAccess" value="never"><param name="movie" value="http://goldencompassmovie.com/goldenCompass_blog.swf?id=930755"><embed allowscriptaccess='never' src='http://goldencompassmovie.com/goldenCompass_blog.swf?id=930755' type='application/x-shockwave-flash' menu='false' height='400' width='450'></object> <div></div>adihttp://www.blogger.com/profile/17698299220668219160noreply@blogger.com4